Thursday, February 15, 2024

Kosongkan gelasmu separuh ketika membaca

Semenjak kecil memang saya lebih terbiasa dirumah. Setiap terima rapot diajakinnya selalu ke toko buku dan membeli buku bacaan. Kalau malam minggu seringnya dahulu juga diajakin ke salah satu Toko Buku Besar di Jalan Pandanaran Semarang. Beli buku? Enggak hanya ikutan baca.

Baca apa? Semua bacaan mulai dari komik sampai buku cerita enyd blyton dan trio detektif. 

Sampai suatu saat karena kelihatannya di toko buku tersebut banyakan yang baca (serasa perpus) dibikin kebijakan dengan tulisan besar. Dilarang baca di tempat dan semua buku dibungkus plastik.


Menginjak SMP dan SMA sepulang sekolah mampir juga ke toko buku ini. Aturannya sudah tidak seketat dulu lagi. Numpang baca lagi, bahkan termasuk novel yang bisa bacanya saya beberapa hari, saya catat halaman terakhirnya hahaha.

Selain itu juga kadang ke tempat persewaan buku didekat rumah, nah kalau ini modal dikit karena nyewa sih hahaha.. 


Nah di SMA N 1 Semarang saya berkenalan dengan seorang gadis cantik berkacamata besar yang kebetulan suka baca juga, saya dikenalkan dengan novelnya Sidney Sheldon dan lain lain. Selain pinjam novelnya jelas saya pinjam buku catatan pelajarannya atau buku PRnya  Jadi selama pelajaran saya bela belain gak nyatet ( nah kan alasan saya kuat jadinya hahaha)

Sampai sekarang walaupun sudah tidak berkacamata besar lagi (ganti kontak lens😁), masih menemani saya kalau nyari buku, dulu bahkan sering blusukan bareng di pasar Johar atas sampai pasar Ya'i.

Bahkan sering bilang, dah dibeli dulu bukunya daripada entar nyesel bukunya gak ada di toko buku lagi.


Membaca buku buat saya memang saya bebaskan genre atau jenisnya.

Kekuatan Membaca Lintas Genre: Jendela Menuju Wawasan Tak Terbatas


Dalam perjalanan menapaki kehidupan, membaca buku menawarkan salah satu kesempatan paling berharga untuk mengembangkan diri dan memperluas wawasan. Lebih jauh lagi, membaca buku dari berbagai jenis atau genre bukan hanya sekadar mengumpulkan informasi, tetapi membuka pintu menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia dan orang-orang di sekeliling kita. 


Saat membuka halaman sebuah buku, kita ibaratnya tengah meretas jalan melalui hutan ilmu pengetahuan dan imajinasi yang rapat. Setiap genre membaca seperti berbagai lorong yang menerangi aspek-aspek tertentu dari dunia. Saat kita membaca fiksi, kita membuka diri terhadap kompleksitas cerita yang diciptakan dengan tujuan untuk menghibur, mengajar, atau mengharukan. Di sini kita belajar tentang karakter, setting, plot, dan konflik, yang bersama-sama membentuk pengalaman emosional dan intelektual bagi pembaca.


Ketika beralih ke non-fiksi, kita mengeksplorasi lorong yang dindingnya dipenuhi denagn fakta, data, analisis, dan argumen. Buku-buku dalam genre ini mengajarkan kita tentang dunia seperti adanya, dari sejarah dan sains hingga ekonomi dan filsafat. Mereka dapat mengasah kemampuan kita untuk memahami dan menyintesis informasi kompleks, serta menumbuhkan apresiasi terhadap kebenaran yang sering kali lebih asing daripada fiksi.


Namun, siapa yang bisa menolak pesona genre puisi? Puisi bukan hanya sekumpulan kata yang tersusun secara estetis, tetapi juga sarana untuk menyelami kedalaman emosi manusia, mendorong kita untuk melihat dunia melalui prisma yang lebih puitis dan sering kali lebih intens.


Di lain sisi, genre berbentuk cerita seperti fantasi, fiksi ilmiah, dan roman memberi kita peluang untuk merenungkan 'apa yang bisa terjadi' dalam situasi yang tidak kita temui dalam keseharian kita. Mereka mendorong kita untuk berpikir kreatif dan 'out of the box', membuka kompartemen-kompartemen pikiran yang mungkin belum pernah kita ketahui sebelumnya.


Beranjak ke buku-buku motivasi dan 'self-help', kita berhadapan dengan penulis-penulis yang berusaha memberikita kit untuk membenahi diri kita sendiri. Mereka mengajak kita untuk introspeksi, memberikan strategi dan inspirasi untuk perubahan dan pertumbuhan pribadi.


Kesemua genre ini, ketika dipadupadankan, menciptakan kanvas yang luas bagi pembaca untuk menggambar peta pemahaman mereka tentang dunia. Setiap buku, setiap genre menambahkan lapisan baru pada peta tersebut, sehingga kita dapat melihat kontur-kontur yang sebelumnya tidak terlihat, dan warna-warna yang sebelumnya tidak kita sadari.


Membaca lintas genre juga mengajak kita untuk melihat masalah dari berbagai sudut. Sebuah isu sosial yang diangkat dalam novel dapat saja memiliki dimensi yang berbeda ketika ditangani dalam karya jurnalistik atau analisis ilmiah. Hal ini membantu kita menghormati kompleksitas isu tersebut dan menghindari kecenderungan untuk memandangnya secara simplistik.


Melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang termasuk sudut pandang penulis juga sangat penting. Penulis bukanlah entitas objektif; setiap orang membawa pengalaman hidup, keyakinan, dan prasangka mereka ke dalam tulisan. Melalui membaca karya yang beragam, kita belajar untuk menempatkan kata-kata mereka dalam konteks yang lebih luas dan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang di mana penulis mungkin datang dari — baik secara harfiah maupun secara kiasan.


