Namun tiangnya tertancap di tanah hutang dan janji kosong.
Kainnya mengibar di atas kepala yang menunduk,
bukan karena hormat, tapi karena lapar yang tak sopan menegakkan punggung.
Di alun-alun, pesta dan kembang api meledak seperti tawa pejabat,
roti dibagi tipis-tipis agar rakyat tetap bersyukur,
sirkus ditambah, badut diperbanyak,
dan tepuk tangan jadi mata uang yang lebih berharga dari beras.
Sementara itu, di bawah bayang bendera yang gemetar,
seorang tukang becak menambatkan harinya pada mimpi yang sudah lelah.
Ia tahu, kemerdekaan itu seperti matahari sore —
indah dipandang, tapi pelan-pelan tenggelam di balik papan reklame.
Tidurlah, pak tua, istirahatlah sebentar dari negeri yang tak tahu malu.
Biarkan mereka berpesta atas namamu yang diam.
Benderamu masih tegak di udara,
tapi tubuhmu yang renta itulah tiang yang sebenarnya menahannya.
Mas Bojreng saatnya pulang
Refleksi 28 Oktober 1928
#FallenFreedom #RedAndWhiteIrony #BreadAndCircuses #SilentNation #RestOldMan
#poem #poetry #poetsofinstagram #poets #poet #poetrycommunity #catatanmasbojreng #masbojreng
#FallenFreedom #RedAndWhiteIrony #BreadAndCircuses #SilentNation #RestOldMan
#poem #poetry #poetsofinstagram #poets #poet #poetrycommunity #catatanmasbojreng #masbojreng

No comments:
Post a Comment