Tadi pagi melihat berita bersliweran dan ada satu topik yang cukup menarik buat saya.
Dan langsung search beritanya.
Seperti di link dibawah ini.
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/28/12362161/jaksa-ungkap-syl-ancam-pejabat-kementan-yang-tak-beri-uang-di-nonjob-kan#google_vignette
Ketika jabatan dipertaruhkan....
Apakah hati nurani tidak didengarkan lagi?
Jadi teringat salah satu bentuk percakapan dari film A Few Good Men
Downey : [anxiously] What did we do wrong? We did nothing wrong!
Dawson : Yeah we did. We were supposed to fight for people who couldn't fight for themselves. We were supposed to fight for Willy.
Apakah anda tahu yang saya maksud dari dialog diatas?
Juga teringat salah satu quotes
"Stick to the truth, even if the truth kills you."
- UMAR IBN AL-KHATTAB Rawdat al-Uqala #77-78
Apapun resikonya ....
Pada Akhirnya Semua Ucapan dan Tindakan Akan Dipertanggungjawabkan Baik di Dunia Maupun Akhirat
Islam menekankan pentingnya tanggung jawab atas setiap ucapan dan tindakan yang dilakukan oleh setiap individu. Konsep ini tertanam dalam ajaran Al-Qur'an dan Hadis, di mana setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang mereka lakukan di dunia ini, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam tulisan ini, akan dijelaskan secara detil bagaimana Islam mengajarkan tentang tanggung jawab ini dan beberapa dalil dari Al-Qur'an dan Hadis yang mendukung konsep tersebut.
Tanggung Jawab dalam Perspektif Al-Qur'an
Al-Qur'an, sebagai kitab suci umat Islam, memberikan banyak sekali petunjuk tentang pentingnya tanggung jawab atas setiap ucapan dan tindakan. Salah satu ayat yang sangat jelas menyebutkan hal ini adalah dalam Surah Al-Isra' (17:36):
> "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban." (QS. Al-Isra: 36).
Ayat ini menggarisbawahi bahwa setiap aspek dari indra manusia, termasuk apa yang mereka dengar, lihat, dan rasakan, akan dipertanggungjawabkan. Ini menunjukkan bahwa Islam menuntut umatnya untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan sesuatu yang mereka tidak ketahui atau tidak memahami konsekuensinya.
Selain itu, dalam Surah Al-Zalzalah (99:7-8), Allah SWT berfirman:
> "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula." (QS. Al-Zalzalah: 7-8).
Ayat ini menekankan bahwa sekecil apapun perbuatan, baik atau buruk, akan mendapatkan balasan. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, tidak ada perbuatan yang dianggap remeh atau tidak penting, karena semuanya akan diperhitungkan dan dibalas sesuai dengan amalannya.
Hadis Mengenai Pertanggungjawaban
Nabi Muhammad SAW juga banyak mengajarkan tentang pentingnya bertanggung jawab atas ucapan dan tindakan melalui berbagai hadis. Salah satu hadis yang paling terkenal mengenai hal ini adalah:
> "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menekankan pentingnya menjaga ucapan. Seorang Muslim yang sejati harus selalu mempertimbangkan apakah apa yang akan dia katakan itu baik dan bermanfaat. Jika tidak, lebih baik diam. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan etika berbicara, karena ucapan yang buruk bisa menyebabkan kerusakan yang besar.
Ada juga hadis lain yang menunjukkan bahwa setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan. Nabi Muhammad SAW bersabda:
> "Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga dia ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya bagaimana ia amalkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan." (HR. Tirmidzi).
Hadis ini menggambarkan betapa detailnya pertanggungjawaban yang akan dihadapi setiap individu pada hari kiamat. Setiap aspek kehidupan, mulai dari umur, ilmu, harta, hingga tubuh, semuanya akan dipertanyakan.
Tanggung Jawab di Dunia dan Akhirat
Islam mengajarkan bahwa tanggung jawab tidak hanya berlaku di akhirat, tetapi juga di dunia. Di dunia, seseorang harus bertanggung jawab atas setiap tindakan yang mereka lakukan karena setiap perbuatan memiliki konsekuensi. Misalnya, seseorang yang berbuat kejahatan akan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku di dunia. Ini sesuai dengan prinsip keadilan yang diajarkan dalam Islam.
