Alhamdulillah ketika saat praktek bisa sambil membaca dan menulis.
Mendapat banyak pengingat diri dari buku ini. Salah satunya adalah di stage 4 atau bab 4 buku ini yang akan saya coba tuliskan menurut pemikiran saya. Kata kata yang tertulis dibuku ini adalah.Hai rambut, kau sudah memutih tapi belum sadar tentang kematian?
Di ambang senja kehidupan, di mana rambut mulai menua serupa dengan perak langit yang mulai redup akan cahaya, seringkali kita lupa akan hakikat akhir dari sebuah perjalanan. Rambut memutih bukan sekadar tanda usia, melainkan penanda bahwa setiap lembaran hidup bergerak mendekati titik akhirnya: kematian.
Dalam ajaran Islam, mengingat kematian bukanlah tema yang harus dihindari atau ditakuti. Sebaliknya, hal ini diajarkan sebagai bagian esensial dari kehidupan yang seharusnya meningkatkan kesadaran akan fana dan menginspirasi umat untuk hidup lebih bermakna. Menjamaknya uban di kepala merupakan salah satu peringatan alami yang seringkali diabaikan. Betapa seringnya kita asyik bermain dengan benang-benang perak di mahkota kepala tanpa menyadari bahwa sejatinya mereka adalah seruan lembut akan sebuah keharusan – keharusan untuk introspeksi dan mempersiapkan diri untuk perjumpaan dengan yang Maha Kuasa.
Islam mengajarkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah perhentian sementara. Setiap muslim diajak untuk selalu mengingat kematian, bukan dengan keputusasaan atau rasa takut, tetapi dengan persiapan diri dan amal. Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah kematian sebagai pemberi nasihat,” menunjukkan bahwa kematian adalah pembimbing yang bijak menuntun kita agar selalu mempersiapkan diri dengan bekal iman dan amal shalih.
Rambut yang telah memutih seharusnya bisa lebih dari sekadar membuat kita merenungi tentang masa lalu. Ia harus jadi pengingat bahwa waktu semakin sempit, dan setiap menit serta detik yang berlalu adalah kesempatan untuk memperbaiki diri, lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta meninggalkan jejak positif bagi orang lain. Ketika wajah di cermin mulai dihiasi kerutan dan senyum kusam, adalah momen introspeksi, bukan sekadar untuk menerima bahwa zaman muda telah berlalu, tapi lebih jauh lagi, untuk bertanya: Apakah aku telah merancang kehidupan yang membawa kepada kebahagiaan abadi?
Mengingat kematian sejatinya adalah membangkitkan semangat untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya. Tidak hanya dengan beramal, tapi juga dengan menyebarkan kebaikan, ilmu, dan kasih sayang. Rambut yang memutih bagaikan kanvas catatan perjalanan, setiap helaian mencatat cerita, perbuatan, dan kebijaksanaan hidup yang dapat menjadi teladan. Saat menyisir helaian rambut putih, seyogyanya juga menyisir hati dan niat untuk selalu terjaga dalam kebaikan.
Mengingat kematian dalam Islam juga mengajarkan bahwa semuanya adalah milik Allah dan kepada-Nya kita kembali. Kita diajak untuk tidak terlalu melekat dengan dunia dan segala kesementaraannya. Semua yang kita miliki dan segala yang kita banggakan di dunia ini, dari kekayaan, kekuasaan, hingga keindahan fisik, tak lain hanya titipan yang suatu saat harus dikembalikan. Jadi, ketika rambut mulai memutih, adalah tepat untuk mengingat bahwa kematian adalah kepastian yang akan mengembalikan kita pada kehidupan yang hakiki.
Para ulama dan sufi telah banyak menyampaikan tentang pentingnya zuhud atau keadaan tidak terikat dengan dunia. Merenungi kematian merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan itu. Seseorang yang sering mengingat kematian akan lebih mudah menemukan kedamaian dalam hati karena ia tahu bahwa ujian kehidupan adalah sementara dan sejati adalah akhirat.
Rambut yang memutih layaknya lentera yang terus berkedip, mengingatkan bahwa masa untuk berlaku adil, berbuat dengan penuh kasih sayang, dan beramal shalih semakin terbatas. Dalam diam, uban berbicara, "Teruskan perbuatan baikmu, perbaikilah yang terlanjur salah, dan penuhilah duniamu dengan amal yang menyentuh langit." Bukankah setiap helaian rambut yang beruban itu adalah catatan yang turut disampaikan kepada malaikat pencatat amal?
Jadi, biarlah rambut yang telah memutih mengingatkan kita bukan hanya kepada usia yang terus bertambah, melainkan kepada kesempatan yang menyusut untuk menjemput rida Allah SWT. Mari kita renungi dengan penuh kesadaran dan kebijaksanaan, agar kala senja kehidupan tiba, kita dapat menghadap Ilahi dengan hati yang tenang, penuh rasa syukur atas segala nikmat dan cobaan yang telah membentuk kita.
Jadi ya buku yang bagus menurut saya dengan banyaknya pengingat diri untuk saya.
Catatan Mas Bojreng
#myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng
No comments:
Post a Comment