Friday, May 31, 2024

Ojo Kagetan, Ojo Gumunan, lan Ojo Dumeh

Ojo Kagetan, Ojo Gumunan, lan Ojo Dumeh

Beberapa hari ini, entah kenapa kok teringat akan filosofi ini. Membuat saya pengen mencoba untuk menuliskannya.


Filosofi hidup orang Jawa sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal yang mengajarkan cara pandang dan sikap dalam menjalani kehidupan. Di antara banyak ajaran tersebut, ada tiga yang sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu "Ojo Kagetan," "Ojo Gumunan," dan "Ojo Dumeh." Masing-masing ajaran ini memberikan panduan untuk bersikap bijak dan menjaga keseimbangan dalam menghadapi berbagai situasi. Dalam tulisan ini, kita akan membahas makna dari ketiga ajaran tersebut, pandangan Islam terhadap nilai-nilai ini, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, pekerjaan, dan hubungan antar sesama.

Ojo Kagetan: Jangan Mudah Terkejut

"Ojo Kagetan" secara harfiah berarti "jangan mudah terkejut." Ajaran ini mengajarkan kita untuk tidak mudah kaget atau panik dalam menghadapi perubahan atau situasi baru. Dalam konteks modern, kehidupan penuh dengan dinamika yang sering kali tidak terduga, seperti perubahan teknologi, kebijakan, atau bahkan peristiwa tak terduga dalam kehidupan pribadi. Dengan menerapkan prinsip "Ojo Kagetan," kita diajak untuk tetap tenang, beradaptasi dengan perubahan, dan mencari solusi tanpa terburu-buru atau emosional.

Dalam Islam, sikap tenang dan tidak panik juga sangat dianjurkan. Al-Qur'an mengajarkan umatnya untuk selalu bertawakal kepada Allah dalam segala situasi. Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 286 menyebutkan, "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." Artinya, setiap ujian dan perubahan yang kita hadapi sudah diatur sesuai dengan kemampuan kita. Dengan demikian, sikap "Ojo Kagetan" sangat selaras dengan prinsip tawakal dalam Islam.

Ojo Gumunan: Jangan Mudah Kagum

"Ojo Gumunan" berarti "jangan mudah kagum." Filosofi ini mengingatkan kita untuk tidak mudah terpesona atau terkesima dengan sesuatu yang baru atau menarik. Hal ini penting agar kita tetap kritis dan bijak dalam menilai sesuatu. Di era digital ini, kita sering kali disajikan dengan berbagai informasi dan tren yang menarik, baik di media sosial maupun di lingkungan sekitar. Dengan mengamalkan "Ojo Gumunan," kita diajak untuk tidak cepat percaya atau terbawa arus tanpa mempertimbangkan dengan matang.

Dalam pandangan Islam, sikap kritis dan tidak mudah terpesona juga ditekankan. Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk selalu menggunakan akal dan mempertimbangkan segala sesuatu dengan baik. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam." Ajaran ini menggarisbawahi pentingnya berpikir sebelum bertindak atau berucap, sehingga kita tidak mudah terbawa oleh hal-hal yang bersifat sementara atau menipu.

Ojo Dumeh: Jangan Sombong

"Ojo Dumeh" berarti "jangan sombong" atau "jangan merasa lebih." Ajaran ini menekankan pentingnya rendah hati dan tidak merasa lebih hebat atau lebih baik dari orang lain. Kesombongan sering kali menjadi sumber konflik dan ketidak harmonisan dalam hubungan sosial. Dengan menerapkan prinsip "Ojo Dumeh," kita diajak untuk selalu menghargai orang lain, tidak merendahkan, dan senantiasa bersikap rendah hati.

Dalam Islam, kesombongan adalah salah satu sifat yang sangat dibenci oleh Allah. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, "Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan." Sikap rendah hati dan menghargai orang lain adalah bagian penting dari akhlak seorang Muslim. Oleh karena itu, "Ojo Dumeh" sangat sejalan dengan ajaran Islam tentang pentingnya menjaga hati dari sifat sombong dan merasa lebih dari orang lain.

Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam Kehidupan Pribadi

• Ojo Kagetan: Dalam menghadapi masalah pribadi seperti kehilangan pekerjaan atau masalah kesehatan, tetap tenang dan mencari solusi adalah kunci. Dengan tidak panik, kita bisa berpikir jernih dan menemukan jalan keluar yang terbaik.

• Ojo Gumunan: Ketika melihat orang lain sukses atau memiliki sesuatu yang baru, jangan langsung iri atau terpesona. Sebaliknya, kita bisa mengambil pelajaran dari mereka dan berusaha untuk mencapai kesuksesan dengan cara kita sendiri.

• Ojo Dumeh: Selalu rendah hati dalam bergaul dengan keluarga, teman, dan tetangga. Jangan merasa lebih baik hanya karena memiliki kelebihan materi atau pencapaian tertentu. Hargai setiap orang dengan segala keunikan mereka.

Dalam Dunia Pekerjaan

• Ojo Kagetan: Di lingkungan kerja, perubahan sering kali terjadi, seperti perombakan tim atau perubahan target perusahaan. Dengan sikap yang tenang dan tidak mudah kaget, kita bisa beradaptasi lebih baik dan tetap produktif.

• Ojo Gumunan: Jangan mudah terpesona dengan tawaran pekerjaan baru atau tren di industri tanpa mempertimbangkan baik buruknya. Selalu lakukan analisis mendalam sebelum membuat keputusan penting.

• Ojo Dumeh: Hindari sikap merasa lebih pintar atau lebih kompeten dari rekan kerja. Sikap rendah hati dan kerjasama tim akan membawa suasana kerja yang lebih harmonis dan produktif.

Dalam Hubungan Antar Sesama

• Ojo Kagetan: Dalam interaksi sosial, kita sering kali menghadapi perbedaan pendapat atau konflik. Dengan tidak mudah terkejut atau emosional, kita bisa menyelesaikan konflik dengan lebih bijak.

• Ojo Gumunan: Jangan mudah terpesona dengan orang yang baru dikenal hanya karena penampilan atau pencapaian mereka. Kenali mereka dengan lebih dalam sebelum memberikan penilaian.

• Ojo Dumeh: Selalu hargai orang lain tanpa memandang status sosial atau latar belakang. Sikap rendah hati akan membuat kita lebih dihormati dan dicintai dalam komunitas kita.

Ajaran "Ojo Kagetan," "Ojo Gumunan," dan "Ojo Dumeh" memberikan panduan berharga dalam menjalani kehidupan dengan lebih bijak dan seimbang. Ketiga ajaran ini sangat relevan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pribadi, pekerjaan, hingga hubungan sosial. Dalam pandangan Islam, nilai-nilai ini juga sangat selaras dengan prinsip-prinsip dasar seperti tawakal, berpikir kritis, dan rendah hati. Dengan mengamalkan ajaran-ajaran ini, kita dapat menciptakan kehidupan yang lebih harmonis, produktif, dan bermakna.

Catatan dan pengingat diri Mas Bojreng pagi ini

#KearifanLokal #FilosofiJawa #OjoKagetan #OjoGumunan #OjoDumeh #NilaiHidup #BijakDalamHidup #KehidupanSehariHari #HikmahJawa #PandanganIslam #Kebijaksanaan #HidupRukun #RendahHati #SikapBijak #muslim #moslem #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Thursday, May 30, 2024

"Ketakutan yang Penuh Harap: Menjaga Nikmat Ibadah dalam Dekapan Allah"

Perjalanan Spiritual dalam Pemahaman Sholat: Dari Rasa Takut Menuju Kesadaran Nikmat



Dalam perjalanan spiritual seorang muslim, pemahaman tentang ibadah, khususnya sholat, sering kali mengalami transformasi. Awalnya, banyak di antara kita yang memulai ibadah dengan motivasi ketakutan akan hukuman. Namun seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kedewasaan spiritual, pemahaman ini bisa berubah menjadi kesadaran akan nikmat yang terkandung dalam sholat itu sendiri. Tulisan ini akan mengeksplorasi perjalanan tersebut, menyoroti pandangan Islam tentang ibadah, serta bagaimana pemahaman yang lebih mendalam dapat mengubah cara kita memandang sholat.

Rasa Takut Sebagai Motivasi Awal

Banyak muslim yang memulai ibadah sholat dengan rasa takut. Ketakutan ini bisa berasal dari pengajaran agama yang menekankan pada hukuman bagi yang meninggalkan sholat. Dalam Al-Quran dan Hadis, terdapat banyak ayat dan riwayat yang mengingatkan umat tentang konsekuensi meninggalkan sholat. Sebagai contoh, dalam surat Maryam ayat 59, Allah berfirman:

"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan." (QS. Maryam: 59)

Ayat ini sering kali dijadikan landasan untuk menekankan pentingnya sholat dan mengingatkan akan hukuman bagi yang meninggalkannya. Pengajaran ini memang penting sebagai langkah awal untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan kedisiplinan dalam beribadah.

Perubahan Paradigma: Dari Hukuman Menuju Kesadaran Nikmat

Seiring berjalannya waktu, pemahaman seorang muslim bisa mengalami evolusi. Ketika seseorang semakin mendalami ajaran Islam dan memahami makna yang lebih dalam dari sholat, ketakutan akan hukuman mungkin mulai digantikan dengan kesadaran akan nikmat yang terkandung dalam sholat itu sendiri.

Dalam pandangan Islam, sholat bukan sekadar kewajiban yang harus ditunaikan untuk menghindari hukuman. Sholat adalah sarana komunikasi langsung dengan Allah, sebuah kesempatan untuk menyucikan diri, meminta ampunan, dan memohon petunjuk. Rasulullah SAW bersabda:

"Sholat adalah tiang agama, barangsiapa mendirikannya maka dia menegakkan agama dan barangsiapa meninggalkannya maka dia meruntuhkan agama." (HR. Bukhari)

Dari sini, kita dapat melihat bahwa sholat memiliki peran yang sangat sentral dalam kehidupan seorang muslim. Ketika sholat dilakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, ia menjadi sumber kekuatan spiritual yang besar. Sholat dapat memberikan ketenangan jiwa, memperkuat keimanan, dan menjadi perisai dari godaan duniawi.

Nikmat dalam Sholat

Kesadaran akan nikmat dalam sholat datang dari pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan dan manfaat ibadah ini. Beberapa nikmat yang dapat dirasakan oleh seorang muslim yang memahami sholat dengan baik antara lain:

• Ketenangan Jiwa dan Pikiran: Sholat lima waktu yang dilakukan dengan khusyu' dapat memberikan ketenangan batin. Saat sujud, seorang hamba merasakan kedekatan yang luar biasa dengan Allah, yang mampu meredakan kegelisahan dan kekhawatiran duniawi.

• Pembentukan Karakter: Sholat mengajarkan disiplin, ketundukan, dan kesabaran. Dengan sholat, seorang muslim belajar untuk menundukkan hawa nafsu dan mengutamakan hubungan dengan Sang Pencipta.

• Penguatan Keimanan: Sholat adalah pengingat konstan akan keberadaan Allah dan ketergantungan kita kepada-Nya. Dengan rutin melaksanakan sholat, iman seseorang akan semakin kokoh dan terhindar dari berbagai godaan yang dapat melemahkan keyakinannya.

