Saturday, August 31, 2024

Ketika hati nurani terusik

Entah kenapa benar benar ada kegelisahan di hati ini, serasa ada lobang besar didalam hati. Ketika mengerjakan segala sesuatu menjadi terasa hampa dan malas. Merembet kesemua dalam kehidupan.

Istighfar...

Istighfar...
Istighfar...
Ketika melihat seakan sudah pada lupa yang namanya kematian. Hidup itu hanya sebentar. "Hanya mampir ngombe"

Ketika Nurani Terusik

Kegelisahan di hati sering kali muncul ketika kita menyaksikan peristiwa-peristiwa yang bertentangan dengan nilai-nilai yang kita junjung tinggi. Salah satu sumber kegelisahan yang kerap kali menghantui hati adalah melihat orang-orang di sekitar kita terjebak dalam keserakahan, demi harta dan jabatan yang hanya bersifat sementara. Dalam keseharian, kita mungkin sering menyaksikan bagaimana manusia berlomba-lomba mengumpulkan kekayaan, mengejar pangkat, dan memegang kendali kekuasaan, seakan-akan lupa akan tujuan akhir dari kehidupan ini—kematian dan kehidupan setelahnya.

Keserakahan dan Penanda Kegelisahan Hati Nurani

Keserakahan adalah salah satu penyakit hati yang dapat merusak moral dan nilai kemanusiaan. Ketika seseorang terobsesi dengan harta benda dan kekuasaan, mereka kerap kali mengabaikan aspek-aspek kehidupan yang lebih bermakna, seperti keadilan, kasih sayang, dan integritas. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT telah memperingatkan kita tentang bahaya keserakahan dan cinta dunia yang berlebihan. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah At-Takathur [102:1-2]: "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur."

Firman ini mengingatkan kita bahwa perlombaan dalam mengumpulkan harta dan kekuasaan hanya akan membuat kita lalai, hingga tiba-tiba kematian menjemput tanpa kita sadari. Ketika hati nurani terusik oleh pemandangan keserakahan yang merajalela, kita perlu segera menyadari bahwa kita sedang diingatkan akan bahaya yang mengintai. Keserakahan bukan hanya merusak diri sendiri, tetapi juga merusak hubungan sosial, menyebabkan ketidakadilan, dan memicu konflik antar sesama manusia.

Melupakan Kematian menyebabkan Kehilangan Arah

Kematian adalah keniscayaan yang tak dapat dihindari oleh siapa pun. Namun, sering kali kita melihat manusia hidup seakan-akan mereka akan berada di dunia ini selamanya. Mereka bekerja tanpa henti, menumpuk kekayaan, dan mengejar jabatan tinggi, tetapi melupakan tujuan utama dari kehidupan yang sebenarnya. Dalam Islam, kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan pintu menuju kehidupan abadi di akhirat. Ketika manusia melupakan kematian, mereka kehilangan arah dan tujuan hidup yang sejati.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, "Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan, yaitu kematian." Dengan mengingat kematian, kita akan lebih berhati-hati dalam setiap tindakan dan keputusan yang kita ambil. Kesadaran akan kematian akan membawa kita kembali pada hakikat kehidupan yang sebenarnya, yaitu mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Allah SWT dan menjalani kehidupan abadi di akhirat.

Istighfar merupakan Obat bagi Kegelisahan Hati

Ketika hati gelisah melihat berbagai ketidakadilan dan keserakahan di dunia ini, kita dianjurkan untuk memperbanyak istighfar. Istighfar adalah permohonan ampun kepada Allah SWT atas dosa-dosa yang telah kita lakukan, baik yang disengaja maupun tidak. Dengan memperbanyak istighfar, kita tidak hanya membersihkan hati dari dosa-dosa, tetapi juga menenangkan jiwa yang gelisah.

Istighfar memiliki kekuatan yang luar biasa dalam menyembuhkan luka-luka batin dan menghilangkan kegelisahan yang mengganggu. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman dalam Surah Nuh [71:10-12]: "Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan di dalamnya untukmu sungai-sungai.'"

Ayat ini menunjukkan bahwa istighfar bukan hanya sebagai bentuk taubat, tetapi juga sebagai jalan untuk mendapatkan rahmat dan keberkahan dari Allah SWT. Ketika kita memperbanyak istighfar, kita memohon kepada Allah agar Dia mengampuni dosa-dosa kita dan melindungi kita dari godaan dunia yang melalaikan. Istighfar juga membantu kita untuk tetap rendah hati dan mengingat bahwa kita hanyalah hamba yang lemah, yang selalu membutuhkan rahmat dan ampunan-Nya.

Sujud merupakan Waktu untuk Mendekatkan Diri pada Allah SWT

Selain istighfar, sujud adalah momen yang sangat berharga untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memohon ampunan-Nya. Ketika kita sujud dalam shalat, kita berada dalam posisi terendah secara fisik, tetapi justru itulah momen di mana kita paling dekat dengan Allah SWT. Dalam sujud, kita merendahkan diri kita sepenuhnya di hadapan Sang Pencipta, mengakui segala kelemahan dan kekurangan kita, serta memohon ampunan dan pertolongan-Nya.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, "Keadaan yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika dia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa ketika itu." Memperlama sujud adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas ibadah kita dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam sujud, kita dapat mencurahkan segala kegelisahan hati, memohon agar Allah menguatkan iman kita, dan menghindarkan kita dari godaan dunia yang menyesatkan.

Mengembalikan Fokus pada Kehidupan Akhirat

Ketika hati nurani terusik oleh pemandangan keserakahan dan melupakan kematian, kita harus segera mengembalikan fokus kita pada kehidupan yang abadi, yaitu kehidupan di akhirat. Dunia ini hanya sementara, dan segala harta dan jabatan yang kita miliki tidak akan berarti apa-apa ketika kematian menjemput. Yang akan kita bawa hanyalah amal perbuatan kita dan rahmat dari Allah SWT.

Ketika menyaksikan kedzaliman dan keserakahan yang merajalela di dunia saat ini, kita perlu meluangkan waktu untuk berpikir dan merenung. Apa yang sebenarnya sedang terjadi di dunia ini? Manusia semakin terjebak dalam perlombaan mengejar harta dan kekuasaan, sering kali mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas yang seharusnya menjadi landasan hidup. Kita melihat bagaimana orang-orang dengan mudah menghalalkan segala cara demi mencapai ambisi pribadi mereka, tanpa memikirkan dampaknya terhadap orang lain maupun akhirat mereka sendiri. Dalam kekacauan ini, hati nurani kita terbangun, mengingatkan bahwa dunia ini hanya sementara, dan bahwa kita akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatan di hadapan Allah SWT.

Oleh karena itu, saat kita melihat realitas yang pahit ini, hendaknya kita kembali kepada Allah SWT, memperbanyak istighfar, dan memperlama sujud dalam shalat. Dengan merenungkan kondisi dunia yang semakin jauh dari nilai-nilai kebenaran, kita dapat memperkuat iman dan meneguhkan niat untuk tetap berada di jalan yang diridhai-Nya. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk menghadapi tantangan ini dengan sabar dan ikhlas, serta menuntun kita menuju kehidupan yang lebih baik, baik di dunia maupun di akhirat.

Dalam menghadapi kegelisahan hati, kita perlu memperbanyak istighfar dan memperlama sujud sebagai bentuk taubat dan penghambaan kepada Allah SWT. Dengan demikian, kita akan senantiasa diingatkan bahwa tujuan utama hidup ini adalah meraih ridha-Nya dan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita kekuatan untuk menghadapi segala godaan dunia, dan menjadikan kita hamba yang selalu ingat akan kematian dan kehidupan yang kekal di akhirat. Aamiin.

Catatan Mas Bojreng

#Greed #Istighfar #Prostration #Conscience #Afterlife #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng

Friday, August 30, 2024

I love my passion...

Status 13 tahun yang lalu saat berjalan di lorong RS sambil mengumandangkan takbir. Setelah dari pagi sampai menjelang magrib banyak tindakan, pulang sebentar untuk berbuka puasa dan sholat kemudian lanjut visite dan USG, lanjut tindakan seperti yang saya tulis ini, baru sampai rumah menjelang tengah malam. 


Pagi hari habis sholat subuh, dan siap siap mau sholat Ied. Tiba tiba ada telepon lagi ada pasien hamil 9 bulan dan perdarahan, yang ternyata plasenta previa lanjut sc dahulu. Selesai tindakan pasrah tidak tahu masih kebagian sholat ied atau tidak...

Alhamdulillah sampai di parkiran pas mau dimulai, menggelar sajadah dengan saya menggendong si kecil langsung sholat berjamaah di lapangan parkirnya.

Suatu bagian dari kehidupan saya. Si sulung ternyata diam, kemudian protes bapak gimana sih.. anaknya datang malah ditinggal pergi terus, yang nyuruh siapa sih? Bosnya ya?

Bukan mengeluh atau sambat... karena obgyn not just a job for me, its my passion.

Hanya bisa berdoa kepada Allah saja.


The Calling of a Lifetime


In halls where life begins anew,

My heart finds its true embrace.

A doctor's path, not just a view,

But passion woven in this place.

Where love for life sets the pace.


Seven days and nights I stand,

A constant vigil, day or night.

Phone in hand, at His command,

Through every storm, every flight,

Bismillah, I seek the light.


No complaints, no sighs of woe,

This journey is a gift, I know.

Prayers whispered soft and low,

May Allah ease where I must go,

In every task, in every flow.


No reason drives this love so deep,

But love itself, pure and true.

In every life I help to keep,

A sacred bond, forever new,

For this, I know, is what I do.


Obstetrics calls with every breath,

A vow I made, a life to lead.

With Allah's grace, through life and death,

In every soul, a sacred seed,

This love, my heart, my every need.


Mas Bojreng


Ini adalah cerita dan bagian hidup saya.


#poem #poet #poetry #poets #poetrycommunity #poetrylovers #poetryofinstagram #obgyn #obgynlife #obgyndoctor #catatanmasbojreng #masbojreng

Diobok obok....... itu yang saya rasakan

Sedang  merasa tidak dalam kondisi baik baik saja.... serasa diobok obok ora karu karuan.

Ketika melihat seseorang berpendapat dan "agak" memaksakan pendapatnya terutama berdasarkan pengalamannya, entah kenapa kok jadi teringat lagu mbok aja dibanding bandingke.


Dalam kehidupan ini, kita sering kali dihadapkan pada situasi di mana orang lain membandingkan pengalaman hidup mereka dengan kita, atau sebaliknya. Hal ini bisa menjadi sumber konflik, kesalahpahaman, dan bahkan rasa tidak nyaman. Dalam Islam, setiap individu diberikan kebebasan untuk menjalani kehidupannya sesuai dengan takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, membandingkan hidup seseorang dengan hidup orang lain adalah hal yang tidak bijak, karena setiap individu memiliki perjalanan yang unik dan berbeda.

Perbedaan dalam Memahami Kehidupan

Setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memahami dan menghadapi kehidupan. Perspektif seseorang dibentuk oleh pengalaman, latar belakang, pendidikan, dan lingkungan di mana ia dibesarkan. Dalam Islam, kita diajarkan untuk selalu berprasangka baik (husnuzan) terhadap orang lain, dan untuk tidak memaksakan pandangan kita kepada mereka.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra: 36)

Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak terburu-buru menilai atau menghakimi orang lain berdasarkan sudut pandang kita sendiri, karena kita tidak memiliki pengetahuan penuh tentang kehidupan dan pengalaman mereka. Setiap individu bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri, dan hanya Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu.

Menghindari Penilaian terhadap Orang Lain

Dalam Islam, menilai orang lain tanpa memahami keadaan mereka adalah perbuatan yang tidak dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat." (HR. Muslim)

Hadits ini mengajarkan kita untuk tidak berfokus pada kekurangan atau perbedaan hidup orang lain, tetapi sebaliknya, kita dianjurkan untuk menjaga dan melindungi mereka dari prasangka buruk. Ketika kita sibuk membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain, kita mungkin lupa bahwa setiap orang memiliki ujian dan cobaan yang berbeda-beda yang telah ditetapkan oleh Allah.

Membandingkan hidup kita dengan orang lain juga bisa menimbulkan perasaan iri hati dan dengki, yang merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya dalam Islam. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

"Jauhilah hasad (dengki), karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan-kebaikan seperti api memakan kayu bakar." (HR. Abu Dawud)

Lebih Baik Menyepi dan Mengadu pada Allah

Ketika kita merasa bahwa pendapat atau pandangan orang lain mulai mempengaruhi ketenangan hati kita, adalah bijak untuk menarik diri dan menyepi. Dalam Islam, menyepi bukan berarti melarikan diri dari masalah, tetapi merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencari ketenangan dalam ibadah.

Allah SWT berfirman:

"Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." (QS. Al-Baqarah: 45)

Dengan mendekatkan diri kepada Allah melalui shalat dan doa, kita bisa mendapatkan kekuatan untuk menghadapi berbagai pandangan dan opini yang datang dari orang lain. Selain itu, mengadu kepada Allah adalah bentuk tawakkul, yakni meletakkan seluruh kepercayaan dan harapan hanya kepada-Nya. Ini adalah salah satu cara untuk menjaga hati tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh pandangan orang lain.

Pandangan Islam Tentang Kebebasan Berpendapat

Dalam Islam, kebebasan berpendapat diakui, namun dengan batasan-batasan yang jelas. Setiap orang berhak untuk memiliki pandangan dan opini, tetapi tidak diperkenankan untuk memaksakan pendapatnya kepada orang lain, apalagi jika itu bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Rasulullah SAW adalah contoh terbaik dalam menghargai perbedaan pendapat. Beliau selalu memberikan ruang bagi para sahabat untuk berdiskusi dan menyampaikan pandangan mereka, selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, perbedaan pandangan adalah hal yang wajar dan harus dihadapi dengan bijaksana.

Ojo dibanding bandingke

Membandingkan pengalaman hidup kita dengan pengalaman hidup orang lain adalah perbuatan yang sia-sia dan dapat merusak hubungan antar sesama. Islam mengajarkan kita untuk selalu berprasangka baik, tidak mudah menilai, dan menjaga hubungan dengan sesama muslim dengan penuh kasih sayang.

Ketika kita merasa bahwa pandangan orang lain mulai mengganggu ketenangan hati kita, lebih baik kita menarik diri, menyepi, dan mengadu kepada Allah SWT.

Dengan cara ini, kita akan menemukan ketenangan dan kekuatan untuk menghadapi segala cobaan dalam hidup. Selalu ingat bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda, dan hanya Allah SWT yang mengetahui seluruh kisah hidup kita secara utuh.

Catatan Mas Bojreng

#DontCompareLives #RespectDifferentPerspectives #AvoidJudgment #SeekSolitudeInPrayer #TrustInAllah #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Thursday, August 29, 2024

Clown of Greed

Your words, hollow echoes in the wind,
Tall tales spun without the thread of truth,
Falsehoods woven into your every line,
But never a glimpse of what’s real,
Just empty noise, masking the rot inside.


Life's been easy, your wealth a cushion soft,
Yet in your eyes, I see only the hunger,
A gluttonous gaze, devouring all it sees,
Valuing nothing but the glitter of gold,
Lost in the illusion, you miss what truly matters.

Hard work? To you, it's a foreign land,
Your head held high, as if born to rule,
But to me, you're nothing but a fool,
A jester in a world where sincerity's gone,
Your every boast a laughable lie.

Bullshit flows from your lips like a stream,
Lies upon lies, building a hollow throne,
Do you forget, we all meet the same end?
Death spares none, not even the proud,
In the end, your riches won’t buy you peace.

So dance, clown, in your material court,
But know this truth you cannot escape,
When all is said and done, and the lights go out,
The only thing left will be the emptiness inside,
And the legacy of a life wasted in deceit.

Mas Bojreng


#clown #poem #poet #poetry #poets #poetrycommunity #poetrylovers #poetryofinstagram #catatanmasbojreng #masbojreng

Semua dicatat..... dan dipertanggungjawabkan

Ketika hampir setiap saat melihat "jejak digital seseorang dimunculkan dan dieksploitasi. Membuat saya berpikir dan merenung pagi ini.

Ini salah satu contoh yang saya baca pagi ini. Dimana banyak bertebaran di media sosial.


https://news.detik.com/berita/d-7508219/rk-soal-cuitan-lama-diungkit-dulu-saya-netizen-julid-mari-move-on

"Bagaimanapun, untuk twit-twit saya yang lama, saya akui dulu saya kurang bijak dan mungkin kurang literasi-bahkan kurang sopan," kata Ridwan Kamil.

Jejak Digital dan Pencatatan Sebuah Renungan

Dalam era modern yang serba digital ini, jejak digital menjadi sebuah istilah yang sering kita dengar. Setiap langkah yang kita ambil di dunia maya, baik itu posting di media sosial, mengirim pesan, atau bahkan sekadar menelusuri halaman web, meninggalkan jejak digital yang dapat diakses dan dilacak oleh orang lain. Jejak ini bisa menjadi cerminan dari siapa kita di dunia maya dan dapat memberikan dampak jangka panjang yang tak terduga.

Namun, jika kita kembali ke ajaran Islam, kita akan menemukan konsep yang lebih dalam dan serius tentang pencatatan setiap tindakan kita. Dalam ajaran Islam, kita diajarkan bahwa setiap perbuatan kita, baik besar maupun kecil, baik atau buruk, dicatat oleh dua malaikat yang selalu setia berada di bahu kanan dan kiri kita, yang dikenal sebagai Kiraman Katibin. Malaikat di bahu kanan mencatat segala amal kebaikan kita, sementara malaikat di bahu kiri mencatat segala keburukan yang kita lakukan.

