Sunday, May 12, 2024

Tetaplah menjadi diri sendiri, apa adanya, tidak perlu berusaha mengada adakan yang tidak ada.

Sambil bikin kopi di pagi hari, ketika beberapa saat yang lalu melihat sesuatu tentang perubahan gaya hidup.

Membuat saya mendapatkan pengingat diri saya sendiri di hari ini. 

Perjalanan hidup dengan banyak faktor yang mempengaruhi jelas bisa merubah cara hidup dan gaya hidup anak manusia.

Perjalanan kehidupan sering kali tak terduga dan penuh dengan evolusi yang tidak hanya merubah pandangan kita tetapi juga gaya hidup. Hal ini terlihat jelas pada contoh individu yang berpindah dari kesederhanaan menuju kehidupan yang penuh kemewahan. Kisah ini bukan hanya tentang perubahan materi, tetapi lebih dalam lagi tentang pertumbuhan pribadi, pengalaman, dan pelajaran hidup yang membentuk keberadaan seseorang.

Gaya hidup sederhana, yang mungkin diawali dengan hidup dalam keterbatasan finansial, sering kali dilihat sebagai fase di mana seseorang belajar nilai terpenting dalam hidup: kepuasan dengan apa yang ada dan pentingnya nilai-nilai non-material. Dalam fase ini, interaksi sosial, kehangatan keluarga, dan kepuasan batin cenderung menjadi fokus utama daripada pengejaran materi. 

Namun, seiring berjalannya waktu dan berbagai peristiwa yang terjadi, termasuk pendidikan, pekerjaan, atau bahkan peristiwa keberuntungan seperti memenangkan lotere atau mewarisi harta, seseorang mungkin mendapati dirinya beralih ke gaya hidup yang lebih mewah. Perubahan ini tentu saja membawa dampak pada berbagai aspek kehidupan, mulai dari cara berpakaian, tempat tinggal, jenis transportasi, interaksi sosial, hingga kegiatan sehari-hari.

Misalnya, seorang yang dahulu hidup sederhana mungkin hanya memiliki satu set pakaian yang baik untuk dipakai berulang kali. Namun, dengan meningkatnya akses finansial, ia bisa membeli pakaian dari merek ternama, bukan karena kebutuhan, tetapi sebagai bentuk penghargaan atas kerja kerasnya. Tempat tinggal juga sering mengalami transformasi yang signifikan; dari tinggal di rumah kecil atau kontrakan, seseorang mungkin pindah ke rumah yang lebih besar atau bahkan memiliki beberapa properti.

Perubahan ini juga mempengaruhi cara individu tersebut berinteraksi dalam masyarakat. Dengan kemewahan datang akses ke lingkungan sosial yang sering kali lebih eksklusif. Ini bisa mencakup undangan ke acara-acara sosial yang lebih prestisius, membuka peluang untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang yang mungkin bisa memberikan peluang lebih lanjut dalam karir atau bisnis.

Selain itu, peningkatan status sosial ekonomi seringkali memungkinkan seseorang untuk mengalami gaya hidup yang lebih 'global'. Contohnya, jika dulu liburannya mungkin hanya ke tempat wisata lokal, kini mungkin bisa jalan-jalan ke luar negeri, mencicipi kuliner dari berbagai negara, atau belajar tentang budaya yang berbeda-beda, yang semuanya dapat membuka wawasan dan meningkatkan pemahaman antarkultural.

Tidak hanya dari segi fisik dan sosial, transformasi gaya hidup juga berpotensi menimbulkan perubahan dalam nilai dan pandangan dunia seseorang. Dengan pengalaman baru, akses ke pendidikan yang lebih baik, dan interaksi dengan berbagai jenis orang, seseorang mungkin mengembangkan pandangan yang lebih luas tentang apa yang penting dalam hidupnya dan bagaimana dia ingin mempengaruhi dunia di sekitarnya.

