Thursday, February 15, 2024

Panem et circenses

Saat jaman sekolah dahulu, salah satu mata pelajaran yang saya suka adalah sejarah, mulai dari sejarah Indonesia sampai sejarah dunia.

Sampai sekarang buku sejarah dan biografi menghiasai lemari buku saya. Tidak hanya hiasan karena juga saya baca dan masih salah satu bacaan favorit saya.

Ok ini sedikit cerita tentang kejadian di kerajaan Romawi, mohon jangan baper dengan menyamakan dengan negara kita yang gemah ripah loh jinawi.

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan masa lalu, di sebuah kerajaan yang diselimuti oleh kekuasaan dan ambisi, lahir suatu konsep yang dikenal dengan "Panem et Circenses" atau dalam bahasa Indonesia berarti "Roti dan Sirkus". Konsep ini tidak hanya merefleksikan sebuah periode sejarah yang penting, tetapi juga menjadi cerminan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi dan mengendalikan masyarakatnya.


Cerita ini bermula dari Roma kuno, sebuah peradaban yang mulai berkembang sekitar abad ke-8 SM dan menjadi salah satu kekaisaran terbesar dalam sejarah. Dalam peradaban ini, tumbuh strategi yang cerdik untuk menjaga ketenangan dan kepatuhan massa: dengan menyediakan makanan gratis dan hiburan yang meriah.


Pada masa itu, Roma di bawah kendali sang Julius Caesar yang ambisius, yang dengan cermat melihat kebutuhan masyarakatnya. Beliau berharap untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakatnya, yang mulai resah karena inefisiensi politik dan kesenjangan sosial yang tajam. Untuk mencapai ini, Caesar mengenalkan "Panem et Circenses".


Rumus ini sederhana - menyediakan roti, simbol dari kebutuhan dasar, dan sirkus, yang adalah hiburan massal berupa pertandingan gladiator, balap kereta, dan pertunjukan teater. Ini adalah alat yang sahih untuk memastikan bahwa meski ada ketidakpuasan, rakyat akan tetap sedikit puas dan teralihkan.


Karakter utama dalam cerita ini tentu saja adalah Julius Caesar, yang pandai dan bisa membaca situasi dengan baik. Namun dia bukan tokoh tunggal. Kisah ini juga melibatkan rakyat jelata yang beragam - dari petani yang sederhana hingga seniman yang berbakat dan gladiator yang gagah berani. Mereka semua, entah sadar atau tidak, merupakan aktor dalam drama sosial yang dirancang oleh para pemimpin mereka.


Seiring waktu, kaisar-kaisar berikutnya seperti Augustus dan Nero juga menyadari manfaat strategi ini dan bahkan mengembangkannya lebih jauh. Mereka membangun amfiteater yang megah seperti Colosseum, di mana ribuan orang dapat menonton gladiator berjuang sampai mati, atau binatang buas dimanfaatkan untuk pertunjukan yang kejam.


Namun, meski 'Panem et Circenses' berhasil dalam menjaga rakyat tetap sibuk dan terhibur, secara bertahap juga mengarah pada penurunan moralitas dan kurangnya partisipasi aktif rakyat dalam politik. Rakyat menjadi terlalu kenyang dengan roti dan terlalu terpukau oleh sirkus hingga lupa untuk mempertanyakan atau berpartisipasi dalam urusan penting negara.


Akhir kisah ini, seperti halnya dengan banyak aspek dalam sejarah, tidak datang tiba-tiba atau secara dramatis, melainkan perlahan dan pasti. Kerajaan Roma yang megah dengan segala kecemerlangan dan kekuasaannya perlahan mulai meruntuh karena korupsi, keserakahan, dan terkikisnya nilai-nilai sosial. Pada akhirnya, sistem yang sama yang bertujuan menjaga rakyat tenang itu juga menjadi salah satu penyumbang dalam kejatuhannya.


'Panem et Circenses' telah menjadi pelajaran berharga dalam sejarah - sebuah peringatan akan pentingnya pendidikan, keterlibatan sosial, dan kewaspadaan dalam menjaga demokrasi. Ini adalah pengingat bahwa hiburan dan kepuasan dasar dapat digunakan sebagai alat kontrol, dan bahwa untuk sebuah masyarakat yang sehat memerlukan lebih dari sekadar roti dan pertunjukan. Akhir dari 'Panem et Circenses' tidak hanya menandai ujung dari era di dalam sejarah Roma, tapi juga membawa pelajaran pada zaman yang akan datang tentang pentingnya keseimbangan antara pemberian dan partisipasi aktif warga negara dalam keberlangsungan sebuah peradaban.


Kata Bung Karno, Presiden pertama Indonesia, Jas Merah, jangan lupakan sejarah.

Sejarah bisa berulang? 

"Mereka yang tidak bisa belajar dari sejarah ditakdirkan untuk mengulanginya." - Winston Churchill

Catatan Mas Bojreng


#catatanmasbojreng #masbojreng

No comments:

Post a Comment

Dalam Lantun Surah Al-Kahfi

Terdengar lembut ayat berseri, Al-Kahfi lantun menyejuk diri. Bibirku ikut, lirih bernada, Mengalir damai ke relung jiwa. Kenangan datan...