Mungkin kita bisa merenungkan jalan yang ditempuh oleh biografi: menceritakan kisah nyata seseorang. Di sini, kita mendapat kesempatan untuk menyelami pengalaman hidup orang lain, untuk merasakan tantangan dan kegembiraan yang mereka alami, dan untuk belajar dari keberhasilan dan kegagalan mereka.


Juga tidak dapat diabaikan bahwa membaca berbagai jenis buku meningkatkan keterampilan bahasa kita. Kita mendapati diri kita diajak untuk bermain dengan kosakata, struktur kalimat, dan konvensi penulisan yang berbeda, yang semuanya meningkatkan kemampuan kita untuk berkomunikasi secara efektif dalam berbagai konteks.


Di ujung spektrum ada komik dan novel grafis, yang dengan gabungan teks dan gambar uniknya menyajikan cara berbeda untuk mengisahkan sebuah cerita atau menyampaikan informasi. Mereka dapat menjangkau pembaca yang mungkin tidak terlalu tertarik dengan teks berat tetapi sangat dapat menikmati cerita yang diceritakan secara visual.


Membaca buku dari berbagai macam jenis dan genre, maka, bukanlah kegiatan semata-mata untuk mengisi waktu luang. Ini adalah pendekatan komprehensif untuk pendidikan diri yang terus-menerus, menawarkan kita kesempatan untuk terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan kompleksitas dunia yang kian berkembang. Setiap buku yang kita baca menumpuk, seperti batu bata pengetahuan yang membentuk dinding dan lorong-lorong dalam istana kebijaksanaan kita.


Ringkasnya, membaca buku dari berbagai genre menawarkan kita sebuah petualangan yang tak terukur harganya — sebuah perjalanan untuk melihat dunia dari jutaan mata, mendengar melalui jutaan telinga, dan memahami melalui jutaan pikiran. Ketika kita duduk kembali setelah menyudahi satu buku dan meregangkan punggung kita sebelum membuka buku berikutnya, kita tidak hanya mengakhiri sebuah cerita, melainkan juga memulai perjalanan baru menuju wawasan yang jauh lebih besar.


Buat saya setiap membaca buku  saya mempunyai pedoman akan mengosongkan separuh isi gelas. Apa yang saya maksud?


Filosofi gelas berisi separuh sering digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan sikap seseorang dalam menerima informasi atau ilmu baru. Konsep ini berkaitan dengan sikap terbuka dan kesediaan untuk belajar. Berikut adalah dua interpretasi utama dari filosofi ini:


1. Sikap Optimis vs Pessimis: 

   - Pandangan optimis: Seseorang mungkin melihat gelas yang berisi separuh sebagai 'setengah penuh', yang menunjukkan sikap positif dan optimis terhadap pembelajaran dan kehidupan secara umum.

   - Pandangan pesimis: Orang lain mungkin melihatnya sebagai 'setengah kosong', yang menandakan sikap kurang antusias atau pesimistis.


2. Kesediaan untuk Belajar:

   - Seseorang yang menganggap gelas itu 'setengah penuh' mengakui bahwa masih ada ruang untuk lebih banyak pengetahuan dan pengalaman - mereka terbuka untuk belajar dan bertumbuh.

   - Sebaliknya, jika seseorang memandang gelas itu 'setengah kosong' sebagai negatif, hal itu bisa menunjukkan bahwa mereka merasa tidak puas atau tidak sabar dengan proses belajar atau dapat pula menunjukkan kesadaran bahwa masih banyak yang tidak diketahui.


Dalam konteks membaca buku atau menerima ilmu, filosofi gelas berisi separuh mengingatkan seseorang untuk selalu membuka diri terhadap pengetahuan baru dan pemahaman yang lebih dalam, serta mengakui bahwa tidak peduli seberapa banyak yang kita tahu, selalu ada lebih banyak untuk dipelajari. Ini mendorong kesediaan untuk belajar dan adaptasi dengan ide-ide baru tanpa cepat merasa puas dengan pengetahuan yang saat ini dimiliki.


Apakah saya karena orang pintar jadi suka membaca buku?

Salah besar, karena saya bukan orang pintar jadi saya suka baca buku (gak ada hubungannya) lihat saja di Big Bang Theory... mereka orang pintar tapi gak pernah baca buku setahu saya selain komik.


Apakah membaca buku bikin saya kaya raya?

Enggak lah, malah buang duit kata orang. Harga buku bukan semakin murah semakin mahal malahan. Ebook gratis.... eits dah cari ebook gratis bukannya sama aja ilegal buat saya? 


Terus buat apa dong baca buku? Bukan buat apa apa... saya baca karena saya suka aja ....

Ya itu saya sih...

Lha ini nulis panjang lebar buat apa? Gak buat apa apa.... pengen aja sambil poli siang hari.

Buat perluaslah wawasan dan pelajarilah berbagai macam sudut pandang dengan membaca buku. Tapi sebelum membaca berbagai macam genre buku bentengi diri sendiri baik hati maupun pikiran, makanya gelasnya jangan dikosongkan sama sekali atau malahan terlalu penuh.


Ada yang baca gak tulisan ini? Gak tau hahahaa..

Ya sudahlah...


Catatan Mas Bojreng di siang hari nan terik ini.


#catatanmasbojreng #masbojreng

No comments:

Post a Comment

Dalam Lantun Surah Al-Kahfi

Terdengar lembut ayat berseri, Al-Kahfi lantun menyejuk diri. Bibirku ikut, lirih bernada, Mengalir damai ke relung jiwa. Kenangan datan...