Monday, March 4, 2024

Puasa dan Ibu Hamil dan menyusu

 Banyak yang bertanya bagaimanakah ibu hamil dan menyusui pada saat berpuasa?

Ibu hamil dan menyusui yang menjalani puasa selama bulan Ramadan atau dalam kondisi lainnya memerlukan perhatian khusus terhadap kesehatan mereka dan juga perkembangan janin atau bayi mereka. Puasa dapat berdampak pada kesehatan ibu dan bayi jika tidak dilakukan dengan benar dan diperhatikan pola makan yang tepat.


Pengaruh Puasa pada Ibu Hamil dan Menyusui:


Pada dasarnya, puasa harus diimbangi dengan pola makan yang sesuai. Pada ibu hamil, kekurangan nutrisi dapat berdampak negatif pada pertumbuhan janin dan kesehatan tubuh ibu. Sementara pada ibu menyusui, kualitas ASI yang dihasilkan juga dapat terpengaruh oleh asupan makanan dan cairan yang dikonsumsi.


Pola Makan yang Dianjurkan:


Untuk ibu hamil dan menyusui yang berpuasa, pola makan yang seimbang dan menyediakan nutrisi penting adalah kunci utama. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:


1. Sahur yang Nutritif: Pastikan sahur terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat kompleks, protein, lemak sehat, serta serat. Hal ini penting untuk memberikan energi yang cukup sepanjang hari.


2. Berbuka yang Sehat: Saat berbuka, pilih makanan ringan yang mudah dicerna seperti buah-buahan, sayuran, serta protein tinggi. Hindari makanan yang digoreng atau berlemak berlebihan.


3. Konsumsi Cairan yang Cukup: Selama waktu berbuka dan sahur, pastikan untuk minum air putih yang cukup agar tubuh tetap terhidrasi dengan baik.


4. Suplemen Tambahan: Bicarakan dengan dokter atau ahli gizi mengenai kebutuhan suplemen tambahan seperti asam folat atau zat besi yang diperlukan selama kehamilan atau menyusui.


Yang Perlu Diawasi atau Diperhatikan:


1. Kesehatan dan Energi:Jika ibu hamil atau menyusui merasa lemah, pusing, atau tidak mampu berpuasa tanpa merasa terganggu, sebaiknya konsultasikan dengan tenaga medis untuk menentukan apakah aman untuk melanjutkan puasa.


2. Perkembangan Janin atau Bayi: Perhatikan tanda-tanda gangguan seperti penurunan gerakan janin atau perubahan kualitas ASI pada ibu menyusui. Jika ada kekhawatiran, segera konsultasikan dengan dokter.


3. Jangan Menunda Makanan atau Minuman: Meskipun berpuasa, jika ada kebutuhan mendesak untuk makan atau minum, jangan menundanya demi kesehatan ibu dan janin/bayi.


4. Konsultasikan dengan Ahli Gizi atau Dokter: Jika masih merasa ragu atau butuh panduan lebih lanjut mengenai pola makan yang sesuai, selalu lebih baik untuk berkonsultasi dengan ahli gizi atau tenaga medis.


Dalam pengelolaan puasa bagi ibu hamil dan menyusui, kesehatan ibu dan perkembangan janin atau bayi harus menjadi prioritas utama. Dengan pola makan yang tepat dan perhatian ekstra terhadap kondisi tubuh, puasa dapat tetap dilaksanakan tanpa mengganggu kesehatan. Jaga kesehatan selama masa puasa, dan selamat berpuasa bagi ibu hamil dan menyusui yang melakukannya.


Dalam pandangan Islam, puasa Ramadan adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat Muslim yang sudah baligh dan mampu secara fisik maupun finansial. Namun, agama Islam memberikan pengecualian dalam melaksanakan puasa bagi wanita hamil atau menyusui dalam kondisi tertentu.


Pandangan Islam terkait Ibu Hamil yang Puasa:


Jika wanita hamil takut terhadap janin yang berada dalam kandungannya dan wanita menyusui takut terhadap bayi yang dia sapih karena sebab keduanya berpuasa, maka boleh baginya untuk tidak berpuasa. Hal ini disepakati oleh para ulama. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil dan wanita menyusui.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)


Menurut ajaran Islam, seorang wanita hamil diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika khawatir berpuasa dapat membahayakan kesehatan dirinya atau janin yang dikandungnya. Kesehatan dan keselamatan ibu dan janin menjadi prioritas utama, dan dalam hal ini, Islam memperbolehkan wanita hamil untuk menggantikan puasanya di kemudian hari setelah melahirkan.


Pandangan Islam terkait Ibu Menyusui yang Puasa:


Seorang wanita yang sedang menyusui juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika khawatir puasa dapat berdampak buruk pada produksi ASI atau kesehatan bayinya. Islam memahami pentingnya pemenuhan gizi dan cairan yang cukup bagi ibu menyusui demi kesehatan bayi, dan menyediakan keringanan dalam hal ini. Ibu menyusui yang tidak berpuasa diharapkan menggantikan puasanya di kemudian hari.


Kewajiban Penggantian Puasa:


Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa para ulama dalam masalah qadha’ dan fidyah bagi wanita hamil dan menyusui memiliki empat pendapat.


[Pendapat pertama] Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Sa’id bin Jubair berpendapat bahwa boleh keduanya tidak puasa dan ada kewajiban fidyah, namun tidak ada qadha’ bagi keduanya.


[Pendapat kedua] ‘Atho’ bin Abi Robbah, Al Hasan, Adh Dhohak, An Nakho’i, Az Zuhri, Robi’ah, Al Awza’i, Abu Hanifah, Ats Tsauri, Abu ‘Ubaid, Abu Tsaur, dan ulama Zhahiri berpendapat bahwa keduanya boleh tidak puasa namun harus mengqadha’, tanpa ada fidyah. Keadaannya dimisalkan seperti orang sakit.


[Pendapat ketiga] Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa keduanya boleh tidak puasa, namun wajib menunaikan qadha’ dan fidyah sekaligus. Pendapat ini juga dipilih oleh Mujahid.

[Pendapat keempat] Imam Malik berpendapat bahwa wanita hamil boleh tidak puasa, namun harus mengqadha’ tanpa ada fidyah. Namun untuk wanita menyusui, ia boleh tidak puasa, namun harus mengqadha’ sekaligus menunaikan fidyah. Ibnul Mundzir setelah menyebutkan pendapat-pendapat ini, ia lebih cenderung pada pendapat ‘Atho’ yang menyatakan ada kewajiban qadha’, tanpa fidyah. (Lihat Al Majmu’, 6: 178)

Tetap Ada Qadha’


Asy Syairozi -salah seorang ulama Syafi’i- berkata, “Jika wanita hamil dan menyusui khawatir pada diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan punya kewajiban qadha’ tanpa ada kafarah. Keadaan mereka seperti orang sakit. Jika keduanya khawatir pada anaknya, maka keduanya tetap menunaikan qadha’, namun dalam hal kafarah ada tiga pendapat.” (Al Majmu’, 6: 177)


Imam Nawawi berkata, “Wanita hamil dan menyusui ketika tidak berpuasa karena khawatir pada keadaan dirinya, maka keduanya boleh tidak puasa dan punya kewajiban qadha’. Tidak ada fidyah ketika itu seperti halnya orang yang sakit. Permasalahan ini tidak ada perselisihan di antara para ulama. Begitu pula jika khawatir pada kondisi anak saat berpuasa, bukan pada kondisi dirinya, maka boleh tidak puasa, namun tetap ada qadha’. Yang ini pun tidak ada khilaf. Namun untuk fidyah diwajibkan menurut madzhab Syafi’i.” (Idem)


Tidak Tepat Hanya Fidyah Saja

Sedangkan mewajibkan hanya menunaikan fidyah saja bagi wanita hamil dan menyusui tidaklah tepat. Ibnu Qudamah berkata, “Wanita hamil dan menyusui adalah orang yang masih mampu mengqadha’ puasa (tidak sama seperti orang yang sepuh). Maka qadha’ tetap wajib sebagaimana wanita yang mengalami haidh dan nifas. Sedangkan dalam surat Al Baqarah ayat 184 menunjukkan kewajiban fidyah, namun itu tidak menafikan adanya qadha’ puasa karena pertimbangan dalil yang lain. … Imam Ahmad sampai berkata, “Aku lebih cenderung memegang hadits Abu Hurairah dan tidak berpendapat dengan pendapat Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar yang berpendapat tidak wajibnya qadha’.” (Al Mughni, 4: 395)


Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata, “Lebih tepat wanita hamil dan menyusui dimisalkan seperti orang sakit dan musafir yang punya kewajiban qadha’ saja (tanpa fidyah). Adapun diamnya Ibnu ‘Abbas tanpa menyebut qadha’ karena sudah dimaklumi bahwa qadha’ itu ada.” (Syarhul Mumthi’, 6: 350. Lihat pula pendapat Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz dalam Majmu’ Al Fatawa Ibnu Baz, 15: 225 dan Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman bin Jibrin dalam Syarh ‘Umdatul Fiqh, 1: 576-577)


Kewajiban qadha’ saja yang menjadi pendapat ‘Atho’ bin Abi Robbah dan Imam Abu Hanifah. Inilah pendapat terkuat dari pendapat para ulama yang ada. Sehingga wanita hamil dan menyusui masih terkena ayat,


وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ


“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185).


Adanya qadha’ di sini sudah ma’ruf di tengah-tengah para sahabat dan para ulama. Inilah pendapat yang lebih tepat. Wallahu a’lam.


Dalam pandangan Islam, kesehatan dan keselamatan ibu dan anak sangat diutamakan. Agama memberikan keringanan dalam hal puasa bagi wanita hamil dan menyusui yang membutuhkan. Oleh karena itu, penting untuk selalu berdiskusi dengan ahli agama atau penasihat spiritual untuk mendapatkan arahan yang tepat terkait puasa dalam kondisi khusus seperti kehamilan dan menyusui.


Sebaiknya selalu konsultasikan dengan tenaga medis atau ahli gizi sebelum menjalani puasa saat sedang hamil atau menyusui untuk memastikan keamanan serta mendapatkan panduan yang sesuai dengan kebutuhan individu.


Diambil dari berbagai sumber.

Salah satunya


https://rumaysho.com/7700-puasa-wanita-hamil-dan-menyusui-apakah-wajib-qadha.html


Catatan Mas Bojreng, nulis sambil poli dini hari. 


#puasa #ibuhamil #ibumenyusu #pregnant #pregnancy #fasting #artikelkesehatan #catatanmasbojreng #masbojreng

No comments:

Post a Comment

Bukti yang Bungkam

Serial CSI (Crime Scene Investigation) itu keren banget karena nunjukin gimana bukti kecil bisa jadi kunci buat ngebongkar kasus besar. Jad...