• Kesempatan Bertobat dan Memohon Ampunan: Setiap sholat adalah kesempatan untuk meminta ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Hal ini memberikan rasa lega dan harapan baru untuk terus memperbaiki diri.

Jangan Hilangkan Nikmat dalam Sholat

Dengan menyadari betapa besar nikmat yang terkandung dalam sholat, seorang muslim akan berusaha untuk tidak meninggalkan ibadah ini. Doa yang memohon agar Allah tidak menghilangkan nikmat dalam sholat menjadi sangat relevan. Ini mencerminkan keinginan untuk selalu merasakan kebahagiaan dan kedamaian yang datang dari hubungan yang dekat dengan Allah.

Dalam Al-Quran, Allah berfirman:

"Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar." (QS. Al-Ankabut: 45)

Ayat ini menegaskan bahwa sholat tidak hanya bermanfaat untuk kehidupan akhirat, tetapi juga memberikan dampak positif bagi kehidupan di dunia. Dengan menjaga sholat, seorang muslim akan dijauhkan dari perbuatan buruk dan lebih mudah untuk menjalani hidup sesuai dengan ajaran Islam.

Perjalanan spiritual seorang muslim sering kali dimulai dengan motivasi ketakutan akan hukuman, namun seiring berjalannya waktu dan pemahaman yang semakin mendalam, motivasi tersebut berubah menjadi kesadaran akan nikmat yang terkandung dalam sholat. Sholat bukan hanya kewajiban yang harus ditunaikan, tetapi juga sumber ketenangan jiwa, penguatan karakter, dan pengingat akan keberadaan Allah.

Dalam kehidupan seorang Muslim, ibadah adalah inti dari eksistensi spiritual. Sholat, puasa, zakat, dan berbagai bentuk ibadah lainnya tidak hanya merupakan kewajiban, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan merasakan ketenangan jiwa. Namun, ada ketakutan mendalam yang sering menghantui hati seorang mukmin: ketakutan akan kehilangan nikmat dalam beribadah. Tulisan ini akan mengeksplorasi pandangan Islam mengenai pentingnya nikmat dalam beribadah dan bagaimana menjaga agar nikmat tersebut tidak hilang dari kehidupan kita.

Ibadah sebagai Nikmat

Nikmat adalah segala sesuatu yang memberikan kebahagiaan, kepuasan, dan manfaat dalam kehidupan kita. Dalam konteks ibadah, nikmat bisa berarti rasa khusyuk, ketenangan, dan kepuasan yang kita rasakan ketika menjalankan kewajiban kita kepada Allah. Merasakan nikmat dalam beribadah adalah tanda bahwa hati kita masih terhubung erat dengan Sang Pencipta. Al-Quran mengingatkan kita tentang pentingnya nikmat ini dalam berbagai ayat, seperti dalam Surat An-Nahl ayat 18:

"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl: 18)

Takut Kehilangan Nikmat Ibadah

Ketakutan akan kehilangan nikmat beribadah adalah hal yang wajar dan bahkan dianjurkan dalam Islam. Ini menunjukkan kepekaan hati seorang mukmin terhadap hubungannya dengan Allah. Jika kita kehilangan nikmat ini, ibadah kita bisa menjadi rutinitas kosong yang tidak memberikan dampak spiritual. Dalam Islam, ada banyak peringatan tentang bahaya hati yang keras dan jauh dari Allah. Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (pahala) seorang mukmin pada hari kiamat selain akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah membenci orang yang berkata keji dan kotor." (HR. Tirmidzi)

Hadis ini mengingatkan kita bahwa selain ibadah fisik, kondisi hati dan akhlak kita sangat penting. Kehilangan nikmat beribadah bisa berujung pada kekeringan spiritual dan perilaku yang buruk.

Penyebab Hilangnya Nikmat Ibadah

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan hilangnya nikmat dalam beribadah. Berikut beberapa di antaranya:

• Lalai dalam Menjaga Keikhlasan: Ibadah yang dilakukan tanpa keikhlasan tidak akan memberikan ketenangan dan kebahagiaan. Allah hanya menerima ibadah yang dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena-Nya.

• Terlalu Fokus pada Hal Duniawi: Jika hati kita terlalu terikat pada hal-hal duniawi, kita bisa kehilangan rasa nikmat dalam beribadah. Allah mengingatkan dalam Al-Quran bahwa kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu (QS. Al-Hadid: 20).

• Dosa dan Maksiat: Melakukan dosa dan maksiat bisa menghalangi hati kita dari merasakan nikmat beribadah. Dosa-dosa ini menutupi hati dan membuatnya keras.

Cara Menjaga Nikmat Ibadah

Untuk menjaga agar nikmat dalam beribadah tidak hilang, ada beberapa langkah yang bisa diambil:

• Memperbarui Niat: Selalu memperbarui niat sebelum beribadah sangat penting. Mengingatkan diri bahwa ibadah dilakukan semata-mata untuk Allah akan membantu menjaga keikhlasan.

• Meningkatkan Kualitas Sholat: Berusaha untuk sholat dengan khusyuk, memahami makna bacaan sholat, dan meresapi setiap gerakan bisa membantu kita merasakan kehadiran Allah.

• Meningkatkan Amal Saleh: Melakukan amal saleh lainnya seperti sedekah, berbuat baik kepada sesama, dan menjaga akhlak mulia dapat meningkatkan kualitas ibadah kita secara keseluruhan.

• Bertaubat dan Memohon Ampunan: Selalu bertaubat dan memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Allah Maha Pengampun dan akan membersihkan hati kita jika kita sungguh-sungguh bertaubat.

• Mendekatkan Diri dengan Al-Quran: Membaca dan memahami Al-Quran akan membawa kita lebih dekat kepada Allah dan membantu menjaga hati kita agar tetap lembut.

Nikmat dalam beribadah adalah salah satu anugerah terbesar yang bisa dirasakan oleh seorang mukmin. Rasa takut kehilangan nikmat ini menunjukkan kesadaran spiritual yang tinggi dan keinginan untuk selalu dekat dengan Allah. Dengan menjaga keikhlasan, meningkatkan kualitas ibadah, melakukan amal saleh, bertaubat, dan mendekatkan diri dengan Al-Quran, kita dapat menjaga agar nikmat dalam beribadah tetap hadir dalam kehidupan kita.

Dengan memohon kepada Allah agar nikmat dalam sholat dan ibadah tidak dihilangkan, seorang muslim menunjukkan kesadaran bahwa kebahagiaan sejati datang dari hubungan yang dekat dengan Sang Pencipta. Melalui sholat, kita dapat merasakan kedamaian yang tidak bisa didapatkan dari hal lain di dunia ini. Oleh karena itu, menjaga sholat dengan penuh kesadaran dan keikhlasan adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan spiritual yang sejati.

Doa agar Allah tidak menghilangkan nikmat beribadah dari kita adalah doa yang sangat relevan dan penting. Ini mencerminkan keinginan mendalam untuk terus merasakan kedamaian dan kebahagiaan yang datang dari hubungan yang dekat dengan Allah. Semoga kita semua selalu diberikan nikmat dalam beribadah dan dijauhkan dari kekeringan spiritual. Amin.

Catatan dan pengingat diri Mas Bojreng



#NikmatIbadah #DekatDenganAllah #KhusyukDalamSholat #KetenanganJiwa #KeikhlasanIbadah #RasaTakutYangIndah #JalanSpiritual #HidayahAllah #KebahagiaanSejati #HatiYangLembut #CahayaKeimanan #TaubatNasuha #AmalSaleh #KualitasSholat #KedekatanSpiritual #MendekatKepadaAllah #HilangnyaNikmatIbadah #DuniaYangMenipu #PentingnyaNiat #KebahagiaanSpiritual
#sholat #ibadah #pray #moslem #muslim #fear #ikhlas #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng



Wednesday, May 29, 2024

Kepakkan lah sayapmu...

Kenapa memilih kuliah ini dik? Sering ketika ketemu mahasiswa saya bertanya itu, dan sering sekali dapat jawaban, karena disuruh orang tua.

Bukan karena keinginanmu? Bukan .. sebenarnya saya ingin yang lain, tapi orang tua memaksa saya untuk memilih kuliah ini dok.

Entah kenapa saya teringat puisi On Children karya Kahlil Gibran.

On Children
Kahlil Gibran

And a woman who held a babe against her bosom said, Speak to us of Children.
     And he said:
     Your children are not your children.
     They are the sons and daughters of Life’s longing for itself.
     They come through you but not from you,
     And though they are with you yet they belong not to you.

     You may give them your love but not your thoughts,
     For they have their own thoughts.
     You may house their bodies but not their souls,
     For their souls dwell in the house of tomorrow, which you cannot visit, not even in your dreams.
     You may strive to be like them, but seek not to make them like you.
     For life goes not backward nor tarries with yesterday.
     You are the bows from which your children as living arrows are sent forth.
     The archer sees the mark upon the path of the infinite, and He bends you with His might that His arrows may go swift and far.
     Let your bending in the archer’s hand be for gladness;
     For even as He loves the arrow that flies, so He loves also the bow that is stable.

Hal tersebut membuat saya pengen menuliskan pendapat saya. Mungkin saja ada yang tidak setuju ya monggo saja... ini adalah pandangan saya akan hal ini.
Saya menulis panjang ini juga tidak yakin ada yang baca atau tidak hihi hanya pengen menuliskan apa yang saya pikirkan.

Puisi "On Children" karya Kahlil Gibran mengandung pemikiran yang mendalam mengenai hubungan antara anak dan orang tua. Puisi ini tidak hanya memberikan pandangan filosofis yang mendalam tetapi juga mengandung kebijaksanaan universal yang relevan sepanjang masa. Dalam tulisan ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana Gibran menggambarkan hubungan ini dan mengapa pandangannya begitu berharga dalam konteks modern.

Anak adalah Kehidupan yang Independen

Gibran membuka puisinya dengan pernyataan bahwa anak-anak tidaklah milik orang tua mereka. "Your children are not your children," tulisnya. Pernyataan ini mengejutkan, tetapi sangat kuat. Gibran menekankan bahwa meskipun anak-anak lahir melalui orang tua, mereka bukanlah properti yang bisa dimiliki. Mereka adalah individu yang unik dengan kehidupan mereka sendiri. Pemikiran ini mengajak para orang tua untuk melihat anak-anak mereka sebagai entitas yang mandiri dan tidak menganggap mereka sebagai perpanjangan dari diri mereka sendiri.

Dalam konteks hubungan orang tua dan anak, konsep ini sangat penting. Banyak orang tua yang cenderung memproyeksikan impian dan harapan mereka ke dalam kehidupan anak-anak mereka. Hal ini sering kali membawa tekanan yang tidak perlu dan bisa menghambat perkembangan pribadi anak. Gibran menekankan pentingnya memberikan ruang bagi anak untuk menemukan jati diri mereka sendiri dan mengejar tujuan hidup mereka sendiri.