Namun, di akhirat, pertanggungjawaban ini menjadi lebih jelas dan terperinci. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Infitar (82:10-12):
> "Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Infitar: 10-12).
Ayat ini menegaskan bahwa setiap perbuatan manusia dicatat oleh malaikat, dan catatan ini akan menjadi bukti di hari kiamat. Tidak ada perbuatan yang terlewatkan, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.
Implikasi dalam Kehidupan Sehari-Hari
Kesadaran bahwa setiap ucapan dan tindakan akan dipertanggungjawabkan membawa implikasi yang mendalam dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim. Beberapa implikasi tersebut antara lain:
1. Kehati-hatian dalam Berucap dan Bertindak: Seorang Muslim akan selalu berhati-hati dalam setiap ucapan dan tindakan mereka. Mereka akan selalu mempertimbangkan apakah tindakan mereka sesuai dengan ajaran Islam dan apakah akan membawa kebaikan atau kerusakan.
2. Kejujuran dan Integritas: Kesadaran akan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT mendorong seorang Muslim untuk selalu jujur dan berintegritas. Mereka akan menghindari segala bentuk penipuan, kebohongan, dan ketidakadilan.
3. Komitmen terhadap Kebaikan: Seorang Muslim akan selalu berusaha untuk melakukan kebaikan sekecil apapun, karena mereka yakin bahwa setiap kebaikan akan mendapatkan balasan. Ini mendorong mereka untuk berkontribusi positif dalam masyarakat.
4. Kepedulian terhadap Sesama: Mengetahui bahwa setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan membuat seorang Muslim lebih peduli terhadap sesama. Mereka akan berusaha untuk membantu orang lain dan menghindari menyakiti atau merugikan orang lain.
Jadi dalam Islam, konsep bahwa setiap ucapan dan tindakan akan dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat adalah sebuah prinsip fundamental yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan seorang Muslim. Ajaran ini tertuang dalam berbagai ayat Al-Qur'an dan Hadis, yang menekankan pentingnya bertindak dengan penuh tanggung jawab, kejujuran, dan integritas. Kesadaran akan pertanggungjawaban ini tidak hanya membawa implikasi positif dalam kehidupan pribadi seorang Muslim, tetapi juga dalam interaksi sosial mereka, mendorong mereka untuk selalu berbuat baik dan menghindari segala bentuk kejahatan.
Karena pada akhirnya kita semua akan mati dan tidak ada harta atau materi yang kita bawa.
Kain kafan tidak berkantung.
Dalam kehidupan ini, manusia sering kali terjebak dalam pengejaran harta, kekayaan, dan status sosial. Namun, Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara, dan yang abadi adalah kehidupan setelah mati. Ketika kita meninggal, tidak ada harta atau materi yang kita bawa. Kain kafan yang digunakan untuk membungkus jenazah tidak berkantung, mengingatkan kita bahwa tidak ada harta yang bisa kita bawa ke akhirat. Tulisan ini akan mengupas bagaimana Islam memandang hakikat kehidupan dunia, makna kematian, dan pentingnya mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati.
Hakikat Kehidupan Dunia dalam Islam
Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara dan merupakan tempat ujian bagi manusia. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hadid (57:20):
"Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (QS. Al-Hadid: 20).
Ayat ini dengan jelas menggambarkan bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan dan kesenangan yang sementara. Segala sesuatu yang kita anggap berharga di dunia ini, seperti harta dan anak, hanyalah perhiasan yang pada akhirnya akan musnah. Sebaliknya, yang abadi adalah kehidupan setelah mati, di mana ada dua kemungkinan: azab yang keras atau ampunan dan keridhaan Allah SWT.
Kematian sebagai Kepastian
Kematian adalah suatu kepastian yang tidak bisa dihindari oleh setiap makhluk hidup. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ankabut (29:57):
"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan." (QS. Al-Ankabut: 57).
Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap manusia pasti akan mati, dan setelah itu, kita akan dikembalikan kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita selama hidup di dunia. Nabi Muhammad SAW juga sering mengingatkan umatnya tentang kematian sebagai pengingat untuk selalu hidup dalam kesadaran akan akhirat. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:
"Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan, yaitu kematian." (HR. Tirmidzi).
Hadis ini menegaskan pentingnya mengingat kematian agar kita tidak terlena dengan kenikmatan dunia yang sementara dan selalu mempersiapkan diri untuk kehidupan yang abadi di akhirat.
Kain Kafan yang Tidak Berkantung
Ketika seseorang meninggal, tubuhnya akan dibungkus dengan kain kafan sebelum dimakamkan. Kain kafan ini sederhana dan tidak berkantung, melambangkan bahwa tidak ada harta benda yang bisa dibawa ke alam kubur. Ini merupakan pengingat kuat bagi kita bahwa segala harta yang kita kumpulkan selama hidup di dunia tidak akan berarti apa-apa setelah kita meninggal.
Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Anak Adam berkata: 'Hartaku, hartaku.' Apakah kamu memiliki harta selain dari apa yang kamu makan lalu habis, atau apa yang kamu pakai lalu usang, atau apa yang kamu sedekahkan dan itu akan kekal?" (HR. Muslim).
Hadis ini menekankan bahwa harta yang sebenarnya kita miliki adalah yang kita manfaatkan dengan baik, baik untuk keperluan pribadi yang dibutuhkan atau untuk kebaikan seperti sedekah. Harta yang kita simpan dan kita banggakan tidak akan kita bawa ke kubur. Hanya amal kebaikan yang kita lakukan dengan harta tersebut yang akan menjadi bekal kita di akhirat.
Bekal yang Sesungguhnya: Amal Shaleh
Islam mengajarkan bahwa yang akan kita bawa ke akhirat adalah amal shaleh kita. Harta dan kekayaan dunia tidak akan berarti jika tidak digunakan untuk kebaikan. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:197):
"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal." (QS. Al-Baqarah: 197).
Ayat ini mengingatkan kita bahwa bekal yang sesungguhnya untuk perjalanan akhirat adalah takwa, yakni kepatuhan dan ketundukan kepada Allah SWT dalam setiap aspek kehidupan. Takwa akan memandu kita untuk berbuat baik, bersedekah, dan menggunakan harta kita di jalan yang diridhai Allah.
Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW juga menjelaskan bahwa ada tiga perkara yang akan terus mengalir pahalanya meskipun seseorang telah meninggal:
"Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya." (HR. Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa amal shaleh yang dilakukan dengan harta, seperti sedekah jariyah, serta kontribusi dalam bentuk ilmu yang bermanfaat dan mendidik anak yang shaleh, adalah bekal yang akan terus mengalirkan pahala bagi kita di akhirat.
Kesederhanaan dan Kebersahajaan
Kesadaran akan hakikat kehidupan dunia dan kematian mendorong seorang Muslim untuk hidup sederhana dan bersahaja. Mereka yang memahami bahwa kain kafan tidak berkantung akan lebih fokus pada hal-hal yang lebih abadi daripada mengejar kemewahan dunia. Hidup sederhana dan tidak berlebihan adalah cerminan dari ketakwaan dan kesadaran akan akhirat.
Nabi Muhammad SAW sendiri hidup dengan penuh kesederhanaan meskipun beliau adalah pemimpin besar. Beliau sering menasihati para sahabatnya untuk tidak terperangkap dalam kemewahan dunia. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:
"Kekayaan yang sebenarnya bukanlah karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa kekayaan yang hakiki adalah rasa puas dan syukur dalam hati, bukan pada banyaknya harta benda. Orang yang kaya hati akan lebih mudah menjalani hidup dengan sederhana dan tidak terikat pada materi duniawi.
Kain kafan yang tidak berkantung menjadi simbol yang sangat kuat dalam Islam tentang hakikat kehidupan dunia dan kematian. Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara, dan yang abadi adalah kehidupan setelah mati. Kematian adalah suatu kepastian yang tidak bisa dihindari, dan ketika kita meninggal, tidak ada harta atau materi yang bisa kita bawa. Hanya amal shaleh yang kita lakukan dengan ikhlas yang akan menjadi bekal kita di akhirat.
Kesadaran ini seharusnya mendorong setiap Muslim untuk hidup dengan penuh tanggung jawab, kejujuran, dan integritas. Mereka akan lebih fokus pada amal kebaikan dan menggunakan harta mereka di jalan yang diridhai Allah SWT. Dengan demikian, mereka mempersiapkan diri untuk kehidupan yang abadi di akhirat, di mana setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan dan hanya amal shaleh yang akan menjadi penolong kita.
Catatan dan pengingat diri dini hari ini
Mas Bojreng
#life #lifestyle #death #conscience #nurani #hatinirani #corruption #moslem #muslim #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng
No comments:
Post a Comment