Mencoba menuliskan apa yang saya rasakan dan pikirkan hasil perbincangan dengan istri saya tadi pagi.
Biarkanlah Saya Tetap Menjadi Diri Saya: Sebuah Refleksi Tentang Kejujuran dan Kemandirian
Dalam putaran roda kehidupan yang seringkali tidak terduga, mungkin tak ada yang lebih berharga dari keberanian untuk tetap menjadi diri sendiri. Kehidupan yang penuh warna ini terkadang memaksa kita untuk mengikuti arus yang tidak selalu sejalan dengan prinsip dan keyakinan kita. Tapi, mari teguhkan dalam hati untuk selalu mempertahankan esensi diri, dengan segala apa adanya.
Tak perlu malu atau ragu akan keunikan yang kita miliki. Keunikan itulah yang menandai keberadaan kita dalam kerumunan. Seperti kata pepatah, "Pada akhirnya, orang-orang akan lupa apa yang kamu katakan, akan lupa apa yang kamu lakukan, tapi orang-orang tidak akan pernah lupa bagaimana perasaan yang kamu berikan kepada mereka." Kejujuran dan ketulusan itulah yang menjadi ruh dari setiap interaksi yang berkesan.
Mengapa harus jujur dan berterus terang? Karena dalam kejujuran terdapat ketenangan hati dan pikiran. Kebohongan, walau sekecil apa pun, akan membebani hati dengan tatapan yang tidak tulus dan senyum yang terpaksa. Kejujuran adalah keberanian untuk menerima kenyataan dan keterbukaan untuk berbagi realitas kita dengan dunia luar.
Namun, kejujuran juga memerlukan keberanian lainnya: keberanian untuk mengikuti jalan yang Allah SWT tunjukkan. Dalam setiap langkah kita, kepercayaan terhadap rencana Ilahi menjadi penting. Bahwa kita harus meyakini, apa yang telah digariskan Allah itu pasti yang terbaik bagi kita. Serahkan segala galau dan bimbang kepadaNya, karena di tanganNya lah kita akan menemukan kedamaian dan petunjuk yang hakiki.
Dalam kemandirian, kita menemukan kekuatan. Bergantung kepada manusia lain bisa jadi sebuah keharusan dalam interaksi sosial, namun dalam esensi yang lebih dalam, kemandirian adalah bijaksana. Menjadi individu yang mandiri bukan berarti menolak untuk bekerja sama atau membantu sesama, tapi lebih kepada kemampuan untuk berdiri di atas kaki sendiri, mengambil keputusan sendiri, dan memikul tanggung jawab atas pilihan tersebut tanpa terlalu bergantung pada orang lain.
Kemandirian adalah proses belajar untuk percaya kepada kemampuan diri. Tidak mudah memang, karena manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan yang lain. Tapi, dalam setiap kerumunan, tiap individu harus bisa menemukan suaranya sendiri, bukan sekadar merujuk pada suara mayoritas. Menemukan suara itu butuh waktu, dan kemandirian memberi kita ruang untuk mengenal diri sendiri lebih dalam.
Berkaca pada pengalaman, bukankah banyak dari kita yang akhirnya menemukan kekuatan terbesar saat kita tidak memiliki siapa-siapa kecuali Allah dan diri sendiri? Saat kita jatuh, dan tak ada tangan lain yang mengulur, saat itulah kita belajar untuk bangkit. Saat kita berjalan dalam kesendirian, dan tak seorang pun yang mengiringi, saat itulah kita belajar untuk berhati-hati dalam setiap langkah.
Tidak selalu mudah untuk menjadi diri kita yang sebenarnya, untuk terus jujur dan mandiri dalam setiap kondisi. Akan tetapi, yakinlah bahwa di setiap kesulitan itu ada kemudahan. Allah SWT tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan kita. Percayalah bahwa setiap ujian adalah asah, asih, dan asuh dariNya agar kita terus tumbuh dan berkembang menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri.
Maka, biarlah kita tetap menjadi diri kita yang sebenarnya, dengan semua kekurangan dan kelebihan sebagai manusia biasa. Tetaplah berusaha jujur dan berterus terang dengan apa adanya. Teruslah percaya pada jalan yang Allah telah tunjukkan dengan kepasrahan yang tulus. Ketika kita melangkah dengan penuh keyakinan, Inshaa Allah, kita akan menemukan bahwa esensi dari hidup adalah bukan hanya untuk dijalani, tetapi untuk dihargai sebagai anugerah terindah yang tak ternilai.
Catatan Mas Bojreng
#myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng