Saturday, June 29, 2024

Tidak semua pekerjaan bisa dibisniskan, ada hal yang lebih bernilai daripada materi

Obrolan dengan salah seorang sahabat bahwa tidak semua pekerjaan bisa dibisniskan atau dinilai dengan uang atau materi.


Sering dibilang hal idealis seperti itu sudah tidak ada tempatnya lagi di dunia modern dan manu seperti ini. Itu adalah cara bodoh untuk hidup. Kalau memang hidup seperti itu dibilang bodoh, biarlah saya tetap menjadi orang bodoh.


Dalam kehidupan yang serba cepat dan materialistis, bekerja berdasarkan hati nurani sering kali dianggap sebagai idealisme yang kuno. Namun, esensi dari pekerjaan yang didasari oleh niat Lillahi ta'ala adalah sebuah prinsip yang mulia dan relevan sepanjang masa. Tidak semua hal bisa dibuat bisnis atau selalu didasarkan pada uang atau materi. Ada dimensi lain yang lebih dalam dan penuh makna ketika kita memutuskan untuk bekerja dengan niat tulus demi kebaikan dan kemuliaan yang lebih tinggi.

Hati Nurani sebagai Panduan Hidup

Hati nurani adalah kompas moral yang membantu kita membedakan antara yang benar dan yang salah. Ini adalah bisikan dalam diri yang memberi kita panduan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual. Ketika kita bekerja dengan mendengarkan hati nurani, kita tidak hanya mencari keuntungan material, tetapi juga kepuasan batin dan kesejahteraan spiritual.

Dalam Islam, hati nurani sering dikaitkan dengan keikhlasan. Niatkan segala tindakan kita, termasuk bekerja, untuk mencari ridha Allah. Inilah yang dimaksud dengan lillahi ta'ala, yang berarti 'untuk Allah semata'. Dengan niat ini, pekerjaan kita menjadi lebih dari sekadar rutinitas harian; itu menjadi ibadah yang membawa kita lebih dekat kepada Sang Pencipta.

Bekerja dengan Keikhlasan

Keikhlasan dalam bekerja berarti kita tidak hanya fokus pada hasil akhir, tetapi juga pada proses dan niat di baliknya. Pekerjaan yang dilakukan dengan ikhlas akan membawa berkah, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan apa yang diniatkannya" (HR. Bukhari dan Muslim).

Misalnya, seorang guru yang mengajar dengan niat untuk mendidik dan menginspirasi murid-muridnya demi kebaikan mereka, akan merasakan kepuasan yang lebih dalam dibandingkan dengan mengajar hanya untuk mendapatkan gaji. Guru tersebut akan melihat pekerjaan mereka sebagai kesempatan untuk berbuat baik, bukan sekadar kewajiban yang harus dipenuhi.

Menemukan Kepuasan Batin dalam Pekerjaan

Kepuasan batin adalah perasaan tenang dan bahagia yang muncul ketika kita merasa bahwa pekerjaan kita memiliki makna dan tujuan yang lebih tinggi. Ketika kita bekerja dengan hati nurani, kita tidak hanya memikirkan diri sendiri tetapi juga dampak dari pekerjaan kita terhadap orang lain dan lingkungan sekitar.

Contohnya, seorang dokter yang melayani pasien dengan penuh kasih dan perhatian, tanpa membedakan status sosial atau kemampuan finansial pasien, akan merasakan kebahagiaan yang lebih besar. Pelayanan yang dilakukan dengan tulus dapat menyentuh hati pasien dan memberi mereka harapan serta kekuatan untuk sembuh.

Tantangan Bekerja dengan Hati Nurani

Meskipun mulia, bekerja berdasarkan hati nurani tidak selalu mudah. Kita hidup di dunia yang sering kali mengukur kesuksesan dengan uang dan status. Ada tekanan untuk terus meningkatkan penghasilan dan mencapai posisi yang lebih tinggi. Namun, kita perlu ingat bahwa materi dan status tidak menjamin kebahagiaan dan kepuasan batin yang sejati.

Untuk tetap setia pada prinsip ini, diperlukan keberanian dan keteguhan hati. Kita harus berani menolak godaan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani kita, meskipun itu mungkin menguntungkan secara finansial. Kita juga perlu mengelilingi diri kita dengan orang-orang yang mendukung dan memahami nilai-nilai yang kita pegang.

Mengubah Persepsi tentang Kesuksesan

Kesuksesan sejati bukan hanya tentang seberapa banyak uang yang kita hasilkan atau seberapa tinggi posisi yang kita capai, tetapi tentang seberapa banyak kebaikan yang kita sebarkan dan seberapa besar dampak positif yang kita berikan kepada dunia. Dalam Islam, kesuksesan diukur dengan taqwa dan amal saleh.

Ketika kita bekerja dengan niat lillahi ta'ala, kita menyadari bahwa setiap pekerjaan, sekecil apapun, memiliki nilai di sisi Allah. Bahkan pekerjaan yang mungkin dianggap rendah atau tidak penting oleh standar dunia, jika dilakukan dengan ikhlas, dapat menjadi ladang pahala yang besar. Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya" (HR. Ahmad, Thabrani, dan Daruqutni).