Namun, penting untuk diingat bahwa perjalanan ini tidak selalu mudah. Transisi dari kesederhanaan ke kemewahan bisa membawa tantangan tersendiri, seperti risiko kehilangan jati diri atau menjadi teralienasi dari komunitas asal. Keseimbangan adalah kunci, dan menemukan cara untuk mengintegrasikan elemen-elemen terbaik dari kedua dunia—nilai-nilai lama yang berharga dengan peluang baru yang mengasyikkan—adalah esensi sejati dari pengayaan hidup.


Dalam Islam, pandangan terhadap gaya hidup dipandang melalui lensa keseimbangan, kesederhanaan, dan keadilan sosial. Konsep-konsep ini tertanam dalam ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Hadits, yang memberikan panduan tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya menjalani kehidupannya, termasuk dalam hal kekayaan dan kemewahan.

1. Kesederhanaan (Al-Qana'ah): Dalam Islam, kesederhanaan sangat dihargai. Umat Islam diajarkan untuk hidup secara sederhana dan tidak berlebihan. Rasulullah Muhammad SAW sering kali menekankan pentingnya qana'ah, yang berarti merasa cukup dengan apa yang telah diberikan Allah SWT. Ini tidak berarti bahwa Islam menghambat kekayaan atau kemajuan finansial, melainkan mengajarkan bahwa dalam kekayaan tersebut, seseorang harus tetap menjaga kesederhanaan dan tidak berlebihan.

2. Keadilan sosial dan Zakat: Salah satu dari lima Rukun Islam adalah zakat atau amal kepada yang membutuhkan. Kekayaan dalam pandangan Islam bukan hanya untuk dinikmati sendiri tetapi juga sebagai cara untuk membantu mereka yang kurang mampu. Dengan demikian, kekayaan harus dibagi dengan adil dan harus digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Hindari Israf dan Tabzir (Pemborosan dan Pembaziran): Al-Qur'an secara tegas mengutuk israf (pemborosan) dan tabzir (pembaziran). Allah berfirman (artinya): “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al-Isra: 26-27). Ini mencerminkan sikap Islam terhadap penggunaan kekayaan yang tidak bertanggung jawab atau berlebihan.

4. Niat dan Syukur: Islam mengajarkan bahwa niat dalam setiap tindakan sangat penting. Memperoleh kekayaan untuk tujuan yang salah, seperti kesombongan atau riya' (pamer), adalah dilarang. Sebaliknya, jika kekayaan diperoleh dan digunakan dengan niat yang benar serta disertai dengan rasa syukur kepada Allah, maka ini dianggap positif.

5. Kebahagiaan Sejati: Sementara Islam tidak melarang umatnya untuk menikmati kemewahan, ajaran-ajaran agama ini sangat menekankan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada kumpulan harta benda, melainkan pada kekayaan rohani dan hubungan dengan Allah.


Membuat saya teringat akan suatu tulisan kisah yang mengajak saya untuk merenungkan tentang kedalaman makna kesederhanaan yang diajarkan oleh Rasululloh SAW, sebagaimana cerita yang diungkapkan oleh Hafshah kepada Khalifah Umar Bin Khattab. Dalam kehidupan yang diliputi dengan kemewahan dan keinginan untuk memiliki lebih, contoh yang diberikan Rasululloh SAW memberikan pesan yang sangat berbeda, tentang esensi dari kecukupan dan kebahagiaan sejati.

Di suatu hari, Umar bertanya kepada Hafshah tentang jenis makanan yang paling lezat yang pernah dimakan oleh Rasululloh SAW di rumahnya. Dengan simpel, Hafshah menjawab bahwa itu adalah roti dari tepung kasar yang dicelupkan ke dalam minyak. Jawaban sederhana ini membuka gambaran bahwa kelezatan sejati tidak datang dari hidangan yang rumit atau mahal, melainkan dari keberkahan dan kesederhanaan di dalamnya.