Peran Orang Tua sebagai Penunjuk Jalan

Gibran melanjutkan dengan mengatakan bahwa orang tua adalah "busur" dan anak-anak adalah "anak panah yang hidup". Dalam metafora ini, orang tua memiliki peran penting sebagai penunjuk jalan, memberikan arah dan dorongan, tetapi pada akhirnya, anak-anak harus menempuh perjalanan mereka sendiri. Busur menembakkan anak panah, memberikan energi dan arah, tetapi begitu anak panah dilepaskan, ia akan melaju di jalannya sendiri.

Metafora ini menggambarkan peran orang tua sebagai pendukung dan pembimbing. Orang tua harus memberikan fondasi yang kuat dan nilai-nilai yang baik, namun pada saat yang sama, mereka harus siap melepaskan anak-anak mereka untuk mengeksplorasi dunia dan menemukan tempat mereka sendiri di dalamnya. Ini adalah keseimbangan yang sulit tetapi sangat penting dalam hubungan orang tua dan anak.

Anak sebagai Manifestasi dari Kehidupan

Gibran juga menyatakan bahwa anak-anak adalah "anak-anak dari kehidupan yang merindukan dirinya sendiri". Ini berarti anak-anak adalah manifestasi dari kehidupan itu sendiri, yang terus berkembang dan berubah. Mereka adalah simbol dari masa depan dan harapan. Oleh karena itu, anak-anak membawa potensi yang tidak terbatas dan kemungkinan-kemungkinan yang tak terbayangkan.

Orang tua, dalam hal ini, memiliki tanggung jawab untuk mengakui potensi ini dan mendukung anak-anak mereka dalam mengembangkan bakat dan minat mereka. Bukan untuk membatasi atau membentuk mereka sesuai dengan keinginan pribadi, tetapi untuk membantu mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan jati diri mereka yang unik. Ini adalah proses yang membutuhkan kesabaran, cinta, dan pemahaman yang mendalam tentang individu yang berbeda.

Menghormati Individualitas Anak

Gibran menekankan pentingnya menghormati individualitas anak. "You may give them your love but not your thoughts," tulisnya. Artinya, orang tua dapat memberikan cinta dan dukungan, tetapi mereka tidak boleh memaksakan pandangan dan pemikiran mereka kepada anak-anak mereka. Setiap anak memiliki pikiran dan perasaan yang unik, dan ini harus dihargai.

Dalam praktiknya, ini berarti orang tua harus mendengarkan anak-anak mereka, memahami perspektif mereka, dan mendukung mereka dalam mengambil keputusan sendiri. Ini juga berarti memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk membuat kesalahan dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Pengalaman ini sangat penting untuk pertumbuhan dan pembelajaran.

Tantangan dalam Menerapkan Filosofi Gibran

Meskipun filosofi Gibran tentang hubungan anak dan orang tua sangat ideal, menerapkannya dalam kehidupan nyata bukanlah tanpa tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah ketakutan orang tua akan keselamatan dan kesejahteraan anak-anak mereka. Dalam upaya untuk melindungi mereka, orang tua sering kali ingin mengendalikan dan mengarahkan kehidupan anak-anak mereka. Ini bisa menjadi penghalang bagi perkembangan kemandirian dan kepercayaan diri anak.

Selain itu, masyarakat seringkali memiliki harapan dan standar yang dapat mempengaruhi pandangan orang tua tentang bagaimana anak-anak mereka harus dibesarkan. Tekanan sosial ini bisa membuat orang tua merasa perlu mengarahkan anak-anak mereka ke jalur tertentu, seperti dalam hal pendidikan atau karier. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap anak adalah individu yang unik dengan jalur hidup mereka sendiri yang harus dihormati.

Implementasi Filosofi Gibran dalam Pendidikan

Implementasi filosofi Gibran dalam konteks pendidikan juga sangat relevan. Guru dan pendidik harus melihat siswa sebagai individu yang memiliki potensi unik dan mendukung mereka dalam pengembangan diri. Pendidikan harus menjadi sarana untuk membantu anak-anak menemukan passion mereka dan mengembangkan keterampilan mereka.

Dalam praktiknya, ini bisa berarti memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengeksplorasi berbagai bidang, mempromosikan pembelajaran berbasis proyek yang memungkinkan kreativitas, dan menciptakan lingkungan di mana siswa merasa aman untuk mengekspresikan diri mereka dan belajar dari kesalahan. Pendidikan yang benar-benar memberdayakan siswa adalah pendidikan yang menghargai individualitas dan potensi setiap anak.

Dalam pandangan Islam, hubungan antara orang tua dan anak memiliki dimensi yang sangat penting dan dijelaskan dengan rinci dalam Al-Qur'an dan Hadis. Islam menekankan keseimbangan antara hak dan tanggung jawab kedua belah pihak, yang sejalan dengan banyak prinsip yang disampaikan oleh Kahlil Gibran dalam puisinya "On Children". Berikut adalah bagaimana pandangan Islam terhadap poin-poin utama yang telah dibahas berdasarkan puisi tersebut:

1. Anak adalah Amanah dari Allah

Islam mengajarkan bahwa anak-anak adalah amanah dari Allah SWT. Mereka bukan milik orang tua, melainkan titipan yang harus dijaga dan dibimbing dengan baik. Al-Qur'an menyebutkan dalam Surat Al-An'am ayat 165 bahwa manusia diberikan tanggung jawab untuk mengelola amanah dengan baik. Pandangan ini menyatakan bahwa anak-anak bukanlah milik orang tua, tetapi individu yang memiliki takdir dan perjalanan hidup mereka sendiri.

2. Peran Orang Tua sebagai Pembimbing

Dalam Islam, orang tua memiliki tanggung jawab besar sebagai pembimbing dan pendidik anak-anak mereka. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas yang dipimpinnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini mirip dengan metafora busur dan anak panah dari Gibran, di mana orang tua memberikan bimbingan dan dorongan, tetapi anak-anak harus menempuh jalan mereka sendiri. Orang tua harus menanamkan nilai-nilai agama dan moral, serta membimbing anak-anak dalam membangun karakter yang baik.

3. Menghormati Individualitas Anak

Islam mengakui bahwa setiap individu, termasuk anak-anak, memiliki fitrah (kodrat) yang unik. Rasulullah SAW selalu menunjukkan penghormatan terhadap perbedaan individual, termasuk dalam cara beliau berinteraksi dengan anak-anak. Islam mengajarkan pentingnya mendengarkan dan memahami anak-anak, serta tidak memaksakan pandangan kita kepada mereka. Sebagaimana disebutkan dalam Hadis, "Permudahlah, jangan mempersulit; beri kabar gembira, jangan membuat mereka lari" (HR. Bukhari dan Muslim).

4. Memberikan Pendidikan yang Baik

Islam sangat menekankan pentingnya pendidikan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman dalam Surat Al-Mujadilah ayat 11, "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." Orang tua diperintahkan untuk mendidik anak-anak mereka dengan baik, baik dalam hal agama maupun pengetahuan umum. Pendidikan ini harus dilakukan dengan cara yang penuh kasih sayang dan perhatian terhadap kebutuhan serta minat anak-anak.

5. Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban

Islam mengajarkan keseimbangan antara hak dan kewajiban orang tua dan anak. Anak-anak memiliki kewajiban untuk menghormati dan menaati orang tua mereka, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu" (QS. Luqman: 14). Di sisi lain, orang tua memiliki kewajiban untuk merawat, mendidik, dan memenuhi kebutuhan anak-anak mereka tanpa memaksakan kehendak mereka sendiri.

6. Memberikan Ruang bagi Anak untuk Tumbuh

Islam juga mengajarkan agar orang tua memberikan ruang bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang. Ini berarti membiarkan mereka mengambil keputusan sendiri dalam batasan yang sesuai dengan ajaran Islam dan membimbing mereka ketika mereka menghadapi kesulitan. Sebagaimana Gibran menyatakan bahwa anak-anak adalah manifestasi dari kehidupan itu sendiri, Islam juga mengakui bahwa setiap anak memiliki potensi yang harus dihormati dan didukung.

7. Kasih Sayang dan Cinta dalam Mendidik

Islam sangat menekankan penggunaan kasih sayang dan cinta dalam mendidik anak-anak. Nabi Muhammad SAW dikenal sangat lembut dan penuh kasih kepada anak-anak. Dalam sebuah Hadis, Anas bin Malik RA berkata, "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih sayang kepada keluarga daripada Rasulullah SAW" (HR. Muslim). Kasih sayang dan cinta ini menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan emosional dan spiritual anak-anak.

Pandangan Kahlil Gibran dalam puisinya "On Children" sangat resonan dengan ajaran Islam mengenai hubungan antara orang tua dan anak. Kedua pandangan ini menekankan pentingnya menghormati individualitas anak, memberikan bimbingan dan pendidikan yang baik, serta menunjukkan kasih sayang dalam mendidik. Islam mengajarkan bahwa anak-anak adalah amanah dari Allah yang harus dirawat dan dibimbing dengan penuh cinta dan tanggung jawab. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, orang tua dapat membantu anak-anak mereka tumbuh menjadi individu yang mandiri, bertanggung jawab, dan berakhlak mulia, sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.

Puisi "On Children" karya Kahlil Gibran memberikan wawasan yang mendalam tentang hubungan antara anak dan orang tua. Dengan menekankan bahwa anak-anak bukan milik orang tua mereka, tetapi individu yang unik dengan kehidupan mereka sendiri, Gibran mengajak orang tua untuk memberikan dukungan dan bimbingan tanpa memaksakan pandangan mereka. Metafora busur dan anak panah menggambarkan peran orang tua sebagai pendukung dan pembimbing, sementara anak-anak menjalani perjalanan hidup mereka sendiri.

Dalam dunia yang terus berubah, pandangan Gibran sangat relevan. Orang tua dan pendidik perlu menghargai individualitas anak-anak dan memberikan ruang bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi mereka. Dengan cinta, dukungan, dan pemahaman, kita dapat membantu anak-anak menemukan jalan mereka sendiri dan menjadi individu yang percaya diri dan mandiri. Puisi Gibran adalah pengingat yang kuat bahwa anak-anak adalah harapan masa depan, dan tanggung jawab kita adalah mendukung mereka dalam perjalanan mereka menuju kehidupan yang penuh makna dan kebahagiaan.

Kepakkanlah sayapmu terbanglah setinggi dan sejauh jauhnya..  selama masih dalam jalannya Allah SWT ikuti petunjuk Nya yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW...
Doa dari kami orang tua selalu kami panjatkan selalu....

La Ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah



Catatan Mas Bojreng


#onchildren #childrean #kid #kids #parents #parent  #love #educated #education #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Tuesday, May 28, 2024

Tidak ada yang sia sia ketika diniatkan Lillahi ta'ala

Mendapatkan nasehat yang buat saya cukup bagus dan mengena, jangan pernah bilang usahamu sia sia. Niatkan dengan Lillahi Ta'ala dan tiada yang lain maka Inshaa Allah tidak ada yang sia sia.

Menjalani Hidup dengan Niat Lillahi Ta'ala

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak dari kita yang sibuk dengan berbagai aktivitas dan pekerjaan. Namun, seringkali kita lupa atau terabaikan mengenai niat yang mendasari setiap perbuatan kita. Islam mengajarkan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan seorang Muslim seharusnya dilandasi dengan niat Lillahi Ta'ala, yaitu semata-mata untuk Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Ketika kita menjalani hidup dengan niat seperti ini, pekerjaan kita tidak akan sia-sia, meskipun tidak ada yang melihat atau mengapresiasi usaha kita. Hal ini karena penilaian dari Allah adalah yang utama, bukan penilaian dari manusia.