Jejak Digital Tanggung Jawab di Dunia Maya

Jejak digital adalah segala informasi yang kita tinggalkan saat menggunakan teknologi digital. Ini bisa berupa data pribadi yang kita masukkan saat mendaftar ke sebuah situs, postingan media sosial, atau bahkan komentar yang kita buat di forum-forum daring. Jejak ini tidak hanya mencerminkan perilaku kita di dunia maya, tetapi juga bisa digunakan untuk menilai kepribadian, kebiasaan, dan bahkan nilai-nilai yang kita anut.

Seiring waktu, jejak digital ini dapat terkumpul menjadi suatu gambaran yang jelas tentang siapa kita sebenarnya. Ini bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat jika digunakan dengan bijak, namun juga bisa menjadi bumerang jika kita tidak berhati-hati dalam menjaga perilaku kita di dunia maya. Dalam banyak kasus, jejak digital yang tidak dikelola dengan baik bisa membawa dampak negatif, seperti reputasi yang tercoreng, kesempatan yang hilang, atau bahkan masalah hukum.

Malaikat Pencatat: Tanggung Jawab di Dunia Akhirat

Dalam Islam, keyakinan bahwa setiap tindakan kita dicatat oleh malaikat Kiraman Katibin memberikan kita kesadaran yang mendalam tentang tanggung jawab kita sebagai makhluk Allah SWT. Tidak ada satu pun tindakan yang luput dari pencatatan malaikat ini, baik itu tindakan yang dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Bahkan niat yang kita tanamkan dalam hati pun tidak lepas dari pengawasan dan pencatatan.

Ini memberikan kita pemahaman bahwa dalam setiap langkah yang kita ambil, kita harus selalu berhati-hati dan berusaha untuk melakukan yang terbaik. Karena kelak, semua catatan ini akan dihadapkan kembali kepada kita di hari perhitungan, dan kita akan diminta pertanggungjawaban atas segala yang telah kita lakukan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

"Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang berdosa ketakutan terhadap apa yang tertulis di dalamnya, dan mereka berkata, 'Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun'." (QS. Al-Kahf: 49).

Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap amal, sekecil apa pun, akan dicatat dan kelak kita akan dihadapkan pada hasil dari apa yang telah kita perbuat selama hidup di dunia.

Menghubungkan Jejak Digital dengan Pencatatan oleh Malaikat

Konsep jejak digital dan pencatatan oleh malaikat sesungguhnya memiliki kesamaan yang kuat. Keduanya mengajarkan kita untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam setiap tindakan kita, karena segala sesuatu yang kita lakukan akan meninggalkan jejak yang tidak bisa dihapus begitu saja. Jika jejak digital dapat diakses oleh orang lain di dunia ini, maka catatan amal yang disimpan oleh malaikat akan dihadapkan kembali kepada kita di hadapan Allah SWT di akhirat kelak.

Sebagaimana diketahui, setiap manusia ditemani oleh dua malaikat kiraman katibin yang bertugas mencatat amal baik dan buruk. Keduanya dikenal dengan Malaikat Raqib dan Atid. Malaikat Raqib berada di sebalah kanan untuk mencatat amal baik dan Malaikat Atid ada di sebelah kiri untuk mencatat amal buruk.

Ketika tidak bisa merasakan kehadiran Allah di setiap saat, umat Islam diharapkan bisa merasakan atau mengingat bahwa setiap gerak-geriknya akan direkam dan dicatat oleh kedua malaikat ini. Di akhirat kelak, semua catatan tersebut akan dibuka kemudian diminta pertanggung jawabannya.

Dengan mengingat kehadiran dua malaikat ini, diharapkan bisa mendorong seseorang untuk terus beramal saleh dan mengurungkan niat saat hendak melakukan maksiat.

Oleh karena itu, dalam setiap tindakan, baik itu di dunia nyata maupun di dunia maya, kita harus selalu ingat bahwa ada konsekuensi dari setiap perbuatan kita. Setiap kata yang kita tulis, setiap gambar yang kita unggah, setiap niat yang kita tanamkan dalam hati, semuanya akan dipertanggungjawabkan.

Membangun Kesadaran dan Tanggung Jawab

Mengetahui bahwa jejak digital kita akan tetap ada dan bahwa segala tindakan kita dicatat oleh malaikat harusnya membuat kita lebih berhati-hati dan bertanggung jawab. Kesadaran ini seharusnya menjadi dasar dalam kita menjalani kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi sosial di dunia nyata maupun di dunia maya.

• Bijaksana dalam Bertindak: Sebelum kita menulis, berbicara, atau bertindak, baik secara online maupun offline, kita harus selalu mempertimbangkan dampak dan konsekuensi dari tindakan tersebut. Apakah tindakan kita akan membawa manfaat atau malah menyakiti orang lain? Apakah ini akan menjadi amal kebaikan atau justru menambah dosa?

• Memohon Ampunan dan Bertaubat: Dalam Islam, Allah SWT Maha Pengampun. Setiap kali kita menyadari bahwa kita telah melakukan kesalahan, baik dalam jejak digital maupun dalam amal perbuatan, kita harus segera bertaubat dan memohon ampunan-Nya. Hal ini penting agar kita bisa membersihkan diri dari dosa-dosa dan memulai kembali dengan niat yang lebih baik.

• Meningkatkan Amal Kebaikan: Jika kita tahu bahwa segala amal kebaikan akan dicatat, maka kita harus berusaha untuk memperbanyaknya. Di dunia maya, ini bisa berarti menyebarkan informasi yang bermanfaat, menolong orang lain, atau setidaknya menghindari menyebarkan keburukan dan fitnah.

• Bertanggung Jawab di Dunia dan Akhirat: Akhirnya, kita harus selalu ingat bahwa setiap jejak digital kita tidak hanya berdampak di dunia ini, tetapi juga di akhirat. Catatan amal kita yang dibuat oleh malaikat akan menjadi saksi atas segala perbuatan kita, baik itu yang kita anggap sepele atau yang kita anggap besar.

Jika kehadiran Allah dan dua malaikat pencatat amal belum bisa dirasakan dan belum juga membuat ibadah kita meningkat, maka ingatlah dengan adanya kematian. Setiap manusia pasti akan meninggal dunia, hanya saja waktu dan tempatnya dirahasiakan, bisa jadi hari ini, esok, atau lusa.

Dengan demikian, pada hakikatnya semua manusia sudah mendapatkan “vonis mati”. Orang yang sudah divonis mati oleh hakim atau dokter saja, biasanya akan menghabiskan sisa umurnya untuk beribadah.

Dengan mengingat adanya kematian yang sudah di depan mata, diharapkan bisa lebih meningkatkan ibadah dan meninggalkan maksiat.

Refleksi dan Doa

Dalam dunia yang semakin terhubung dan digital ini, kita tidak bisa menghindari kenyataan bahwa jejak digital kita akan terus ada. Namun, dengan mengingat bahwa setiap perbuatan kita juga dicatat oleh malaikat dan akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT, kita dapat menjalani hidup dengan lebih berhati-hati dan bertanggung jawab. Semoga kita semua senantiasa diberi hidayah oleh Allah SWT untuk selalu berada di jalan yang benar, menjaga amal perbuatan kita, dan meraih ridha-Nya di dunia dan akhirat. Aamiin.

Catatan Mas Bojreng

#DigitalFootprints #Accountability #IslamicPerspective #GoodDeeds #ResponsibleLiving #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng


Baperan???

Ketika mendapat nasehat dari salah seorang senior saat makan sore tadi.

Hidup adalah sebuah perjalanan panjang yang penuh dengan liku dan cobaan. Setiap hari kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang tak terduga, mulai dari tekanan pekerjaan, konflik dengan orang lain, hingga situasi yang menguji kesabaran dan ketahanan mental kita. Di tengah hiruk-pikuk dunia ini, apakah kita sudah benar-benar siap untuk menghadapi segala bentuk ujian tanpa terbawa perasaan? Mungkin saatnya kita berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, dan merenungkan bagaimana cara kita menanggapi setiap situasi yang datang menghampiri.


Dalam kehidupan yang semakin keras ini, penting bagi kita untuk memiliki pikiran yang terbuka dan hati yang lapang. Terlalu sering kita terbebani oleh ekspektasi orang lain dan perasaan ingin diterima, sehingga tanpa sadar kita menaruh kebahagiaan kita di tangan orang lain. Namun, apakah ini benar-benar jalan yang ingin kita tempuh? Mungkin sudah saatnya kita bertanya pada diri sendiri: Apakah kita hidup untuk menyenangkan orang lain, ataukah untuk mencari ridho dari Sang Pencipta.

Jangan Baperan harus Menguatkan Diri di Tengah Kehidupan yang Kian Berat

Dalam perjalanan hidup, kita sering kali menghadapi berbagai tantangan yang dapat menguji kesabaran dan ketahanan mental kita. Hidup di era modern ini semakin berat dan keras. Tuntutan sosial, tekanan pekerjaan, serta ekspektasi yang datang dari lingkungan sekitar sering kali membuat kita merasa lelah, baik secara fisik maupun mental. Dalam situasi seperti ini, ada satu hal yang sangat penting untuk diingat: jangan baperan, jangan gampang memasukkan segala hal ke dalam hati.

Memahami Arti “Baper” dalam Konteks Kehidupan

Istilah “baper,” atau bawa perasaan, merujuk pada sikap di mana seseorang mudah tersinggung atau merasa sakit hati atas hal-hal yang sepele. Dalam kehidupan sehari-hari, sangat mungkin kita akan menemui situasi di mana orang lain mengatakan atau melakukan sesuatu yang mungkin tidak sesuai dengan harapan kita. Dalam situasi seperti ini, mudah bagi kita untuk merasa tersinggung atau terluka. Namun, jika kita terus-menerus membawa perasaan terhadap segala hal yang kita hadapi, hal ini hanya akan menambah beban hidup kita.

Kehidupan semakin lama semakin berat. Tantangan yang kita hadapi semakin besar, dan sering kali kita dihadapkan pada situasi yang membuat kita harus memilih antara mempertahankan perasaan kita atau melepaskannya demi menjaga kesehatan mental dan spiritual. Dalam Islam, kita diajarkan untuk memiliki hati yang luas dan memaafkan orang lain. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh." (QS. Al-A’raf: 199)

Ayat ini mengajarkan kita untuk memiliki sikap pemaaf dan tidak mudah terbawa perasaan. Allah SWT menyuruh kita untuk mengabaikan orang-orang yang bertindak bodoh atau kasar, dan fokus pada kebaikan yang lebih besar.

Menjaga Fokus: Hidup untuk Allah, Bukan untuk Manusia

Sering kali, kita merasa sakit hati karena terlalu peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Kita berusaha keras untuk menyenangkan orang lain, meskipun hal itu mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang kita pegang. Namun, dalam Islam, kita diajarkan untuk hidup dengan tujuan yang lebih tinggi: mencari ridho Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.'" (QS. Al-An'am: 162)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa tujuan utama hidup kita bukanlah untuk menyenangkan manusia, tetapi untuk menyenangkan Allah SWT. Manusia adalah makhluk yang tidak sempurna; mereka memiliki kelemahan dan kekurangan. Jika kita terus-menerus mencoba menyenangkan semua orang, kita akan kelelahan dan kehilangan arah. Sebaliknya, jika kita fokus untuk menyenangkan Allah SWT, kita akan menemukan ketenangan dan kebahagiaan yang sejati.

Mencari Ridho Illahi di Tengah Kesulitan

Kehidupan ini penuh dengan ujian dan cobaan. Tidak semua yang kita inginkan akan tercapai, dan tidak semua orang akan menyukai kita atau setuju dengan apa yang kita lakukan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Allah SWT. Hanya dengan mencari ridho-Nya, kita dapat menghadapi berbagai tantangan hidup dengan hati yang ikhlas dan tenang.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (QS. At-Talaq: 2)

Ketika kita fokus untuk mencari ridho Allah SWT, kita akan diberikan jalan keluar dari berbagai kesulitan yang kita hadapi. Kita tidak perlu khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan atau katakan tentang kita. Yang terpenting adalah hubungan kita dengan Allah SWT, dan bagaimana kita menjalani hidup kita sesuai dengan ajaran-Nya.

Menguatkan Hati dan Menjaga Kesabaran

Salah satu kunci untuk tidak baperan dalam kehidupan adalah dengan menguatkan hati dan menjaga kesabaran. Dalam Islam, sabar adalah salah satu sifat yang sangat dihargai. Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Betapa menakjubkan keadaan seorang mukmin, segala keadaannya adalah baik baginya; jika dia mendapatkan kebaikan dia bersyukur, maka itu baik baginya; dan jika dia ditimpa kesulitan dia bersabar, maka itu juga baik baginya." (HR. Muslim)

Kesabaran adalah senjata yang ampuh untuk menghadapi berbagai kesulitan hidup. Dengan bersabar, kita dapat mengatasi perasaan-perasaan negatif seperti sakit hati atau tersinggung. Kita juga diajarkan untuk selalu bersyukur atas segala keadaan yang kita hadapi, karena setiap ujian yang datang adalah bagian dari rencana Allah SWT untuk menguji iman kita.

Menghadapi Kehidupan dengan Keteguhan Iman

Dalam hidup, kita tidak bisa menghindari konflik atau kritik dari orang lain. Namun, kita bisa memilih bagaimana kita meresponnya. Jika kita terlalu baperan, kita akan mudah terjatuh dan kehilangan semangat. Sebaliknya, jika kita menghadapi hidup dengan keteguhan iman dan fokus pada tujuan akhirat, kita akan mampu mengatasi segala tantangan dengan tenang dan bijaksana.

Ingatlah bahwa hidup ini adalah ujian, dan setiap ujian yang kita hadapi adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jangan habiskan energi kita untuk hal-hal yang tidak penting, seperti berusaha menyenangkan semua orang. Fokuslah pada apa yang benar-benar penting: mencari ridho Allah SWT.

Dalam dunia yang semakin keras ini, memiliki hati yang kuat dan pikiran yang fokus adalah kunci untuk bertahan dan meraih kebahagiaan yang sejati. Jangan baperan, jangan mudah tersinggung, dan jangan hidup hanya untuk menyenangkan orang lain. Sebaliknya, hiduplah untuk menyenangkan Allah SWT, dan carilah ridho-Nya dalam setiap langkah yang kita ambil.

Pada akhirnya, setiap langkah yang kita ambil akan menentukan arah kehidupan kita—mau dibawa ke mana hati dan pikiran ini dalam menghadapi kerasnya dunia? Apakah kita akan terus terbebani oleh perasaan dan opini orang lain, ataukah kita akan memilih jalan yang lebih bijak, yakni jalan yang diridhoi oleh Allah SWT? Semoga dalam setiap keputusan, kita senantiasa diberi petunjuk untuk tetap berada di jalan yang lurus, yang mengantarkan kita kepada kebahagiaan yang sejati, yaitu ridho Allah SWT.

Semoga Allah SWT senantiasa memberi kita kekuatan untuk menghadapi segala tantangan hidup dengan hati yang ikhlas dan sabar. Aamiin.


Catatan Mas Bojreng

#StayStrongInFaith #SeekAllahsApproval #DontBeEasilyOffended #FocusOnTheEternal #LiveForAllah #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Wednesday, August 28, 2024

Maaf....

Beberapa hari ini ada pikiran yang sangat mengganggu sekali, terutama ketika melihat sekeliling, sampai saya berkata "Kalau tidak salah maka janganlah takut. Orang takut itu karena menyadari kalau berbuat kesalahan dan takut akan konsekuensi yang dihadapi."

Namun, dalam kehidupan, kesalahan adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses belajar dan tumbuh. Oleh karena itu, tidak perlu merasa takut atau gentar saat menghadapi kesalahan, melainkan hadapilah dengan keberanian dan kejujuran.


Keberanian dalam mengakui kesalahan adalah tanda kebesaran hati. Dalam Islam, kejujuran merupakan nilai utama yang harus dijunjung tinggi, sebagaimana yang diajarkan oleh Umar ibn Khattab ra yang menekankan pentingnya berkata jujur walaupun terasa menyakitkan. Ketika kita berbuat salah, yang paling penting adalah memiliki keberanian untuk mengakuinya dan bertanggung jawab atas tindakan kita. Dengan demikian, kita tidak hanya menunjukkan integritas, tetapi juga membuka jalan untuk perbaikan diri yang lebih baik di masa depan.

Sebagaimana dalam Surat An-Nisa' ayat 135. Ayat ini mengajarkan tentang pentingnya bersikap adil, berkata jujur, dan tidak takut kepada manusia dalam menegakkan kebenaran.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Arti: "Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang-orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."

Tafsir: Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan orang-orang beriman untuk menegakkan keadilan tanpa memandang siapa pun, bahkan jika itu berarti harus melawan diri sendiri atau orang-orang terdekat. Ayat ini menegaskan pentingnya kejujuran dan integritas, serta keberanian untuk mengatakan yang benar, walaupun itu berat atau merugikan diri sendiri. Selain itu, ayat ini juga menekankan bahwa dalam menegakkan kebenaran, tidak boleh ada rasa takut terhadap manusia, karena hanya Allah yang patut ditakuti. Jika seseorang melakukan kesalahan, ia harus mengakuinya dengan jujur dan meminta maaf, karena Allah mengetahui segala sesuatu yang kita perbuat, dan kita akan dimintai pertanggungjawaban atas semua tindakan kita.

Keberanian dalam Menghadapi Kesalahan, Belajar dari Kejujuran dan Kesalahan

Manusia adalah makhluk yang tidak luput dari kesalahan. Dalam perjalanan hidup, kita tidak akan pernah bisa menghindari kesalahan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Namun, bagaimana kita merespons kesalahan tersebut adalah hal yang lebih penting daripada kesalahan itu sendiri. Tidak perlu takut atau gentar ketika melakukan kesalahan. Sebaliknya, hadapilah dengan keberanian, kejujuran, dan komitmen untuk tidak mengulanginya.