Pertanyaan berikutnya dari Umar adalah mengenai alas tidur terbaik yang pernah digunakan oleh Rasululloh SAW. Sekali lagi, jawaban Hafshah menunjukkan kemurnian dalam kesederhanaan, yaitu sebuah kain yang pada musim panas dilipat empat dan pada musim dingin dilipat dua, berfungsi ganda sebagai alas dan selimut. Ini memberikan kita pemahaman bahwa kenyamanan tidak harus bersumber dari barang yang mewah atau mahal, melainkan dari cara kita mengapresiasi dan memanfaatkan apa yang kita miliki.

Kesederhanaan ini bukan hanya sebatas pada pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi juga merupakan refleksi dari nilai-nilai spiritual yang mendalam. Rasululloh SAW mengajarkan umatnya bahwa kehidupan di dunia ini adalah sementara dan apa yang paling penting adalah bagaimana kita menyempurnakan diri kita dalam keimanan dan ketakwaan.

Khalifah Umar Bin Khattab, melalui cerita ini, berpesan kepada kita semua untuk mengikuti jejak Rasululloh SAW. Beliau menyatakan akan mengambil langkah serupa, mencari kebahagiaan yang tidak hanya terbatas pada dunia ini tetapi juga yang akan berlanjut ke akhirat. Umar mengajak kita untuk menerapkan hidup sederhana, tidak terlalu terikat pada kebendaan, dan lebih mencari kedamaian dan keberkahan melalui cara hidup yang zuhud dan penuh syukur atas apa yang sudah Allah berikan.

Kisah ini mengingatkan kita semua untuk memikirkan kembali apa yang kita anggap sebagai kebutuhan versus keinginan, dan untuk kembali ke esensi dari apa yang sebenarnya membuat kita merasa kaya, yaitu keseimbangan, ketenangan jiwa, dan hubungan kita dengan Sang Pencipta. Ini adalah pelajaran tentang bagaimana kita seharusnya menjalani hidup yang tidak hanya baik untuk diri kita sendiri tetapi juga sebagai contoh positif bagi orang lain di sekitar kita. Rasululloh SAW tidak hanya memimpin dengan kata-kata, tetapi yang lebih penting, melalui tindakan dan kehidupan sehari-hari yang menjadi cermin bagi kita semua untuk mengikuti.

Jadi pandangan Islam terhadap peralihan dari kesederhanaan ke kemewahan adalah salah satu keseimbangan dan tanggung jawab. Kekayaan di dunia ini dilihat sebagai amanah dari Allah yang harus digunakan dengan cara yang bertanggung jawab, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai spiritual dan sosial Islam.

Dengan demikian, perubahan gaya hidup sebagai hasil dari evolusi kehidupan membuka banyak pintu baru; tidak hanya dalam hal materi, tetapi juga dalam pertumbuhan pribadi, intelektual, dan spiritual. Setiap tahapan memiliki keindahannya dan pelajarannya yang unik. Balutan kemewahan barangkali menarik, namun nilai-nilai yang diperoleh selama masa kesederhanaan sering kali menjadi dasar yang kuat bagi karakter seseorang. Ini adalah simfoni kehidupan, di mana setiap fase berkontribusi pada melodi yang luar biasa.


Tetaplah menjadi diri sendiri, apa adanya, tidak perlu berusaha mengada adakan yang tidak ada.


Pengingat diri yang saya bikin sebagai Catatan Mas Bojreng


#dirisendiri #bewhoyoyare #life #lifestyle #gaya #gayahidup #sederhana #mewah #apaadanya #motivasi #motivation #muslim #moslem #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng

No comments:

Post a Comment

Bukti yang Bungkam

Serial CSI (Crime Scene Investigation) itu keren banget karena nunjukin gimana bukti kecil bisa jadi kunci buat ngebongkar kasus besar. Jad...