Pentingnya Niat dalam Islam

Dalam Islam, niat dan tujuan dalam bekerja sangat penting dan harus diluruskan agar sesuai dengan ajaran agama. Islam mengajarkan bahwa setiap tindakan, termasuk bekerja, seharusnya dilakukan dengan niat yang ikhlas semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT, bukan untuk mencari materi atau pengakuan dari sesama manusia. Beberapa poin penting mengenai pandangan Islam tentang niat dalam bekerja adalah:


1. Niat Ikhlas

 Niat yang ikhlas adalah dasar dari setiap amal ibadah dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung pada niatnya" (HR. Bukhari dan Muslim). Artinya, seseorang harus bekerja dengan niat yang tulus untuk mencari keridhaan Allah SWT.

Dengan demikian, Islam mengajarkan agar dalam bekerja, niat utama kita adalah untuk mendapatkan ridha Allah SWT, bukan semata-mata mencari materi atau pengakuan dari sesama manusia. Ini akan membuat pekerjaan kita lebih bermakna dan diberkahi oleh Allah SWT.

Niat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa nilai suatu amal sangat bergantung pada niat yang mendasarinya. Tanpa niat yang benar, amal perbuatan kita bisa kehilangan nilai di hadapan Allah.

Niat yang ikhlas karena Allah bukan hanya memberikan keberkahan pada pekerjaan yang kita lakukan, tetapi juga memberikan kedamaian hati. Kita tidak lagi bekerja demi mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain, melainkan demi meraih ridha Allah. Dengan demikian, tekanan sosial dan kecemasan akan penilaian manusia bisa diminimalkan. Kita menjadi lebih fokus dan tenang dalam menjalani setiap tugas dan tanggung jawab.

2. Menghindari Riya'

Bekerja demi pengakuan atau pujian dari orang lain bisa jatuh dalam kategori riya' (pamer). Riya' merupakan perbuatan yang sangat dikecam dalam Islam karena merusak keikhlasan ibadah. Allah SWT berfirman, "Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya'" (QS. Al-Ma'un: 4-6).

3. Manfaat Dunia dan Akhirat

Islam tidak melarang seseorang untuk mencari rezeki atau keuntungan dari pekerjaannya. Namun, tujuan utamanya harus tetap untuk mendapatkan keridhaan Allah. Dengan demikian, manfaat dari pekerjaan tersebut tidak hanya dirasakan di dunia, tetapi juga di akhirat.

4. Amal Jariyah

Bekerja dengan niat yang baik dapat menjadi amal jariyah, yakni amal yang pahalanya terus mengalir meskipun seseorang telah meninggal. Misalnya, bekerja untuk memberikan manfaat kepada orang lain, seperti mengajar ilmu yang bermanfaat atau membangun fasilitas umum.

5. Tawakkal dan Syukur

Setelah berusaha dengan niat yang baik, seorang Muslim dianjurkan untuk tawakkal (berserah diri) kepada Allah atas hasil yang akan didapat. Selain itu, selalu bersyukur atas rezeki yang diberikan, sekecil apapun itu.


Keutamaan Ikhlas dalam Beramal

Keikhlasan adalah kunci utama dalam setiap ibadah dan perbuatan baik. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an: "Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama" (QS. Al-Bayyinah: 5). Ayat ini menegaskan bahwa keikhlasan adalah syarat diterimanya amal ibadah.

Ketika kita beramal dengan ikhlas, kita tidak mengharapkan balasan atau pujian dari manusia. Kita hanya mengharapkan ridha dari Allah. Misalnya, seorang guru yang mengajar dengan niat untuk mendidik dan mencerdaskan generasi muda demi Allah, maka dia akan terus bersemangat dan sabar meskipun tidak mendapatkan penghargaan dari sekolah atau orang tua murid. Begitu pula dengan seorang pekerja yang bekerja dengan niat mencari rezeki yang halal untuk keluarganya karena Allah, dia akan tetap bersyukur dan bersabar meskipun gajinya tidak besar atau pekerjaannya tidak dihargai.


Keikhlasan dalam Setiap Aspek Kehidupan

Niat Lillahi Ta'ala seharusnya diterapkan dalam setiap aspek kehidupan kita, baik dalam ibadah khusus seperti sholat dan puasa, maupun dalam aktivitas sehari-hari seperti bekerja, belajar, dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam bekerja, misalnya, kita harus selalu mengingat bahwa pekerjaan kita adalah bentuk ibadah dan tanggung jawab yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya. Dengan niat yang ikhlas, setiap pekerjaan yang kita lakukan akan menjadi bernilai di hadapan Allah.

Dalam keluarga, kita juga harus meniatkan setiap perbuatan untuk Allah. Misalnya, merawat anak-anak, mengurus rumah tangga, dan menjaga keharmonisan keluarga. Semua ini bisa menjadi amal ibadah yang besar jika dilakukan dengan niat yang benar. Seorang ibu yang merawat anaknya dengan penuh kasih sayang karena Allah, insya Allah akan mendapatkan pahala yang besar meskipun tugasnya seringkali tidak terlihat dan tidak dihargai oleh orang lain.


Menghadapi Ujian dengan Niat Lillahi Ta'ala

Dalam menghadapi ujian dan cobaan hidup, niat Lillahi Ta'ala juga sangat penting. Ujian adalah bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari. Namun, jika kita menghadapinya dengan niat yang ikhlas, kita akan lebih kuat dan tabah. Kita menyadari bahwa semua ujian ini datang dari Allah dan kita menerimanya dengan sabar karena mengharap ridha-Nya.

Sebagai contoh, seorang pedagang yang mengalami kerugian besar dalam usahanya, jika dia niatkan semua usahanya karena Allah, dia akan tetap bersabar dan terus berusaha. Dia tidak akan putus asa atau merasa bahwa usahanya sia-sia. Dia percaya bahwa Allah sedang mengujinya dan dia akan mendapatkan balasan yang baik di akhirat nanti.

Menjalani hidup dengan niat Lillahi Ta'ala adalah salah satu ajaran penting dalam Islam yang membawa banyak manfaat bagi kehidupan kita. Dengan niat yang ikhlas karena Allah, setiap perbuatan kita, sekecil apapun, akan memiliki nilai di hadapan-Nya. Kita akan terhindar dari perasaan sia-sia dan putus asa, karena kita tahu bahwa Allah melihat dan menghargai setiap usaha kita, bahkan ketika manusia tidak melihat atau mengapresiasinya.

Niat yang benar memberikan kita ketenangan hati dan kedamaian jiwa. Kita menjadi lebih fokus dan ikhlas dalam menjalani setiap aktivitas, karena kita tahu bahwa tujuan akhir kita adalah meraih ridha Allah. Oleh karena itu, marilah kita selalu memperbaiki niat dalam setiap perbuatan kita, agar semua yang kita lakukan menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah SWT.


Pengingat diri saat praktek tadi malam

Catatan Mas Bojreng



#siasia #nothing #niat #intention #Lillahitaala #pure #pureintentions #moslem #muslim #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Monday, May 27, 2024

I'm sorry.....

The moon we share

In the stillness of the morning light,

I find myself lost in thoughts of you.

Your wisdom, your laughter, once so bright,

Now shadowed by illness, yet still true.


How I miss your wisdom, your gentle advice,

The laughter we shared, so warm and precise.

Your hand on my shoulder, your voice in the night,

Guiding me always, towards what is right.


You taught me of faith, of dreams held high,

Of principles and values that never die.

In your footsteps, I strive to walk true,

Though I falter, I always think of you.


Forgive me, dear father, for I have yet to achieve,

The heights of your hopes, the dreams you believe.

But know that I’m trying, in each passing day,

To be the man you’d be proud of in every way.


This morning I saw the moon, a silver thread in the sky,

The same moon you see, as the night drifts by.

A reminder that no matter the distance or plight,

We share the same world, beneath the same light.


I hold you in my thoughts, every minute, each hour,

Wishing for your health, for your strength to empower.

For your laughter to ring through our home once more,

For your presence, so cherished, forever adored.


Though weak in body, your spirit's high,

In praise and worship, you remain.

To Allah, I raise my heartfelt cry,

For your strength and peace through the pain.


With every breath, with every tear,

I pray for you, my dearest guide.

In faith and love, you're always near,

In Allah's care, may you abide.


Until then, I stand by, with hope and with prayer,

For the best of, dear father, beyond compare.

Laa ba’sa thahuurun, InshaAllah, I recite,

May you find peace and strength in Allah swt light.


Mas Bojreng



#moon #pray #father #son #muslim #moslem #poem #poet #poetry #poetrylovers #poetrycommunity #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Sunday, May 26, 2024

Bagaimanakah anda memperlakukan orang lain?

Menikmati pagi ini, sambil memikirkan, merenung dan menuliskan. Ketika melihat ada orang yang suka berlaku seenaknya tetapi ketika diperlakukan sebagaimana dia memperlakukan orang lain malah marah dan baperan.

Empati dan tidak simpati


Empati

Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain seolah-olah kita berada di posisi mereka. Ini melibatkan:

1. Pemahaman Mendalam: Memahami perasaan dan perspektif orang lain.

2. Perasaan Sejalan: Merasakan emosi yang mirip dengan orang lain.

3. Keterlibatan Emosional: Terlibat secara emosional dalam perasaan orang lain.


Simpati

Simpati adalah perasaan kasihan atau keprihatinan terhadap penderitaan atau kesulitan yang dialami oleh orang lain. Ini melibatkan:

1. Perasaan Kasihan: Merasa kasihan atau prihatin terhadap situasi orang lain.

2. Tidak Mendalam: Tidak memerlukan pemahaman mendalam tentang perasaan orang lain.

3. Respons Pasif: Memberikan dukungan atau penghiburan tanpa keterlibatan emosional yang mendalam.


Contoh Singkat

- Empati: Anda mendengarkan teman yang kehilangan pekerjaan, mencoba memahami perasaannya, dan merasa stres yang sama.

- Simpati: Anda merasa kasihan pada teman yang kehilangan pekerjaan dan mengucapkan kata-kata penghiburan tanpa memahami perasaannya secara mendalam.

Empati merupakan kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, empati memegang peran penting dalam membentuk interaksi sosial yang harmonis. Dengan memahami perasaan dan perspektif orang lain, kita dapat memperlakukan mereka dengan lebih baik dan membangun hubungan yang lebih kuat dan bermakna. Tulisan ini akan menguraikan pentingnya empati dan bagaimana kita dapat menerapkannya dalam interaksi sehari-hari.


Pentingnya Empati

Empati bukan hanya tentang mengasihi atau merasa simpati terhadap orang lain, tetapi juga tentang mengenali emosi dan kebutuhan mereka. Dengan berempati, kita dapat:

1. Meningkatkan Hubungan Antarpribadi: Ketika kita menunjukkan empati, kita menciptakan lingkungan di mana orang merasa didengar dan dipahami. Hal ini dapat memperkuat ikatan dengan keluarga, teman, dan rekan kerja.  