Kejujuran merupakan Pilar Utama dalam Menghadapi Kesalahan

Kejujuran adalah fondasi dalam setiap aspek kehidupan. Rasulullah SAW selalu menekankan pentingnya kejujuran, dan banyak sahabat beliau yang menjadikan nilai ini sebagai prinsip hidup. Salah satu sahabat yang paling dikenal karena keberaniannya dalam berkata jujur adalah Umar ibn Khattab ra. Beliau pernah berkata, "Jujurlah, walaupun kejujuran itu menyakitkan, karena itu lebih baik bagimu daripada berbohong untuk menghindari rasa sakit sesaat."

Ucapan ini mencerminkan bahwa kejujuran bukan hanya tentang tidak berbohong, tetapi juga tentang keberanian untuk menghadapi kebenaran, bahkan ketika kebenaran tersebut mungkin merugikan diri sendiri. Ketika kita melakukan kesalahan, yang paling penting adalah memiliki keberanian untuk mengakui kesalahan tersebut. Kejujuran dalam mengakui kesalahan akan membawa kita menuju perbaikan, sementara berbohong atau menutup-nutupi kesalahan hanya akan memperburuk situasi.

Meminta Maaf adalah Tanda Keberanian dan Kebesaran Hati

Meminta maaf seringkali dianggap sebagai tanda kelemahan, padahal sebenarnya, ini adalah tanda keberanian dan kebesaran hati. Ketika kita mengakui kesalahan dan meminta maaf, kita menunjukkan bahwa kita memiliki tanggung jawab atas tindakan kita. Islam mengajarkan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, dan setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Yang membedakan seseorang yang bijaksana adalah kemampuannya untuk mengakui kesalahan, belajar dari kesalahan tersebut, dan berusaha untuk tidak mengulanginya di masa depan.

Meminta maaf juga membuka pintu untuk perbaikan diri. Ketika kita jujur dalam meminta maaf, kita mengakui kelemahan kita dan berkomitmen untuk berubah menjadi lebih baik. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa orang yang berbuat kesalahan dan kemudian meminta maaf serta berusaha untuk memperbaiki diri adalah orang yang dicintai oleh Allah SWT. Ini menunjukkan betapa pentingnya sikap rendah hati dan keberanian dalam meminta maaf.

Belajar dari Kesalahan adalah Jalan Menuju Perbaikan

Kesalahan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi justru awal dari pembelajaran. Kesalahan memberikan kita kesempatan untuk mengevaluasi diri, memahami kelemahan kita, dan memperbaikinya. Seorang muslim yang baik tidak hanya mengakui kesalahannya, tetapi juga berusaha untuk tidak mengulanginya. Dalam hal ini, kesalahan berfungsi sebagai pelajaran berharga yang memandu kita menuju kehidupan yang lebih baik.

Namun, penting untuk diingat bahwa meskipun kesalahan adalah bagian dari kehidupan, ini tidak berarti bahwa kita boleh sembarangan melakukan kesalahan dengan asumsi bahwa kita bisa meminta maaf nanti. Sikap ini adalah bentuk kelalaian dan tidak bertanggung jawab. Seorang muslim harus selalu berusaha untuk menghindari kesalahan sebisa mungkin. Kita harus senantiasa berhati-hati dan berpikir sebelum bertindak, serta mempertimbangkan konsekuensi dari setiap tindakan kita.

Kesalahan Bukan untuk Dibiarkan

Sikap meremehkan kesalahan dengan berpikir bahwa kita bisa meminta maaf kemudian adalah sikap yang berbahaya. Ini menunjukkan kurangnya tanggung jawab dan niat yang tidak tulus. Rasulullah SAW selalu mengingatkan umatnya untuk takut kepada Allah SWT dan menjauhi perbuatan dosa, meskipun itu dosa kecil. Sebab, dosa kecil yang dilakukan berulang kali tanpa penyesalan dan tanpa upaya untuk memperbaikinya bisa menjadi besar di mata Allah.

Dalam Islam, taubat adalah jalan untuk kembali kepada Allah SWT setelah melakukan kesalahan. Namun, taubat yang diterima adalah taubat yang tulus, yang diiringi dengan niat kuat untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bersikap jujur kepada diri sendiri dan kepada Allah SWT. Ketika melakukan kesalahan, kita harus segera bertaubat dan berusaha untuk memperbaiki diri, bukan hanya karena takut kepada hukuman, tetapi karena kita mencintai Allah SWT dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya.

Berani, Jujur, dan Belajar dari Kesalahan

Dalam hidup, kita tidak akan pernah bisa menghindari kesalahan sepenuhnya. Namun, yang membedakan kita sebagai seorang muslim yang baik adalah bagaimana kita merespons kesalahan tersebut. Jangan takut untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf. Jadilah pribadi yang berani dan jujur, sebagaimana yang diajarkan oleh Umar ibn Khattab ra. Ketika kita jujur, kita membuka diri untuk perbaikan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Setiap kesalahan adalah pelajaran, dan setiap pelajaran membawa kita satu langkah lebih dekat menuju kesempurnaan. Namun, jangan pernah meremehkan kesalahan dengan berpikir bahwa kita bisa meminta maaf nanti. Ingatlah bahwa Allah SWT melihat setiap tindakan kita, dan kita akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatan kita di hari kiamat. Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam bertindak, belajarlah dari kesalahan, dan jadikan setiap hari sebagai kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Sebagai bahan perenungan, penting bagi kita untuk selalu ingat bahwa keberanian dan kejujuran dalam menghadapi kesalahan adalah langkah awal menuju perbaikan diri. Jangan biarkan rasa takut akan konsekuensi menghalangi kita dari mengakui kesalahan, karena di balik pengakuan itu terdapat kesempatan untuk belajar dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Ketahuilah bahwa Allah SWT selalu melihat setiap tindakan kita, dan setiap kesalahan yang kita perbaiki dengan niat tulus akan membawa kita lebih dekat kepada-Nya. Maka, marilah kita jadikan setiap kesalahan sebagai pelajaran, dan setiap hari sebagai kesempatan untuk menjadi lebih baik dalam pandangan Allah SWT.

Pengingat diri, panjang lebar dan tinggi, entah ada yang baca atau tidak hanya berusaha menuliskan dan menyampaikan satu hari satu ayat dalam Al Qur'an

Catatan Mas Bojreng

#Courage #Honesty #Accountability #LearningFromMistakes #IslamicValues #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Tuesday, August 27, 2024

Ketika niat bergeser menjadi rutinitas.. asal saja..

Pagi ini mendapat pengingat dari

Imam Al-Ghazali

"Ketika bekerja, janganlah tujuan utamamu hanya keuntungan materi, tetapi niatkanlah untuk memberikan manfaat bagi orang lain dan mendekatkan diri kepada Allah. Sesungguhnya pekerjaan yang dilakukan dengan hati yang ikhlas akan membawa berkah yang tak terduga."

Bekerja dengan Hati, Mencari Ridho Illahi dalam Setiap Langkah

Dalam kehidupan sehari-hari, pekerjaan sering kali menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rutinitas kita. Banyak orang bekerja dari pagi hingga petang, menjalani aktivitas harian mereka tanpa banyak merenungkan tujuan dan makna di balik setiap tindakan yang dilakukan. Pekerjaan menjadi sesuatu yang dilakukan karena kewajiban, untuk memenuhi kebutuhan materi atau sekadar untuk mendapatkan pengakuan sosial. Namun, penting untuk diingat bahwa pekerjaan bukan sekadar sarana untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tetapi juga bisa menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencari ridho-Nya.

Pekerjaan Bukan Sekadar Rutinitas

Buya Hamka pernah berkata, "Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja." Kutipan ini mengingatkan kita bahwa hidup dan bekerja bukan hanya tentang menjalani rutinitas tanpa tujuan. Manusia diberikan akal, hati, dan spiritualitas yang membedakan mereka dari makhluk lain. Oleh karena itu, bekerja harus memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar menyelesaikan tugas.


Banyak dari kita yang mungkin merasa terjebak dalam rutinitas harian, datang ke tempat kerja hanya karena merasa harus melakukannya, tanpa benar-benar memahami atau mencintai apa yang dikerjakan. Padahal, bekerja dengan asal-asalan tanpa niat yang jelas dan tujuan yang mulia, tidak akan membawa keberkahan dalam hidup. Pekerjaan yang dilakukan dengan hati yang ikhlas dan penuh cinta akan memberikan makna lebih dalam hidup kita.

Niatkan Bekerja Lillahi Ta'ala

Dalam Islam, niat adalah inti dari setiap tindakan. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya." Maka, ketika kita bekerja, niatkanlah untuk mencari ridho Allah SWT. Bekerjalah dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada orang lain, memperbaiki diri, dan mendekatkan diri kepada Allah. Ketika niat kita benar, setiap tindakan kita, sekecil apa pun, akan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.

