Masak kupat.. tradisi selalu dalam keluarga kami saat lebaran Iedul Fitri.
Kupat merupakan simbol kerendahan hati dan kesederhanaan. Sama seperti kupat yang terbungkus dalam lontong daun kelapa, seseorang diharapkan tetap merendahkan hati dan menjaga kesederhanaan dalam menjalani kehidupan.
Kesederhanaan yang diwakili oleh kupat mengajarkan kita untuk tidak terlalu terpengaruh oleh kesombongan dan keinginan duniawi. Dengan bersikap sederhana, seseorang menjadi lebih dekat dengan nilai-nilai kehidupan yang sejati, seperti kejujuran, kesetiaan, dan saling menghormati.
Jadi, dalam konteks filosofi Jawa, hubungan antara ngaku lepat (mengakui kesalahan) dengan kupat (simbol kesederhanaan) adalah bahwa dengan mengakui kesalahan dan merendahkan hati, seseorang dapat mencapai kedamaian batin dan kesejahteraan secara spiritual, sebagaimana halnya kupat yang melambangkan nilai-nilai kesederhanaan dan kerendahan hati dalam menjalani kehidupan.
Dalam filosofi Jawa, ketupat atau kupat bukan lagi sekadar hidangan khas raya Lebaran, tapi memiliki makna yang mendalam. Kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat.
Ngaku lepat atau mengakui kesalahan merupakan sebuah prinsip dalam filosofi Jawa yang mengajarkan pentingnya kesadaran diri dan kejujuran. Saat Lebaran Idul Fitri, prinsip ini menjadi semakin penting karena Lebaran adalah momen untuk introspeksi, memperbaiki hubungan dengan sesama, serta memaafkan dan meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukan.
Filosofi Jawa juga menekankan makna silaturahmi, saling menghormati, serta bersikap rendah hati. Dengan mengakui kesalahan dan meminta maaf, seseorang dapat memperkuat hubungan dengan orang lain dan menciptakan kedamaian dalam diri sendiri. Hal ini juga merupakan bentuk pengendalian diri dan pengembangan spiritualitas yang dijunjung tinggi dalam budaya Jawa.
Dalam Islam, konsep mengakui kesalahan, meminta maaf, dan memaafkan juga memegang posisi penting. Islam mengajarkan pentingnya kesadaran diri, kejujuran, dan kebaikan hati dalam hubungan dengan sesama. Meminta maaf dan memaafkan merupakan bagian dari akhlak mulia yang dianjurkan dalam ajaran Islam.
Saat Lebaran Idul Fitri, umat Islam juga diajarkan untuk membersihkan hati dari segala dosa dan kesalahan, serta memperbaiki hubungan dengan sesama. Proses meminta maaf dan memaafkan menjadi salah satu bentuk ibadah dan pertanda kedewasaan spiritual seseorang.
Dengan demikian, saat Lebaran Idul Fitri, prinsip ngaku lepat menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu bersikap rendah hati, jujur, dan siap mengakui kesalahan yang telah dilakukan. Dengan demikian, kita dapat menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan, kedamaian, dan keberkahan.
Catatan Mas Bojreng di siang hari nan mendung ini
#kupat #ketupat #salah #maaf #wrong #forgive #forgiveness #sory #appologize #catatanmasbojreng #masbojreng
No comments:
Post a Comment