2. Mengurangi Konflik: Banyak konflik terjadi karena kesalahpahaman atau ketidakpedulian terhadap perasaan orang lain. Dengan berempati, kita dapat menghindari kesalahpahaman tersebut dan menyelesaikan masalah dengan lebih baik.

3. Mendorong Kerjasama dan Kolaborasi: Dalam lingkungan kerja atau organisasi, empati membantu menciptakan budaya saling menghargai dan mendukung. Hal ini mendorong kerjasama yang lebih baik dan meningkatkan produktivitas.


Mengembangkan Empati

Mengembangkan empati memerlukan usaha dan kesadaran diri. Berikut adalah beberapa cara untuk meningkatkan kemampuan empati kita:

1. Mendengarkan Aktif: Seringkali, kita mendengarkan orang lain dengan tujuan untuk merespons, bukan untuk memahami. Mendengarkan aktif berarti memberikan perhatian penuh, menangguhkan penilaian, dan benar-benar mencoba memahami perspektif dan perasaan orang lain.

2. Mengamati Bahasa Tubuh: Bahasa tubuh dapat memberikan petunjuk penting tentang perasaan seseorang. Mengamati ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerakan tangan dapat membantu kita memahami emosi yang mungkin tidak diungkapkan secara verbal.

3. Berlatih Refleksi: Setelah berinteraksi dengan orang lain, luangkan waktu untuk merenung tentang bagaimana percakapan tersebut berjalan. Pertimbangkan apakah Anda benar-benar memahami perasaan orang tersebut dan bagaimana Anda dapat merespons lebih baik di masa depan.

4. Membaca dan Mendengarkan Cerita: Membaca buku, menonton film, atau mendengarkan cerita dari berbagai latar belakang dan pengalaman dapat memperluas perspektif kita dan membantu kita memahami kehidupan orang lain dengan lebih baik.


Bagaimana Penerapan Empati dalam Kehidupan Sehari-hari?

Berikut adalah beberapa cara konkret untuk menerapkan empati dalam interaksi sehari-hari:

1. Dalam Keluarga: Keluarga adalah tempat pertama di mana kita belajar tentang empati. Mendengarkan perasaan anggota keluarga, menghormati pendapat mereka, dan memberikan dukungan emosional adalah langkah-langkah penting dalam memperkuat hubungan keluarga. Misalnya, ketika anak merasa sedih karena nilai ujian yang buruk, cobalah untuk memahami perasaannya sebelum memberikan nasihat atau kritik.

2. Di Tempat Kerja: Di lingkungan kerja, empati dapat diterapkan dengan mendengarkan rekan kerja yang mungkin mengalami kesulitan, memberikan dukungan, dan menghargai kontribusi mereka. Sebagai contoh, jika seorang rekan kerja tampak stres, tanyakan apakah ada yang bisa Anda bantu dan tunjukkan bahwa Anda peduli.

3. Dalam Persahabatan: Teman adalah sumber dukungan emosional yang penting. Mendengarkan cerita mereka, memberikan dukungan saat mereka mengalami masalah, dan merayakan kebahagiaan mereka adalah cara-cara untuk menunjukkan empati dalam persahabatan. Ketika seorang teman menceritakan masalah pribadinya, cobalah untuk tidak menghakimi dan berikan dukungan yang tulus.

4. Dengan Orang Asing: Empati juga penting dalam interaksi dengan orang yang tidak kita kenal. Sederhana saja, seperti tersenyum, mengucapkan terima kasih, atau memberikan bantuan kecil, dapat membuat perbedaan besar bagi orang lain. Misalnya, menawarkan bantuan kepada seseorang yang kesulitan membawa barang belanjaan atau memberikan tempat duduk kepada orang tua di transportasi umum.


Tantangan dalam Berempati

Meskipun empati adalah kemampuan yang penting, ada beberapa tantangan yang mungkin kita hadapi dalam menerapkannya:

1. Keletihan Empati: Terlalu banyak berempati, terutama dalam situasi di mana kita terus-menerus dihadapkan pada kesulitan orang lain, dapat menyebabkan keletihan emosional. Penting untuk menjaga keseimbangan dan memastikan kita juga merawat diri sendiri.

2. Bias Pribadi: Kadang-kadang, prasangka atau stereotip kita dapat menghalangi kemampuan untuk berempati. Mengakui bias pribadi dan berusaha untuk melihat melampaui mereka adalah langkah penting untuk meningkatkan empati.

3. Keterbatasan Waktu dan Perhatian: Dalam kehidupan yang sibuk, kita sering merasa tidak memiliki cukup waktu atau energi untuk benar-benar berempati. Meskipun demikian, berusaha untuk meluangkan waktu sejenak untuk mendengarkan dan memahami orang lain dapat memiliki dampak positif yang besar.


Empati dalam Perspektif Islam

Dalam Islam, empati adalah salah satu nilai yang sangat dianjurkan dan diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Al-Qur'an dan Hadis memberikan panduan yang jelas tentang pentingnya empati dan cara memperlakukan orang lain dengan baik. Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, khususnya Khulafaur Rasyidin, memberikan teladan yang luar biasa dalam menerapkan empati dalam kehidupan sehari-hari.


Empati dalam Al-Qur'an

Al-Qur'an mengandung banyak ayat yang menekankan pentingnya berbuat baik dan menunjukkan empati terhadap sesama manusia. Beberapa ayat yang relevan adalah:


1. Surah Al-Hujurat (49:10): "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat."

Ayat ini menekankan pentingnya persaudaraan dan perdamaian di antara orang-orang beriman. Ini menunjukkan bahwa kita harus peduli dan berempati terhadap sesama muslim.


2. Surah An-Nisa' (4:36): "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri."

Ayat ini mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada semua orang di sekitar kita, termasuk keluarga, tetangga, dan orang-orang yang membutuhkan.


Hadis tentang Empati

Nabi Muhammad SAW juga banyak memberikan contoh dan nasihat tentang empati melalui berbagai hadis. Beberapa hadis yang menunjukkan pentingnya empati adalah:


1. Hadis dari Abdullah bin Umar RA: Rasulullah SAW bersabda, "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menyerahkannya (kepada musuhnya). Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya; barang siapa yang menghilangkan kesusahan seorang muslim, maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan pada hari kiamat; dan barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) pada hari kiamat." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menekankan tanggung jawab kita untuk membantu dan berempati terhadap sesama muslim.


2. Hadis dari Anas bin Malik RA: Rasulullah SAW bersabda, "Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengajarkan kita untuk memiliki empati yang mendalam, yaitu dengan mencintai dan menginginkan kebaikan bagi orang lain sebagaimana kita menginginkan kebaikan bagi diri kita sendiri.


Teladan Empati Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin

Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, termasuk Khulafaur Rasyidin, memberikan contoh konkret tentang bagaimana menerapkan empati dalam kehidupan sehari-hari. Ceritanya terlalu banyak sekali yang di contohkan. Karena keterbatasan tempat hanya saya ambil sedikit, mohon dimaafkan.


1. Nabi Muhammad SAW

Kisah Wanita yang Bersalah: Ketika seorang wanita dari suku Makhzumiyah mencuri, banyak orang yang takut memberikan hukuman karena status sosialnya. Namun, Rasulullah SAW menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, tetapi beliau tetap menunjukkan belas kasihan dengan tidak mempermalukannya di depan umum, melainkan menyelesaikan masalah tersebut dengan bijak.


2. Abu Bakar Ash-Shiddiq RA:

Pembebasan Budak: Abu Bakar RA dikenal karena empatinya yang luar biasa, terutama dalam membebaskan budak. Salah satu contoh paling terkenal adalah ketika ia membebaskan Bilal bin Rabah RA dari perbudakan. Tindakan ini bukan hanya menunjukkan empati tetapi juga penghargaan terhadap hak asasi manusia.


3. Umar bin Khattab RA:

Kisah Susu yang Dicampur Air: Suatu malam, Umar RA berjalan di jalanan Madinah dan mendengar percakapan antara seorang ibu dan putrinya. Si ibu menyuruh putrinya mencampur susu dengan air untuk mendapatkan lebih banyak keuntungan. Putrinya menolak karena takut kepada Allah. Keesokan harinya, Umar RA mengunjungi mereka dan memuji kejujuran gadis itu, bahkan kemudian menikahkan putrinya dengan salah satu anaknya. Ini menunjukkan empati Umar RA terhadap kesulitan rakyatnya serta penghargaannya terhadap integritas moral.


4. Utsman bin Affan RA:

Kisah Sumur Raumah: Ketika kaum Muslimin di Madinah mengalami kesulitan air, Utsman RA membeli sumur Raumah dari seorang Yahudi dan menyedekahkannya kepada masyarakat. Tindakan ini menunjukkan empati Utsman RA terhadap kebutuhan mendesak masyarakat.


5. Ali bin Abi Thalib RA

Kepedulian terhadap Anak Yatim: Ali RA sangat terkenal dengan perhatian dan kepeduliannya terhadap anak yatim. Ia seringkali mengunjungi mereka, mendengarkan keluhan mereka, dan memastikan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi. Empatinya terhadap anak yatim adalah cerminan dari ajaran Islam tentang pentingnya menjaga dan merawat mereka.

Empati dalam Islam adalah nilai yang sangat penting dan dianjurkan, baik dalam Al-Qur'an maupun Hadis. Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, khususnya Khulafaur Rasyidin, memberikan contoh nyata tentang bagaimana menerapkan empati dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengikuti teladan mereka, kita dapat memperlakukan orang lain dengan lebih baik dan membangun hubungan yang lebih harmonis dan bermakna. Empati bukan hanya memperkaya hubungan pribadi kita, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan penuh kasih.

Empati adalah keterampilan penting yang dapat memperkaya hubungan kita dengan orang lain dan menciptakan masyarakat yang lebih harmonis. Dengan mendengarkan aktif, mengamati bahasa tubuh, berlatih refleksi, dan memperluas perspektif melalui cerita, kita dapat meningkatkan kemampuan empati kita. Menerapkan empati dalam kehidupan sehari-hari—dalam keluarga, di tempat kerja, dalam persahabatan, dan dengan orang asing—membutuhkan usaha dan kesadaran, tetapi manfaatnya sangat berharga. Meskipun ada tantangan dalam berempati, dengan tekad dan perhatian, kita dapat mengatasinya dan terus berkembang sebagai individu yang lebih empatik dan peduli.

Dengan menjadikan empati sebagai bagian integral dari cara kita memperlakukan orang lain, kita tidak hanya memperbaiki hubungan pribadi, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya lingkungan sosial yang lebih baik dan mendukung. Jadi, mari kita mulai hari ini, dengan langkah kecil namun bermakna, untuk memperlakukan setiap orang dengan empati dan kebaikan.


Monggo sambil dibaca, kalau ada yang membaca sampai selesai sambil makan mie goreng dan ngopi.


Catatan Mas Bojreng pagi ini.