Imam Al-Ghazali pernah berpesan, "Ketika bekerja, janganlah tujuan utamamu hanya keuntungan materi, tetapi niatkanlah untuk memberikan manfaat bagi orang lain dan mendekatkan diri kepada Allah. Sesungguhnya pekerjaan yang dilakukan dengan hati yang ikhlas akan membawa berkah yang tak terduga." Pesan ini mengingatkan kita bahwa bekerja bukan hanya tentang mencari keuntungan materi. Ketika kita bekerja dengan niat yang ikhlas, untuk membantu orang lain dan mencari ridho Allah, maka pekerjaan kita akan mendatangkan berkah yang luar biasa, baik di dunia maupun di akhirat.

Cintai Pekerjaanmu

Mencintai pekerjaan bukan berarti kita harus menyukai setiap aspek dari pekerjaan kita. Tidak ada pekerjaan yang sempurna dan selalu menyenangkan. Namun, mencintai pekerjaan berarti kita menerima dan menghargai pekerjaan kita sebagai bagian dari ibadah dan pengabdian kita kepada Allah. Ketika kita mencintai pekerjaan kita, kita akan lebih mudah menemukan makna dan tujuan dalam apa yang kita lakukan, sehingga kita bisa bekerja dengan sepenuh hati.


Meskipun pekerjaan kita mungkin tidak menjadikan kita orang yang kaya secara materi, namun pekerjaan tersebut bisa memberikan kita jalan hidup yang bermakna. Pekerjaan yang dilakukan dengan penuh cinta dan niat yang ikhlas akan memberikan kepuasan batin dan ketenangan jiwa, yang jauh lebih berharga daripada kekayaan materi. Dengan mencintai pekerjaan kita, kita juga akan lebih mudah untuk bersyukur atas apa yang kita miliki dan menghargai setiap usaha yang kita lakukan.

Menghindari Pekerjaan Asal-Asalan

Bekerja dengan asal-asalan, tanpa tujuan yang jelas dan tanpa pemahaman yang mendalam tentang apa yang kita lakukan, hanya akan membawa kerugian bagi diri kita sendiri dan orang lain. Pekerjaan yang dilakukan dengan asal-asalan cenderung tidak efektif, tidak memberikan hasil yang maksimal, dan sering kali menimbulkan masalah di kemudian hari. Lebih buruk lagi, pekerjaan yang dilakukan tanpa niat yang ikhlas dan tanpa mencari ridho Allah SWT, akan kehilangan nilai spiritualnya dan tidak akan mendatangkan berkah.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu memeriksa niat kita sebelum melakukan sesuatu. Apakah kita bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan duniawi, ataukah kita bekerja untuk mendapatkan ridho Allah dan memberikan manfaat bagi orang lain? Apakah kita benar-benar memahami apa yang kita kerjakan, ataukah kita hanya bekerja karena merasa harus melakukannya? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk direnungkan agar kita tidak terjebak dalam rutinitas yang kosong dan tidak bermakna.

Bekerja dengan Hati yang Ikhlas

Bekerja dengan hati yang ikhlas berarti kita melakukan pekerjaan kita dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan cinta. Kita memahami bahwa pekerjaan kita adalah bagian dari ibadah kita kepada Allah SWT, dan kita berusaha untuk melakukannya sebaik mungkin, bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Ketika kita bekerja dengan hati yang ikhlas, kita tidak hanya bekerja untuk menyelesaikan tugas, tetapi kita juga berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam setiap langkah kita.

Pekerjaan yang dilakukan dengan hati yang ikhlas akan membawa berkah yang tak terduga. Mungkin kita tidak akan langsung melihat hasilnya, tetapi kita akan merasakan kedamaian batin, kepuasan jiwa, dan kebahagiaan yang mendalam. Selain itu, pekerjaan yang dilakukan dengan niat yang baik dan ikhlas akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT, yang akan menjadi bekal kita di akhirat nanti.

Sebagaimana disebutkan dalam Surah At-Tawbah (9:105):
"Dan katakanlah (Muhammad), 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.'"

Ayat ini menggarisbawahi pentingnya bekerja dengan niat yang baik dan penuh kesadaran, karena Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman akan melihat dan menilai pekerjaan tersebut.

Janganlah jadikan hidup ini rutinitas belaka.

Dalam hidup ini, bekerja bukanlah sekadar rutinitas yang harus dijalani setiap hari. Bekerja adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, untuk memberikan manfaat bagi orang lain, dan untuk meraih keberkahan dalam hidup. Oleh karena itu, marilah kita bekerja dengan hati yang ikhlas, dengan niat untuk mencari ridho Allah, dan dengan cinta yang tulus terhadap apa yang kita lakukan. Dengan demikian, pekerjaan kita tidak hanya akan menjadi sumber penghidupan di dunia, tetapi juga akan menjadi bekal yang berharga di akhirat nanti. Ingatlah bahwa setiap tindakan kita akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, maka berusahalah untuk selalu bekerja dengan niat yang baik dan hati yang ikhlas.

Catatan Mas Bojreng

#WorkWithHeart #SeekAllahsPleasure #LoveYourWork #SincereIntentions #PurposefulLiving #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Monday, August 26, 2024

Menghadapi Keresahan dan Kegelisahan dalam Hidup

Ketika kegelisahan dan keresahan melanda di hati. Betapa malu saya ketika tiba tiba merasa ada yang hilang didalam hati, hati yang berlubang. Ketika air wudhu harus sering saya ambil, dan sujud harus saya lakukan lebih lama

Sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah SWT, tidak jarang kita dihadapkan pada berbagai perasaan resah dan gelisah mengenai kehidupan dunia. Mungkin kita sering kali bertanya-tanya mengapa usaha yang kita lakukan seolah tidak sebanding dengan apresiasi yang kita terima. Atau mungkin kita merasa khawatir tentang rezeki yang akan datang, takut akan masa depan yang belum pasti. Namun, sejatinya, kegelisahan ini adalah bagian dari ujian hidup yang diberikan oleh Allah SWT untuk menguji keimanan dan ketawakalan kita kepada-Nya.


Memahami Sumber Kegelisahan

Kegelisahan dan keresahan yang kita rasakan sering kali berakar dari kecenderungan kita untuk terlalu terfokus pada dunia dan segala pernak-perniknya. Dunia adalah tempat sementara yang penuh dengan ujian, dan salah satu ujian terberat adalah menjaga hati agar tetap tenang di tengah segala ketidakpastian yang ada.

Ketika kita terlalu mengandalkan diri sendiri atau orang lain dalam menghadapi persoalan hidup, kita mudah merasa cemas dan khawatir. Pikiran seperti "Apakah usaha saya akan dihargai?" atau "Apakah saya akan memiliki cukup rezeki untuk esok hari?" muncul karena kita lupa bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah milik Allah SWT dan berada dalam genggaman-Nya. Kita hanya makhluk kecil yang memiliki keterbatasan dalam memahami rencana besar-Nya.

Dalam Al-Quran, Allah SWT mengingatkan kita untuk tidak terlalu khawatir akan urusan dunia. Allah berfirman, "Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu." (QS. Adz-Dzariyat: 22). Ayat ini mengajarkan kita bahwa rezeki kita sudah ditentukan oleh Allah dan kita tidak perlu khawatir karena Allah adalah Maha Pemberi rezeki.

Berserah Diri kepada Allah SWT

Salah satu cara terbaik untuk mengatasi kegelisahan adalah dengan berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Berserah diri bukan berarti kita berhenti berusaha, namun setelah berikhtiar semaksimal mungkin, kita menyerahkan hasilnya kepada Allah. Kita yakin bahwa apapun hasil yang kita terima, itulah yang terbaik menurut-Nya.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, "Seandainya kalian benar-benar bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki; mereka pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang." (HR. Tirmidzi). Hadits ini mengajarkan kita untuk meneladani burung yang tetap berusaha mencari makan, namun tidak pernah khawatir akan apa yang akan ia temukan. Setelah melakukan usaha, burung tersebut berserah diri kepada Allah, yakin bahwa Allah tidak akan membiarkannya kelaparan.

Menjaga Niat dan Ikhlas dalam Berusaha

Kegelisahan tentang penghargaan atau apresiasi yang tidak sebanding dengan usaha kita dapat diatasi dengan meluruskan niat. Dalam Islam, niat adalah pondasi dari setiap amal. Jika niat kita benar-benar ikhlas karena Allah, maka tidak ada lagi kekhawatiran tentang apakah orang lain akan menghargai usaha kita atau tidak. Apresiasi manusia adalah sesuatu yang fana dan tidak sebanding dengan balasan dari Allah SWT di akhirat nanti.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 286, "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap ujian yang kita hadapi, termasuk perasaan kurang dihargai, adalah sesuatu yang mampu kita hadapi. Tugas kita adalah tetap menjaga niat lillahi ta’ala, melakukan yang terbaik, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.

Menghilangkan Kegelisahan dengan Iman dan Tawakal

Untuk menghilangkan kegelisahan yang ada di hati, kita harus memperkuat iman dan tawakkul kepada Allah SWT. Tawakkul bukan hanya pasrah, tetapi juga keyakinan penuh bahwa Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita, baik di dunia maupun di akhirat. Ketika hati kita dipenuhi dengan tawakal, tidak ada lagi ruang untuk kekhawatiran yang berlebihan tentang rezeki atau masa depan.

