Monday, January 29, 2024

Hampa....

Ketika Hampa Menggema di Hati

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang semakin merajalela dengan berbagai aktivitasnya, tak jarang kita dihadapkan pada kekosongan yang amat dalam. Kehampaan ini bisa muncul tanpa dibarengi dengan penurunan materi atau kehilangan fisik. Ia datang begitu saja, mendadak, seolah mengingatkan bahwa ada sesuatu yang krusial, namun tak terdefinisikan, yang hilang dari genggaman jiwa.


Hampa di hati bagaikan angin yang menerpa dari arah yang tidak diketahui. Tidak terlihat, namun kehadirannya mendesak. Ketika rasa ini menghampiri, segala yang biasanya menjadi sumber sukacita seakan kehilangan warna. Tawa terdengar hambar, talk semangat kokoh rapuh, dan apa yang biasanya mengalir mudah menjadi begitu berat.


Di saat hati diselimuti hampa, lidah pun secara tidak sadar menjadi gemar melafadzkan istighfar, memohon ampun atas ketidakmampuan jiwa untuk senantiasa merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta. Istighfar menjadi penanda sebuah pencarian, upaya untuk kembali kepada keadaan asal di mana hati ini bersih, jernih, tidak ternoda oleh rasa hampa yang mencengkeram.


Mengapa kita beristighfar? Istighfar bukan hanya tentang memohon ampun atas dosa-dosa yang telah lakukan. Lebih dari itu, istighfar adalah ungkapan kerinduan jiwa yang mendamba untuk kembali pada fitrahnya, kondisi di mana ia selaras dan sejalan dengan tuntunan-Nya. Setiap kalimat 'Astaghfirullah' yang terucap adalah langkah mendekati hakikat diri sejati — jiwa yang tenang dalam dekapan kasih Ilahi.


Dalam keheningan, ketika kesibukan dunia terpisah sejenak, kita menyadari bahwa rasa hampa tersebut bisa jadi adalah isyarat untuk introspeksi, untuk mendalami diri sendiri. Adakah kita telah mengabaikan nilai-nilai rohani yang seharusnya menjadi penyokong jiwa? Ataukah kita terjebak dalam irama duniawi yang begitu cepat hingga lupa akan melodi kehidupan yang lebih tenang dan mendalam?


Mungkin, di saat itulah kita perlu menyediakan waktu untuk berdialog dengan diri sendiri, merenung tentang apa sebenarnya yang menjadi prioritas dalam hidup ini. Ketika bingkai materi tak lagi mampu mengisi kekosongan ruh, sudah saatnya kita merenungi esensi spiritualitas dalam menemukan kedamaian.


Istighfar menganjurkan kita untuk tidak hanya terpaku pada kesalahan dan kekhilafan, tetapi juga menawarkan jalan untuk mengisi kembali kehampaan yang menggelayut itu dengan penerimaan diri dan pembaharuan niat. Ia adalah semacam terapi rohani, dimana dengan mengucapkannya, kita membersihkan hati, membebaskan diri dari keterikatan yang meracuni, baik secara batiniah maupun lahiriah.


Dalam tiap bacaan istighfar, ada kesempatan untuk memulai lembaran baru, untuk mengisi kembali lubang yang terasa hampa dengan cinta dan ridha-Nya. Tak selalu mudah, tentu saja. Akan tetapi, dalam setiap upaya memperbanyak istighfar, kita menumbuhkan benih harapan; harapan untuk hati yang lebih lapang, untuk jiwa yang lebih tenang, dan untuk hidup yang lebih berarti.


Dewasa ini, sangat biasa jika rasa hampa itu hadir di dada di kala kita sepi, saat kita terpisah dari hingar-bingar dunia luar dan terbenam dalam keheningan diri sendiri. Akan tetapi, ruang hampa inilah yang dapat menjadi titik balik; sebuah kesadaran untuk mengisi kekosongan dengan kebaikan, dengan memperkaya diri dengan kedekatan kepada yang Maha Kuasa.


Mari kita melihat rasa hampa itu sebagai ruangan kosong yang memerlukan isi. Dan dengan istighfar, kita memulai proses pengisian tersebut dengan yang terbaik. Mungkin kita tak akan pernah sepenuhnya bebas dari rasa hampa — namun kita dapat belajar mengelolanya, mengisinya, dan pada akhirnya, menyelaraskannya dengan frekuensi kehidupan yang lebih harmonis dan bermakna.


Jadi, biarkan istighfar menjadi mantra yang lembut namun kuat, yang mengubah kehampaan menjadi kesempatan bagi kita untuk kembali, bersekutu kembali dengan rajutan takdir, dengan rencana-Nya yang penuh misteri namun selalu dalam rangka kebaikan bagi kita semua. Di sinilah, dalam pembisikan istighfar, kita temukan kembali keluhuran rohani yang, mungkin tanpa kita sadari, selama ini terus menanti untuk dipenuhi.


Astagfirullahaladzim

Astagfirullahaladzim

Astagfirullahaladzim


Catatan Mas Bojreng di poli siang hari ini 😁😁

Ketika Istighfar harus banyak diucapkan..

Bersujud aku di hadapan Mu Ya Allah...


#myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng

No comments:

Post a Comment

Titip Hati pada Allah

Sebagian hati kutinggal di sana, di sisi ranjang dan napas renta. Tak terucap kata, hanya diam yang bercerita, tapi ada kewajiban yang ta...