#empati #empathy #simpati #sympathy #treat #treatothers #treatpeople #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Saturday, May 25, 2024

Memulai hari dan bekerja...kembali ke niat yang baik

Dalam setiap langkah yang kita ambil dalam hidup, memulai dengan niat yang baik adalah hal yang sangat penting. Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah dengan memulai setiap pekerjaan dengan ucapan "Bismillah" dan niat Lillahi Ta'ala, yang berarti "Dengan menyebut nama Allah, aku melakukannya karena Allah". Ucapan ini bukan hanya sekedar kata-kata, tetapi merupakan manifestasi dari niat tulus untuk melakukan segala sesuatu dengan ridha Allah sebagai tujuan utama. 

Mengucapkan Bismillah sebelum bekerja bukan hanya sebuah tradisi, tetapi memiliki makna mendalam. Dalam agama Islam, Bismillah diucapkan sebelum memulai berbagai aktivitas dengan harapan mendapatkan berkah dan petunjuk dari Allah. Ini adalah pengingat bahwa segala sesuatu yang kita lakukan adalah atas izin dan kehendak-Nya, serta sebagai bentuk syukur atas nikmat yang telah diberikan.


Cintailah Pekerjaanmu

Cinta terhadap pekerjaan adalah salah satu kunci utama untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup. Ketika kita mencintai apa yang kita lakukan, pekerjaan tersebut tidak lagi terasa sebagai beban, melainkan sebagai aktivitas yang menyenangkan. Rasa cinta terhadap pekerjaan akan meningkatkan kualitas dan produktivitas kita, karena kita akan selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam setiap tugas yang kita lakukan.

Meskipun pekerjaan yang kita lakukan mungkin tidak membuat kita kaya raya, namun pekerjaan tersebut memberikan kita jalan hidup untuk menjemput rezeki. Islam mengajarkan bahwa rezeki sudah diatur oleh Allah dan akan datang kepada kita dengan cara yang mungkin tidak kita duga. Yang terpenting adalah kita melakukan usaha dengan jujur, ikhlas, dan sungguh-sungguh. Rezeki yang diperoleh dengan cara yang halal, meskipun sedikit dan sederhana, adalah lebih baik dan lebih berkah daripada rezeki yang diperoleh dengan cara yang tidak benar.


Rezeki yang Berkah

Konsep berkah dalam Islam sangat penting. Rezeki yang berkah bukan hanya tentang jumlahnya, tetapi tentang manfaat dan kebaikan yang didapatkan dari rezeki tersebut. Rezeki yang berkah akan membawa ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa "Barang siapa yang memulai harinya dengan doa, maka Allah akan mencukupkan rezekinya hingga sore hari". Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memulai segala sesuatu dengan mengingat Allah dan mengucapkan doa.

Selain itu, bekerja dengan ikhlas dan penuh rasa syukur akan membuat kita lebih mudah menerima hasil yang kita peroleh, berapa pun jumlahnya. Dalam kehidupan modern yang seringkali menilai kesuksesan dari segi materi, penting bagi kita untuk kembali kepada nilai-nilai spiritual yang mengajarkan bahwa keberkahan dan kebahagiaan tidak semata-mata diukur dari kekayaan.


Tersenyum dan Ikhlas dalam Bekerja

Senyuman adalah bentuk sederhana dari kebaikan yang bisa memberikan dampak besar. Tersenyum saat bekerja bukan hanya memberikan energi positif kepada diri sendiri, tetapi juga kepada orang-orang di sekitar kita. Ketika kita tersenyum, kita menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan dan harmonis. Hal ini bisa meningkatkan semangat kerja dan membuat kita lebih produktif.

Ikhlas dalam bekerja berarti melakukan segala sesuatu dengan hati yang tulus tanpa mengharapkan imbalan atau pujian. Ikhlas adalah kunci dari ketenangan batin dan kepuasan dalam bekerja. Ketika kita bekerja dengan ikhlas, kita tidak akan mudah merasa stres atau tertekan, karena kita tahu bahwa apa yang kita lakukan adalah bentuk ibadah dan pengabdian kepada Allah. 

Dalam Al-Quran disebutkan bahwa "Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik" (QS. At-Taubah: 120). Ini adalah jaminan bahwa setiap usaha yang kita lakukan dengan niat yang baik dan ikhlas akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah, baik di dunia maupun di akhirat.


Mengatasi Tantangan dengan Tawakal

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam bekerja, kita akan menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan. Namun, dengan mengucapkan Bismillah dan meniatkan segala sesuatu Lillahi Ta'ala, kita belajar untuk berserah diri kepada Allah (tawakal). Tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi lebih kepada menyerahkan hasil akhir kepada Allah setelah melakukan usaha maksimal.

Dengan tawakal, kita akan lebih mudah menerima apapun hasil yang kita peroleh dengan lapang dada. Kita percaya bahwa apapun yang terjadi, semuanya adalah bagian dari rencana Allah yang terbaik untuk kita. Ini memberikan ketenangan dan kekuatan untuk terus berusaha dan berjuang, meskipun menghadapi berbagai rintangan.


Menjalin Hubungan Baik dengan Rekan Kerja

Dalam bekerja, hubungan dengan rekan kerja juga sangat penting. Ucapan Bismillah sebelum bekerja mengingatkan kita untuk selalu menjaga hubungan yang baik dengan sesama. Saling menghormati, membantu, dan bekerja sama akan menciptakan suasana kerja yang harmonis dan produktif. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki peran dan kontribusi masing-masing, dan kerja sama yang baik akan membawa hasil yang lebih maksimal.

Jadi memulai bekerja dengan ucapan Bismillah dan niat Lillahi Ta'ala adalah langkah pertama menuju pekerjaan yang berkah. Cintailah pekerjaanmu, meskipun tidak membuatmu kaya, karena pekerjaan tersebut adalah jalan hidup untuk menjemput rezeki. Rezeki yang sedikit dan sederhana, tetapi diperoleh dengan cara yang halal dan berkah, lebih baik daripada kekayaan yang diperoleh dengan cara yang tidak benar.

Tersenyum dan ikhlas dalam bekerja akan membawa ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup kita. Dengan mengatasi tantangan dengan tawakal dan menjalin hubungan baik dengan rekan kerja, kita akan mampu menjalani pekerjaan dengan lebih baik dan produktif.


Memanfaatkan Ilmu dengan Baik dalam Pandangan Islam

Ilmu pengetahuan dan kepintaran adalah karunia yang sangat berharga dari Allah SWT. Dalam Islam, ilmu bukan hanya dianggap sebagai aset pribadi, tetapi juga sebagai amanah yang harus digunakan untuk kebaikan umat manusia. Penggunaan ilmu dengan baik untuk menolong orang lain merupakan salah satu bentuk ibadah dan amal shalih yang sangat dianjurkan. Sebaliknya, menggunakan ilmu untuk membohongi atau membodohi orang lain adalah perbuatan yang sangat dikecam dan dilarang dalam Islam.


Pentingnya Ilmu dalam Islam

Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Dalam banyak ayat Al-Quran dan hadits, terdapat dorongan kuat bagi umat Islam untuk menuntut ilmu. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:


> "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah: 11)


Ini menunjukkan bahwa orang yang berilmu memiliki kedudukan yang istimewa di sisi Allah. Rasulullah SAW juga bersabda:

"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)

Kewajiban menuntut ilmu ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu dalam Islam, baik ilmu agama maupun ilmu dunia.


Menggunakan Ilmu untuk Kebaikan

Ilmu yang kita miliki harus digunakan untuk kebaikan, membantu orang lain, dan memajukan masyarakat. Dalam Islam, menggunakan ilmu untuk menolong orang lain adalah salah satu bentuk amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir meskipun kita sudah tiada. Rasulullah SAW bersabda:


"Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya." (HR. Muslim)

Dengan demikian, ilmu yang bermanfaat dan digunakan untuk kebaikan akan terus memberikan pahala bagi pemiliknya.

Menolong orang lain dengan ilmu bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti mengajar, memberikan nasehat yang baik, atau menggunakan kepintaran untuk menciptakan solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat. Misalnya, seorang dokter menggunakan ilmunya untuk menyembuhkan pasien, seorang insinyur merancang bangunan yang aman dan bermanfaat, atau seorang guru mendidik murid-muridnya agar menjadi generasi yang cerdas dan berakhlak mulia.


Larangan Menggunakan Ilmu untuk Menipu dan Membodohi

Sebaliknya, menggunakan ilmu untuk menipu atau membodohi orang lain adalah perbuatan yang sangat tercela dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:


"Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 42)


Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak menyalahgunakan ilmu atau pengetahuan yang kita miliki. Menipu atau membodohi orang lain tidak hanya merugikan mereka, tetapi juga merusak integritas dan moralitas kita sebagai individu dan masyarakat.


Rasulullah SAW juga bersabda:


"Barang siapa yang menipu, maka ia bukan golongan kami." (HR. Muslim)


Hadits ini menunjukkan betapa kerasnya Islam dalam melarang perbuatan menipu. Menipu dengan menggunakan ilmu berarti mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh Allah dan orang-orang di sekitar kita.


Tanggung Jawab Moral dan Etika

Memiliki ilmu pengetahuan membawa tanggung jawab moral dan etika yang besar. Seorang yang berilmu harus menjadi teladan dalam kejujuran, keadilan, dan kebaikan. Ilmu seharusnya menjadi alat untuk membangun, bukan merusak; untuk mencerdaskan, bukan membodohi; untuk menolong, bukan menipu.

Dalam konteks ini, ulama dan cendekiawan dalam Islam selalu ditekankan untuk menjaga integritas dan menggunakan ilmunya dengan benar. Mereka diharapkan menjadi penerang dalam kegelapan, membimbing umat dengan kebijaksanaan dan pengetahuan yang mereka miliki.


Menyebarkan Ilmu yang Bermanfaat

Selain menggunakan ilmu untuk menolong orang lain, Islam juga mengajarkan pentingnya menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Menyebarkan ilmu yang baik dan benar adalah bentuk dari dakwah yang akan membawa manfaat luas bagi masyarakat. Dalam sebuah hadits disebutkan:


"Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat." (HR. Bukhari)


Ini menunjukkan bahwa setiap Muslim memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain, agar ilmu tersebut dapat bermanfaat dan menjadi amal jariyah.

Ilmu adalah karunia Allah yang harus digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat. Dalam pandangan Islam, menggunakan ilmu untuk menolong orang lain adalah perbuatan mulia yang akan mendapatkan pahala besar. Sebaliknya, menggunakan ilmu untuk menipu atau membodohi orang lain adalah perbuatan yang sangat dilarang dan merusak nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi dalam Islam.

Seorang yang berilmu harus memiliki tanggung jawab moral dan etika untuk menggunakan pengetahuannya dengan bijaksana. Menolong orang lain dengan ilmu yang dimiliki, menyebarkan ilmu yang bermanfaat, dan menjaga integritas adalah hal-hal yang ditekankan dalam Islam. Dengan demikian, ilmu yang kita miliki tidak hanya bermanfaat bagi diri kita sendiri, tetapi juga memberikan dampak positif bagi orang lain dan masyarakat secara keseluruhan.

Ingatlah bahwa setiap usaha yang kita lakukan dengan niat yang baik dan ikhlas tidak akan pernah sia-sia. Allah akan selalu melihat usaha kita dan memberikan balasan yang setimpal. Tetaplah bersemangat dalam bekerja, mulailah dengan Bismillah, niatkan Lillahi Ta'ala, dan yakinlah bahwa keberkahan dan kebahagiaan akan selalu menyertai kita.