Kita harus selalu ingat bahwa rezeki, penghargaan, dan kesuksesan bukanlah tujuan akhir. Tujuan kita adalah mendapatkan ridha Allah SWT. Ketika kita sudah meluruskan niat, berusaha maksimal, dan bertawakal, maka hati kita akan menjadi tenang karena kita tahu bahwa Allah akan memberikan yang terbaik sesuai dengan kehendak-Nya.

Melakukan Refleksi dan Memperkuat Hubungan dengan Allah SWT

Salah satu cara untuk meredakan kegelisahan adalah dengan melakukan refleksi diri. Luangkan waktu untuk merenung, mengingat bahwa kita adalah makhluk kecil ciptaan Allah SWT yang Maha Kaya. Kita bisa beribadah lebih khusyuk, memperbanyak dzikir, istighfar, dan berdoa kepada Allah SWT agar diberi ketenangan hati.

Dalam QS. Ar-Ra’d: 28, Allah berfirman, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." Ayat ini mengingatkan kita bahwa ketenangan hati hanya bisa kita dapatkan dengan mendekatkan diri kepada Allah. Ketika hati kita sudah tenang, kegelisahan akan hilang dengan sendirinya.

Kegelisahan adalah ujian

Pada akhirnya, kegelisahan yang kita rasakan adalah bagian dari ujian hidup yang harus kita hadapi dengan iman dan tawakal. Dunia ini memang penuh dengan ketidakpastian, namun sebagai hamba Allah, kita harus yakin bahwa segala sesuatu sudah diatur dengan sempurna oleh-Nya. Tugas kita adalah berusaha sebaik mungkin dengan niat yang ikhlas, lalu berserah diri kepada Allah dengan sepenuh hati. Dengan demikian, Insya Allah, hati kita akan tenang dan segala kegelisahan akan lenyap.

Sebagai penutup, penting untuk diingat bahwa dunia ini hanyalah tempat singgah sementara, sedangkan akhirat adalah tujuan abadi kita. Kegelisahan dan keresahan yang kita rasakan terkait rezeki, penghargaan, dan masa depan sering kali terjadi karena kita terlalu fokus pada dunia yang fana ini. Padahal, yang seharusnya menjadi prioritas utama kita adalah mencari keridhaan Allah SWT dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat yang kekal. Dunia ini hanyalah ladang amal, tempat kita menanam benih kebaikan untuk menuai hasilnya di akhirat kelak.

Oleh karena itu, mari kita luruskan niat dan fokus pada tujuan hidup yang sejati. Carilah akhiratmu lebih dari dunia, karena di sanalah kebahagiaan abadi menanti. Ketika kita berusaha untuk meraih akhirat dengan sepenuh hati, dunia dan segala isinya akan mengikuti, insya Allah. Dengan mengingat bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, kita akan mampu mengatasi kegelisahan yang ada, dan dengan penuh ketawakalan, kita akan lebih siap menghadapi ujian-ujian kehidupan dengan tenang dan lapang dada.

Ingatlah bahwa segala keputusan yang kita ambil harus dipertimbangkan dengan matang karena setiap tindakan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Marilah kita berusaha sebaik mungkin di dunia ini, tetapi jangan lupa bahwa tujuan akhir kita adalah meraih ridha Allah SWT, bukan sekadar penghargaan atau rezeki yang sifatnya sementara.

Catatan Mas Bojreng

#TrustInAllah #FaithOverFear #Tawakkul #tawakal  #InnerPeace #IslamicGuidance #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng

Sunday, August 25, 2024

Seandainya.....seandainya.... Penyesalan?

Entah kenapa kadang merasa, seandainya saya.. seandainya dahulu.. seandainya.. seandainya.

Astagfirullah
hal adzim.
Betapa harus ambil ber wudhu dan bersujud mohon ampunan Mu ya Allah

Penyesalan dalam Keputusan

Dalam perjalanan hidup, tidak jarang kita dihadapkan pada keputusan-keputusan penting yang menentukan arah langkah kita selanjutnya. Namun, tak jarang pula kita merasa menyesal setelah mengambil sebuah keputusan, merenungkan, “Seandainya saja saya mengambil keputusan yang lain… seandainya…” Pikiran-pikiran ini bisa begitu mengganggu, menyelimuti hati dengan rasa ragu dan penyesalan. Namun, penting untuk diingat bahwa manusia hanya bisa berencana, tetapi rencana Allah SWT selalu lebih baik. Allah SWT adalah sebaik-baiknya perencana, dan apa yang terjadi dalam hidup kita adalah bagian dari takdir yang telah Dia tetapkan.

Keputusan dan Penyesalan

Penyesalan adalah bagian alami dari pengalaman manusia. Ketika kita membuat keputusan, kita melakukannya dengan pengetahuan dan kebijaksanaan yang kita miliki saat itu. Namun, kehidupan adalah perjalanan yang penuh dengan ketidakpastian, dan kita tidak pernah tahu dengan pasti apa yang akan terjadi di masa depan. Ketika hasil dari keputusan kita tidak sesuai dengan harapan, penyesalan sering kali muncul, mendorong kita untuk memikirkan berbagai kemungkinan lain yang bisa terjadi jika kita membuat pilihan yang berbeda.

Dalam Islam, penyesalan yang berlarut-larut dan meratapi keputusan yang telah diambil bukanlah sikap yang dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya sesuatu menimpamu, janganlah berkata, ‘Seandainya aku melakukan ini, tentu akan terjadi ini dan itu,’ tetapi katakanlah, ‘Qadarullah wa ma syaa fa’al (Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki, pasti terjadi),’ karena perkataan ‘seandainya’ membuka (pintu) perbuatan setan.” (HR. Muslim). Hadis ini mengingatkan kita untuk tidak terjebak dalam penyesalan dan khayalan “seandainya” yang hanya akan membawa kita pada kebingungan dan ketidakpuasan.

Percaya kepada Rencana Allah SWT

Sebagai seorang Muslim, kita diajarkan untuk percaya bahwa Allah SWT memiliki rencana yang sempurna untuk kita, meskipun kita tidak selalu dapat melihatnya dengan jelas. Ketika kita menghadapi kesulitan atau merasa menyesal atas keputusan yang kita buat, penting untuk mengingat bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendak Allah SWT. Dia mengetahui apa yang terbaik bagi kita, bahkan ketika kita tidak mampu memahaminya.

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 216, Allah SWT berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” Ayat ini mengajarkan kita untuk menerima takdir dengan penuh keyakinan, bahwa apa yang tampaknya buruk bagi kita mungkin saja membawa kebaikan yang belum kita ketahui. Allah SWT melihat gambaran yang lebih besar, sementara kita hanya melihat bagian kecil dari kehidupan kita.

Belajar dari Kesalahan

Meskipun demikian, penyesalan bukan berarti kita harus mengabaikan pelajaran yang bisa kita ambil dari kesalahan. Justru sebaliknya, kita harus belajar dari keputusan yang telah kita buat, baik yang berbuah manis maupun pahit. Menurut Islam, setiap kesalahan dan kegagalan adalah peluang untuk introspeksi dan perbaikan diri. Dalam hadits disebutkan, “Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah mereka yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi).

Mengambil pelajaran dari kesalahan, baik kesalahan diri sendiri maupun orang lain, adalah kunci untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa depan. Setiap kesalahan adalah batu loncatan menuju kesuksesan, asalkan kita mau belajar dan memperbaiki diri. Kesalahan adalah guru yang berharga jika kita mau mendengarkan pelajaran yang ia ajarkan.

Jangan Meratapi, Tetapi Berserah Diri kepada Allah SWT

Meratapi keputusan yang telah diambil atau hidup dalam penyesalan yang berlarut-larut hanya akan menguras energi dan mental kita. Islam mengajarkan kita untuk selalu berdoa, berikhtiar, dan berserah diri kepada Allah SWT (tawakal). Setelah kita berusaha semaksimal mungkin, hasilnya kita serahkan sepenuhnya kepada Allah SWT, karena Dialah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.

Dalam Surah At-Tawbah ayat 51, Allah SWT berfirman, “Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal.” Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak takut atau cemas tentang masa depan, karena semua yang terjadi telah diatur oleh Allah SWT dengan kebijaksanaan-Nya yang sempurna.

Tidak Mencemaskan Masa Depan yang Belum Pasti

Seringkali, kita terlalu khawatir tentang masa depan yang belum pasti, sehingga lupa untuk fokus pada saat ini. Islam mengajarkan kita untuk hidup dengan penuh kesadaran dan keyakinan bahwa masa depan ada di tangan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung yang keluar pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi). Hadis ini mengajarkan kita untuk menjalani hidup dengan penuh tawakkul, tanpa mencemaskan hal-hal yang berada di luar kendali kita.