Catatan dan pengingat diri Mas Bojreng di akhir pekan ini.


Pencitraan.. serbet sudah semampir, hanya level batur srimulatan yang mengingatkan diri sendiri.


#kerja #work #niat #intention #Bismillah #Lillahitaala #help #helpingothers #smile #caring #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Friday, May 24, 2024

Semua akan dipertanggungjawabkan, jaga lisan dan perbuatan

Beberapa kali melihat pejabat yang bahkan bisa mengambil suatu kebijakan, sering kali mengeluarkan suatu pernyataan yang "kontroversial" yang kadang saya berpikir apakah sudah dipikirkan benar dampak atau akibatnya? Atau bahkan tiba tiba sudah menjadi suatu bentuk kebijakan.

Tidak takutkah? Atau ......

Setiap kali kita berbicara atau bertindak, kita sebenarnya menorehkan jejak yang suatu saat akan diminta pertanggungjawabannya. Di dunia, kata-kata dan perbuatan kita dapat membawa dampak yang nyata bagi orang lain, lingkungan sekitar, dan tentu saja bagi diri kita sendiri. Oleh karena itu, penting untuk selalu berpikir matang sebelum berbicara atau bertindak, mempertimbangkan segala akibat dan konsekuensinya.

Di dunia, kata-kata kita bisa membawa manfaat atau justru mudarat. Perkataan yang bijaksana dapat menginspirasi, menghibur, dan memberikan semangat kepada orang lain. Sebaliknya, ucapan yang tidak dipikirkan bisa melukai perasaan, merusak hubungan, dan menimbulkan konflik. Tindakan kita juga demikian. Perbuatan yang baik dan tulus dapat menciptakan harmoni dan kebaikan, sementara tindakan yang buruk dan egois bisa menimbulkan kerusakan dan penyesalan.

Di akhirat, kita akan dihadapkan pada pertanggungjawaban atas setiap kata dan perbuatan kita. Dalam banyak ajaran agama, termasuk Islam, dijelaskan bahwa manusia akan dihisab (diperhitungkan) atas segala amal perbuatannya. Tidak ada satu pun tindakan atau ucapan yang luput dari catatan. Hal ini menekankan pentingnya untuk selalu menjaga lisan dan perbuatan agar sesuai dengan nilai-nilai kebaikan dan keadilan.

Oleh karena itu, berpikir sebelum berbicara atau bertindak bukan sekadar kebijaksanaan, melainkan kebutuhan. Dengan mempertimbangkan konsekuensi dari setiap kata dan perbuatan, kita dapat menghindari dampak negatif yang tidak diinginkan dan menciptakan kehidupan yang lebih harmonis dan penuh makna. Ini bukan hanya tanggung jawab kita kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Tuhan yang akan meminta pertanggungjawaban kita di akhirat nanti. 

Dengan selalu introspeksi dan bijaksana dalam bertindak serta berbicara, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan memberikan kontribusi positif bagi dunia ini.

Dalam Islam, tanggung jawab atas perkataan dan perbuatan sangat ditekankan. Banyak ayat Al-Qur'an dan hadits yang mengingatkan umat Muslim untuk berhati-hati dengan setiap kata dan tindakan yang mereka lakukan. Berikut beberapa pandangan dan referensi dari Al-Qur'an dan hadits mengenai hal ini:


Ayat Al-Qur'an

1. Surah Al-Isra' (17:36)

 "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."

Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak berbicara atau bertindak tanpa pengetahuan yang benar, karena setiap indera dan tindakan kita akan dipertanggungjawabkan.


2. Surah Qaf (50:18)

"Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir."

Ayat ini menegaskan bahwa setiap kata yang kita ucapkan dicatat oleh malaikat, menekankan pentingnya menjaga lisan.


Hadits

1. Hadits dari Abu Hurairah r.a.

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan pentingnya berbicara hanya dengan kebaikan dan memilih diam jika tidak ada kebaikan dalam perkataan.

2. Hadits dari Mu'adz bin Jabal r.a.

"Tidaklah manusia terlempar ke dalam neraka di atas wajah mereka atau di atas hidung mereka kecuali karena hasil ucapan lisan mereka." (HR. Tirmidzi)

   

Hadits ini mengingatkan bahaya dari perkataan yang tidak terkendali dan akibatnya di akhirat.

Bagaimanakah mengimplementasikan dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip menjaga perkataan dan perbuatan ini sangat penting. Setiap individu harus selalu introspeksi dan mempertimbangkan dampak dari kata-kata dan tindakannya. Apalagi bagi seorang pejabat yang memiliki kekuasaan dan pengaruh besar, tanggung jawab ini semakin besar.


Bagi Pejabat dan Pengambil Kebijakan

1. Kebijakan yang Bijak dan Adil:

Seorang pejabat harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil berdasarkan pengetahuan yang valid dan mempertimbangkan kemaslahatan rakyat. Kebijakan yang tidak dipikirkan dengan matang bisa menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat.

2. Pernyataan yang Penuh Tanggung Jawab:

Setiap pernyataan publik dari pejabat harus disampaikan dengan penuh tanggung jawab, menghindari informasi yang menyesatkan atau bisa memicu kegaduhan. Pernyataan pejabat bisa membawa dampak luas, baik positif maupun negatif.

3. Mengambil Teladan dari Rasulullah SAW:

Rasulullah SAW adalah contoh terbaik dalam menjaga perkataan dan tindakan. Beliau selalu bersikap adil, bijaksana, dan penuh kasih sayang. Pejabat dan pemimpin bisa mengambil teladan dari akhlak Rasulullah SAW dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.


Dalam Islam, kejujuran dan integritas adalah nilai-nilai yang sangat penting dan dihargai. Membohongi dan membodohi orang lain adalah perbuatan yang dilarang keras. Beberapa ajaran dan pandangan dalam Islam terkait hal ini antara lain:

1. Kejujuran sebagai Nilai Utama

Dalam Al-Qur'an, Allah memerintahkan umat-Nya untuk berkata jujur dan menghindari kebohongan. Sebagai contoh, dalam Surah Al-Isra' ayat 36, Allah berfirman: "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya."

2. Kebohongan adalah Dosa Besar

Rasulullah SAW bersabda: "Jauhilah olehmu dusta, karena dusta itu akan membawa kepada kejahatan dan kejahatan akan membawa ke neraka" (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan betapa seriusnya dosa berbohong dalam Islam.

3. Tanggung Jawab di Akhirat

Islam mengajarkan bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah pada hari kiamat. Allah berfirman dalam Surah Al-Zalzalah ayat 7-8: "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula."

4. Etika Bermuamalah

Dalam hubungan sosial dan bisnis, Islam menekankan pentingnya kejujuran dan keadilan. Misalnya, dalam Surah Al-Mutaffifin ayat 1-3, Allah mencela orang-orang yang curang dalam timbangan dan takaran, yang menipu orang lain demi keuntungan pribadi.

5. Contoh dari Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW adalah teladan utama dalam hal kejujuran. Beliau dikenal dengan julukan "Al-Amin" (yang terpercaya) karena selalu berkata dan berbuat jujur. Umat Islam dianjurkan untuk mengikuti teladan beliau dalam setiap aspek kehidupan.


Dengan demikian, Islam sangat mengecam tindakan membohongi dan membodohi orang lain. Umat Islam diajarkan untuk selalu jujur, berintegritas, dan bertanggung jawab atas setiap ucapan dan perbuatan mereka, baik di dunia maupun di akhirat.

Jadi dalam Islam sangat menekankan pentingnya bertanggung jawab atas setiap perkataan dan perbuatan. Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits Rasulullah SAW memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana menjaga lisan dan tindakan. Dalam kehidupan sehari-hari, dan terutama bagi pejabat yang memiliki pengaruh besar, prinsip ini harus diterapkan dengan penuh kesadaran dan kehati-hatian untuk memastikan bahwa setiap tindakan dan kebijakan membawa kebaikan dan keadilan.

Perenungan di hari Jumat ini sambil mendengarkan rintik hujan di poli dini hari, suasana syahdu dan sendu.


Catatan dan pengingat diri

Mas Bojreng


#jujur #honest #integritas #integrity #responsible #resposibility #tanggungjawab #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 



Thursday, May 23, 2024

Death... is certain

The Inevitable Door

Wa likulli ummatin ajalun fa izaa jaaa’a ajaluhum laa yasta’ khiroona saa’atanw wa laa yastaqdimoon (Al Araf : 34)

To every people is a term appointed: when their term is reached, not an hour can they cause delay, nor (an hour) can they advance (it in anticipation).

In shadows cast by fading light, 
Where whispers tell of final breath, 
We face the end, both day and night, 
Embracing peace that follows death.

A clock that never halts its hand, 
No pause, no rush, just steady pace, 
Each soul shall leave this mortal land, 
To find its rest, its final grace.

Yet fear and hope dance side by side, 
For in our hearts, we yearn to stay, 
Despite the promise open wide, 
Of heaven’s gates not far away.

Why then do we so dread the call, 
That bids us leave this earthly shore? 
When paradise awaits us all, 
Why do we fear to cross that door?

Perhaps it is the bonds we weave, 
The love we share, the dreams we chase, 
The thought of those we’ll have to leave, 
That makes us fear this final place.

But time, indifferent, marches on, 
Unmoved by pleas or cries for more, 
Each breath a gift, each moment gone, 
Towards the path we can’t ignore.

Remember then, our time is set, 
No second more, no moment soon, 
Embrace the life you have, and yet, 
Fear not the call beneath the moon.

Mas Bojreng

#life #death #waktu #time #hidup #mati #kemtian #deathiscertain #moslem #muslim #poem #poet #poetry #poetrycommunity #poetrylovers #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng

Wednesday, May 22, 2024

Sediakan waktu untuk cek kesehatan yuk

Kadang malah sering lalai dalam melakukan check kesehatan pada diri sendiri, dengan berbagai macam alasan atau dalih kesibukan.

Kapan saya melakukan cek lab lengkap? Hmmm 2 tahun yang lalu saat saya dirawat karena covid di RS.

Kesehatan merupakan aset berharga yang sering kali terabaikan dalam kehidupan sehari-hari yang sibuk. Banyak orang, terutama mereka yang memiliki rutinitas padat, kerap kali melupakan pentingnya melakukan check-up kesehatan secara rutin. Padahal, check-up kesehatan berperan vital dalam mendeteksi dini berbagai penyakit serta mencegah komplikasi yang lebih serius. Artikel ini akan membahas mengapa check-up kesehatan sangat penting, manfaat deteksi dini, dan bagaimana cara mengintegrasikan skrining kesehatan ke dalam kehidupan sehari-hari yang sibuk.


Mengapa Check-Up Kesehatan Penting?

Check-up kesehatan adalah pemeriksaan medis yang dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi kondisi kesehatan seseorang. Pemeriksaan ini meliputi berbagai tes dan evaluasi yang bertujuan untuk mendeteksi adanya masalah kesehatan sebelum gejala muncul atau sebelum kondisi tersebut berkembang menjadi lebih serius.

1. Deteksi Dini Penyakit

Salah satu manfaat utama dari check-up kesehatan adalah deteksi dini penyakit. Banyak penyakit serius seperti kanker, diabetes, dan penyakit jantung dapat berkembang tanpa gejala awal yang jelas. Melalui check-up rutin, dokter dapat mendeteksi tanda-tanda awal dari penyakit ini dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah perkembangan lebih lanjut. Misalnya, deteksi dini kanker melalui skrining dapat meningkatkan peluang kesembuhan dan mengurangi risiko komplikasi.

2. Mencegah Komplikasi

Check-up kesehatan juga berperan dalam mencegah komplikasi dari kondisi kesehatan yang sudah ada. Misalnya, penderita diabetes yang rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dapat memantau kadar gula darah mereka dan mencegah komplikasi seperti kerusakan saraf, gagal ginjal, atau masalah kardiovaskular. Dengan pemantauan rutin, dokter dapat menyesuaikan rencana perawatan dan mengurangi risiko komplikasi yang berbahaya.

3. Meningkatkan Kualitas Hidup

Melakukan check-up kesehatan secara rutin dapat membantu individu untuk tetap sehat dan aktif. Dengan mengetahui kondisi kesehatan secara keseluruhan, seseorang dapat membuat keputusan yang lebih baik terkait gaya hidup, seperti pola makan, olahraga, dan kebiasaan lainnya. Ini tidak hanya membantu dalam mencegah penyakit, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.


Manfaat Deteksi Dini dan Skrining Awal

Deteksi dini dan skrining awal memainkan peran penting dalam manajemen kesehatan. Mereka memungkinkan identifikasi penyakit atau kondisi kesehatan pada tahap awal, ketika mereka lebih mudah diobati dan dikelola.


1. Pengobatan Lebih Efektif

Penyakit yang dideteksi pada tahap awal umumnya lebih mudah dan lebih murah untuk diobati. Misalnya, kanker payudara yang terdeteksi dini memiliki tingkat keberhasilan pengobatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kanker yang ditemukan pada tahap lanjut. Deteksi dini memungkinkan dokter untuk memilih pendekatan pengobatan yang paling efektif dan meminimalkan dampak penyakit pada kehidupan pasien.


2. Mengurangi Biaya Pengobatan

Dengan mendeteksi penyakit sejak dini, biaya pengobatan dapat ditekan. Penyakit yang ditemukan pada tahap lanjut sering memerlukan perawatan yang lebih intensif dan mahal. Sebaliknya, intervensi awal biasanya lebih sederhana dan lebih murah. Oleh karena itu, check-up kesehatan dapat berkontribusi pada penghematan biaya perawatan kesehatan dalam jangka panjang.


3. Mencegah Penyebaran Penyakit Menular

Skrining awal juga penting dalam mencegah penyebaran penyakit menular. Misalnya, skrining untuk HIV, hepatitis, dan penyakit menular seksual lainnya dapat membantu dalam mendeteksi dan mengobati individu yang terinfeksi sebelum mereka menyebarkan penyakit kepada orang lain. Ini sangat penting dalam mengendalikan wabah dan melindungi kesehatan masyarakat.


Tantangan dalam Melakukan Check-Up Kesehatan di Tengah Kesibukan

Meskipun penting, banyak orang kesulitan meluangkan waktu untuk check-up kesehatan di tengah jadwal yang padat. Beberapa tantangan yang sering dihadapi antara lain:

1. Keterbatasan Waktu

Banyak orang memiliki jadwal yang sangat padat, baik karena pekerjaan, tanggung jawab keluarga, maupun aktivitas lainnya. Keterbatasan waktu ini sering kali menjadi alasan utama mengapa mereka tidak melakukan check-up kesehatan secara rutin.

2. Kurangnya Kesadaran

Kurangnya kesadaran tentang pentingnya check-up kesehatan juga menjadi hambatan. Banyak orang merasa bahwa mereka sehat-sehat saja dan tidak memerlukan pemeriksaan medis kecuali mereka merasa sakit. Persepsi ini perlu diubah melalui edukasi kesehatan yang lebih luas.

3. Akses ke Layanan Kesehatan

Di beberapa daerah, akses ke layanan kesehatan mungkin terbatas. Kurangnya fasilitas kesehatan atau biaya yang tinggi dapat menjadi hambatan bagi orang untuk mendapatkan check-up kesehatan yang diperlukan.


Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa langkah dapat diambil agar check-up kesehatan menjadi bagian dari rutinitas yang tidak terabaikan:

1. Jadwalkan Secara Rutin

Sama seperti Anda menjadwalkan pertemuan penting atau acara keluarga, jadwalkan check-up kesehatan secara rutin. Menentukan tanggal dan waktu tertentu setiap tahun untuk check-up kesehatan dapat membantu memastikan bahwa pemeriksaan ini tidak terlewatkan.

2. Manfaatkan Hari Libur atau Waktu Luang

Manfaatkan hari libur atau waktu luang untuk melakukan check-up kesehatan. Beberapa fasilitas kesehatan mungkin menyediakan layanan pada hari Sabtu atau di luar jam kerja, sehingga Anda tidak perlu mengambil cuti dari pekerjaan.

3. Gunakan Teknologi

Teknologi kesehatan, seperti aplikasi mobile dan layanan telemedicine, dapat membantu dalam melakukan check-up kesehatan. Banyak aplikasi yang dapat mengingatkan Anda untuk melakukan pemeriksaan rutin atau bahkan menyediakan konsultasi kesehatan secara online.

4. Edukasi Diri Sendiri dan Keluarga

Tingkatkan kesadaran diri dan keluarga tentang pentingnya check-up kesehatan. Dengan edukasi yang tepat, Anda dan keluarga akan lebih memahami manfaat deteksi dini dan merasa lebih termotivasi untuk menjadwalkan pemeriksaan kesehatan secara rutin.

5. Buat Prioritas Kesehatan

Penting untuk menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama. Ingatkan diri sendiri bahwa kesehatan yang baik adalah fondasi dari semua aktivitas lainnya. Dengan tubuh yang sehat, Anda dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih baik dan produktif.


Dalam pandangan Islam, menjaga kesehatan merupakan kewajiban yang sangat dihargai. Islam menekankan pentingnya merawat tubuh sebagai amanah dari Allah SWT. Ada beberapa ayat dalam Al-Qur'an dan hadis yang menunjukkan pentingnya menjaga kesehatan dan melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit.

Ayat Al-Qur'an

1. Surah Al-Baqarah (2:195):

"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri..."

Ayat ini sering ditafsirkan sebagai perintah untuk tidak melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri, termasuk mengabaikan kesehatan.

2. Surah Al-A'raf (7:31):

"Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."

Ayat ini menekankan keseimbangan dalam pola makan, yang merupakan bagian penting dari menjaga kesehatan.


Hadist yang nenyebutkan tentang menjaga kesehatan antara lain, adalah

1. Hadis Riwayat Bukhari:

"Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu." (HR. Bukhari)

Hadis ini mengingatkan umat Islam bahwa tubuh kita adalah amanah dari Allah dan kita harus merawatnya dengan baik, termasuk melakukan tindakan preventif seperti check-up kesehatan.

2. Hadis Riwayat Ibnu Majah:

"Tidak ada suatu pemberian yang lebih baik dari Allah kepada seorang hamba-Nya selain dari kesehatan." (HR. Ibnu Majah)

Hadis ini menunjukkan betapa besar nilai kesehatan dalam pandangan Islam, dan pentingnya menjaga kesehatan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah.


Para ulama sepakat bahwa menjaga kesehatan adalah bagian dari menjaga amanah yang diberikan oleh Allah SWT. Mereka mengajarkan bahwa pencegahan penyakit melalui tindakan seperti check-up kesehatan adalah sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Berikut adalah beberapa poin yang sering diangkat oleh para ulama:

1. Menjaga Amanah:

Tubuh kita adalah amanah dari Allah yang harus dijaga dengan baik. Mengabaikan kesehatan dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah tersebut.

2. Pencegahan Lebih Baik dari Pengobatan:

Dalam Islam, tindakan preventif sangat dianjurkan. Sebagai contoh, Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk menjaga kebersihan sebagai langkah pencegahan penyakit: "Kebersihan adalah bagian dari iman." (HR. Muslim)

3. Kewajiban untuk Berobat:

Ada hadis yang menganjurkan umat Islam untuk mencari pengobatan ketika sakit: "Berobatlah kalian, karena Allah tidak menciptakan penyakit melainkan Dia menciptakan juga obatnya." (HR. Abu Dawud)


Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Berdasarkan pandangan ini, umat Islam diharapkan untuk:

1. Melakukan Check-Up Rutin:

Menjadwalkan pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mendeteksi dini penyakit dan mencegah komplikasi.

2. Menjaga Pola Hidup Sehat:

Mengikuti pola makan yang seimbang, rutin berolahraga, dan menjaga kebersihan diri sebagai bagian dari ibadah.

3. Menghindari Bahaya:

Menghindari perilaku yang dapat membahayakan kesehatan, seperti merokok, konsumsi alkohol, dan gaya hidup tidak sehat.

4. Memanfaatkan Teknologi:

Menggunakan kemajuan teknologi kesehatan seperti telemedicine dan aplikasi kesehatan untuk memonitor kondisi tubuh.


Dalam Islam, menjaga kesehatan adalah bagian integral dari ajaran agama yang menekankan pentingnya kesejahteraan fisik dan mental. Melalui ayat-ayat Al-Qur'an, hadis, dan pandangan ulama, jelas bahwa tindakan preventif seperti check-up kesehatan tidak hanya dianjurkan tetapi juga merupakan bentuk ketaatan kepada Allah SWT dalam menjaga amanah tubuh yang telah diberikan-Nya. Oleh karena itu, umat Islam diharapkan untuk secara aktif menjaga kesehatan mereka dengan melakukan check-up rutin dan menerapkan gaya hidup sehat sebagai bagian dari ibadah dan tanggung jawab mereka kepada Allah SWT.


Sepertinya sudah saatnya saya menjadwalkan diri untuk general check up juga ini. 😁

Check-up kesehatan adalah langkah proaktif yang sangat penting untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan. Di tengah kesibukan dan rutinitas yang padat, penting untuk menyadari bahwa kesehatan harus menjadi prioritas utama. Deteksi dini melalui check-up kesehatan rutin dapat mencegah penyakit serius, mengurangi biaya pengobatan, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Dengan membuat komitmen untuk melakukan check-up kesehatan secara rutin, kita dapat memastikan bahwa kita mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif.

Jadi, jangan biarkan kesibukan menjadi alasan untuk mengabaikan kesehatan Anda. Jadwalkan check-up kesehatan sekarang juga dan nikmati manfaat dari hidup sehat yang lebih baik dan lebih berkualitas.

Yuk deteksi dini, check up, jangan sampai terlambat. Jangan hanya Jarkoni.


Catatan Mas Bojreng di siang hari nan panas ini entah ada yang baca atau tidak.


#sehat #checkup #medical #medis #deteksi #deteksidini #health #healthcare #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng

Titip Hati pada Allah

Sebagian hati kutinggal di sana, di sisi ranjang dan napas renta. Tak terucap kata, hanya diam yang bercerita, tapi ada kewajiban yang ta...