Allah SWT adalah sebaik baiknya perencana

Menyesal atas keputusan yang telah diambil adalah hal yang wajar, namun jangan biarkan penyesalan itu menguasai hidup kita. Ingatlah bahwa manusia hanya berencana, tetapi rencana Allah SWT selalu lebih baik. Belajarlah dari kesalahan, baik kesalahan diri sendiri maupun orang lain, dan jadilah pribadi yang lebih baik di masa depan. Jangan meratapi masa lalu atau mencemaskan masa depan yang belum pasti. Sebaliknya, berdoa, berikhtiar, dan pasrahkan segalanya kepada Allah SWT, karena Dia adalah sebaik-baiknya perencana dan pelindung. Dengan keyakinan ini, insya Allah, kita akan mampu menghadapi hidup dengan penuh ketenangan dan kepercayaan diri.

Menjaga Pertanggungjawaban di Dunia dan Akhirat

Harus diingat bahwa setiap keputusan yang kita ambil tidak hanya berdampak pada kehidupan dunia kita, tetapi juga akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT di akhirat kelak. Dalam Islam, kita diajarkan bahwa setiap tindakan dan keputusan kita dicatat dan akan menjadi saksi bagi kita atau melawan kita pada Hari Pengadilan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu berpikir matang sebelum membuat keputusan, memastikan bahwa niat dan tindakan kita selaras dengan ajaran Islam dan ridha Allah SWT.

Berhati-hatilah dan pikirkan baik-baik setiap keputusan yang akan diambil. Tidak hanya mempertimbangkan konsekuensi duniawi, tetapi juga bagaimana keputusan itu akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Dengan merenungkan dampak jangka panjang dan mengutamakan nilai-nilai Islami dalam setiap langkah, insya Allah, kita dapat menjalani hidup yang lebih bermakna dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta meraih kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.

Catatan Mas Bojreng

#TrustInAllah #NoRegrets #LearnFromMistakes #Tawakkul #tawakal #DivinePlan #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Saturday, August 24, 2024

Ketika ada kehampaan di hati

Ketika ada kehampaan di hati, ketika ada kegelisahan yang tidak bisa diungkapkan. Entah kenapa ada rasa yang tidak bisa diungkap dan diutarakan, tiba tiba ada kata kata yang lewat.

Never lose tawakkul.

Your time will come.
Your prayers will be answered.
You'l be where you want to be.
Just don't lose Allah.
Enjoy the life Allah gave you.
Appreciate your blessings.
Allah hears your prayers and knows your needs.
Everything will come to you in due time.

Janganlah kamu menanggung kebingungan dunia, karena itu urusan Allah,
Janganlah kamu menanggung kebingungan rezeki, karena rezeki itu dari Allah,
Janganlah kamu menanggung kebingungan masa depan, karena itu kekuasaan Allah
Yang harus kamu tanggung-adalah satu kebingungan, Yaitu bagaimana Allah Ridho kepadamu.

Menjaga Tawakkul dan Fokus pada Keridhaan Allah

Dalam kehidupan ini, manusia sering kali terbebani oleh berbagai macam kekhawatiran. Kita khawatir tentang masa depan, rezeki, dan berbagai permasalahan duniawi yang terasa berat. Namun, sebagai seorang Muslim, penting bagi kita untuk selalu mengingat bahwa segala sesuatu di dunia ini berada di bawah kekuasaan Allah SWT. Kita tidak perlu menanggung beban yang seharusnya menjadi urusan Allah. Sebaliknya, yang harus kita pikirkan adalah bagaimana mendapatkan ridha Allah SWT dalam setiap langkah hidup kita.

Jangan Menanggung Kebingungan Dunia

Dunia ini penuh dengan tantangan dan ujian. Terkadang, kita merasa kebingungan menghadapi berbagai persoalan yang datang silih berganti. Namun, perlu diingat bahwa kebingungan ini bukanlah beban yang seharusnya kita pikul. Dunia ini adalah ladang ujian, dan setiap ujian yang kita hadapi sejatinya adalah bagian dari rencana Allah SWT. Mengapa kita harus khawatir tentang sesuatu yang bukan menjadi tugas kita? Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya Aku telah menciptakan jin dan manusia hanyalah untuk beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa tujuan utama kita hidup di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah. Fokuslah pada ibadah, dan serahkan kebingungan dunia kepada-Nya. Dia yang menciptakan dunia ini, dan Dia pula yang mengatur segalanya.

Jangan Menanggung Kebingungan Rezeki

Kekhawatiran tentang rezeki sering kali menghantui pikiran manusia. Kita bekerja keras, berusaha mencari nafkah, tetapi terkadang hasilnya tidak sesuai harapan. Rezeki terasa sulit, dan kita mulai merasa cemas tentang masa depan finansial kita. Namun, kita harus selalu ingat bahwa rezeki adalah urusan Allah SWT. Dia yang memberikan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, dan Dia pula yang menentukan jumlahnya. Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya roh suci (Jibril) membisikkan ke dalam hatiku bahwa jiwa tidak akan mati sehingga telah disempurnakan rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah dan berusahalah dalam mencari rezeki yang baik."

Hadis ini mengajarkan kita untuk selalu bertawakkul kepada Allah dalam mencari rezeki. Jangan sampai kekhawatiran tentang rezeki mengganggu ketenangan hati kita. Allah telah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya, maka yang perlu kita lakukan adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.

Jangan Menanggung Kebingungan Masa Depan

Masa depan sering kali menjadi sumber kecemasan yang besar. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari, minggu depan, atau tahun depan. Ketidakpastian ini sering membuat kita merasa cemas dan gelisah. Namun, kita harus ingat bahwa masa depan adalah dalam genggaman Allah SWT. Dia yang Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk apa yang akan terjadi di masa depan. Allah SWT berfirman:

"Katakanlah: 'Tidak ada yang bisa menimpa kami selain dari apa yang telah Allah tetapkan bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.'" (QS. At-Taubah: 51)

Ayat ini mengingatkan kita untuk menyerahkan masa depan kepada Allah SWT. Jangan biarkan kekhawatiran tentang masa depan menghalangi kita dari beribadah kepada-Nya. Fokuslah pada apa yang bisa kita lakukan saat ini, dan serahkan masa depan kepada Allah.

Kebingungan yang Seharusnya Kita Pikul

Dalam hidup ini, hanya ada satu kebingungan yang seharusnya menjadi perhatian kita, yaitu bagaimana mendapatkan ridha Allah SWT. Segala amal yang kita lakukan, baik ibadah maupun aktivitas sehari-hari, seharusnya kita niatkan untuk mencari ridha-Nya. Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang ia niatkan."

Niat yang tulus dalam mencari ridha Allah adalah kunci utama dalam kehidupan seorang Muslim. Dengan niat yang benar, kita akan selalu berada di jalan yang benar, dan Allah akan memberkahi setiap langkah yang kita ambil.

Pentingnya Menjaga Tawakal

Tawakal adalah sikap menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT setelah kita berusaha sebaik mungkin. Tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan mengakui bahwa setelah segala usaha yang kita lakukan, hasil akhirnya ada di tangan Allah. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu bertawakal kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan. Beliau bersabda:

"Jika kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung yang diberi rezeki. Dia pergi pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."

Hadis ini mengajarkan kita untuk selalu percaya bahwa Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya. Kita harus yakin bahwa setiap doa yang kita panjatkan akan didengar oleh Allah dan setiap usaha yang kita lakukan akan mendapatkan balasan yang setimpal dari-Nya.

Mensyukuri Nikmat dan Menikmati Hidup

Selain menjaga tawakal, kita juga harus belajar untuk mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Sering kali, kita terlalu fokus pada apa yang belum kita miliki, sehingga lupa mensyukuri apa yang sudah ada. Padahal, syukur adalah kunci kebahagiaan dan keberkahan hidup. Allah SWT berfirman:

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.'" (QS. Ibrahim: 7)

Mensyukuri nikmat adalah bentuk pengakuan bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah pemberian Allah. Dengan bersyukur, kita akan lebih mampu menikmati hidup dan melihat sisi positif dari setiap keadaan.

Percayalah, Waktu Anda Akan Tiba

Pada akhirnya, setiap doa yang kita panjatkan, setiap usaha yang kita lakukan, akan mendapatkan balasan dari Allah SWT pada waktu yang tepat. Jangan pernah kehilangan tawakkul, karena Allah Maha Mendengar doa-doa kita dan Maha Mengetahui kebutuhan kita. Waktu kita akan tiba, dan pada saat itu, kita akan menyadari bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari rencana-Nya yang sempurna.

Sebagai penutup, marilah kita selalu menjaga tawakal, mensyukuri nikmat, dan fokus pada mendapatkan ridha Allah SWT. Semoga kita selalu berada di jalan yang benar dan mendapatkan keberkahan dalam setiap langkah hidup kita. Aamiin.

Catatan Mas Bojreng

#TrustInAllah #Tawakkul #Gratitude #FocusOnAllah #DivineTiming #tawakal #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Titip Hati pada Allah

Sebagian hati kutinggal di sana, di sisi ranjang dan napas renta. Tak terucap kata, hanya diam yang bercerita, tapi ada kewajiban yang ta...