Pekerjaan sebagai Ibadah

Melihat pekerjaan sebagai ibadah berarti kita memberikan yang terbaik dalam segala hal yang kita lakukan. Ini termasuk bersikap jujur, bertanggung jawab, disiplin, dan memberikan pelayanan yang terbaik. Ketika kita melakukan ini, kita tidak hanya meraih keberhasilan duniawi tetapi juga keberkahan dari Allah SWT.

Seorang pengusaha yang menjalankan bisnisnya dengan integritas, adil dalam bertransaksi, dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan serta masyarakat sekitar, akan merasakan keberkahan dalam usahanya. Bisnis yang dijalankan dengan prinsip-prinsip Islam akan memberikan manfaat tidak hanya bagi pemiliknya tetapi juga bagi banyak orang.

Pemberian yang Tulus

Salah satu bentuk nyata dari bekerja dengan hati nurani adalah bersedekah atau memberikan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan. Sedekah bukan hanya tentang memberikan uang, tetapi juga waktu, tenaga, dan ilmu. Ketika kita membantu orang lain dengan tulus, kita tidak hanya meringankan beban mereka tetapi juga membersihkan hati kita dari sifat kikir dan egois.

Contohnya, seorang profesional yang menyediakan layanan gratis atau diskon bagi mereka yang membutuhkan tetapi tidak mampu membayar penuh, sedang melakukan tindakan mulia yang akan membawa kebaikan di dunia dan di akhirat. Rasulullah SAW bersabda, "Sadaqah itu memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api" (HR. Tirmidzi).


Tidak semua hal harus dibuat iklan atau advertise dengan dalih atau alasan apapun. Dalam dunia yang penuh dengan komersialisasi, penting untuk mengingat bahwa ada nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang tidak seharusnya diperdagangkan. Hati nurani, keikhlasan, dan niat tulus lillahi ta'ala adalah beberapa di antaranya. Keberkahan, kepuasan batin, dan dampak positif bagi orang lain tidak dapat diukur atau dijual dengan uang. Beberapa hal memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada keuntungan materi.

Bekerja berdasarkan hati nurani dengan niat lillahi ta'ala adalah prinsip hidup yang penuh makna dan manfaat. Ini adalah jalan menuju kepuasan batin, kebahagiaan sejati, dan keberkahan dari Allah SWT. Meskipun tantangannya besar, namun pahala dan kebaikan yang didapatkan jauh lebih berharga dibandingkan dengan keuntungan materi semata.

Dalam menjalani kehidupan ini, mari kita selalu berusaha untuk mendengarkan hati nurani kita dan meniatkan segala pekerjaan kita untuk mencari ridha Allah. Dengan begitu, kita tidak hanya akan sukses di dunia tetapi juga di akhirat. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an, "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya" (QS. Az-Zalzalah: 7).

Jadi bekerja dengan hati membawa dampak yang jauh lebih dalam dan berkelanjutan dibandingkan hanya bekerja demi materi semata. Ketika kita bekerja dengan sepenuh hati, kita tidak hanya mengejar hasil yang maksimal tetapi juga menemukan makna dalam setiap tugas yang dilakukan. Hal ini memberikan kepuasan batin yang tidak bisa diukur dengan uang atau materi. Selain itu, bekerja dengan hati membantu kita untuk tetap bersemangat dan termotivasi, bahkan dalam menghadapi tantangan atau kesulitan yang muncul.

Tidak bekerja karena terpaksa atau dipaksa juga sangat penting untuk diperhatikan. Ketika kita bekerja dengan paksaan, pekerjaan tersebut akan terasa lebih berat dan tidak menyenangkan. Sebaliknya, ketika kita bekerja dengan kemauan dan keikhlasan, kita bisa menikmati setiap proses yang ada. Kita menjadi lebih kreatif, produktif, dan mampu memberikan kontribusi yang lebih baik. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri tetapi juga bagi lingkungan kerja dan masyarakat luas.

Pada akhirnya, niatkanlah setiap pekerjaan kita Lillahi ta'ala. Bekerja dengan niat yang tulus untuk mendapatkan ridha Allah akan memberikan kekuatan dan keberkahan tersendiri. Dengan niat yang benar, kita akan selalu ingat bahwa setiap usaha yang kita lakukan adalah bagian dari ibadah. Ini akan menjaga kita dari godaan untuk menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan materi. Dengan demikian, kita bisa bekerja dengan integritas dan kejujuran, yang pada akhirnya akan membawa kebaikan dan keberkahan dalam hidup kita.

Dengan niat yang ikhlas dan tindakan yang tulus, kita bisa memberikan kontribusi positif bagi dunia dan menjadi hamba Allah yang dicintai-Nya. Semoga kita selalu diberikan kekuatan dan keteguhan hati untuk bekerja berdasarkan hati nurani dan niat lillahi ta'ala. Amin.

Yusuf Islam : "Everything I do is for the pleasure of Allah."

Catatan Mas Bojreng ketika diingatkan sahabat tentang hidup denhan cara bodoh di dunia yang maju ini.

#WorkWithConscience #ForTheSakeOfAllah #HeartfeltEffort #TrueSuccess #InnerSatisfaction #PurposefulLiving #SpiritualFulfillment #MoralIntegrity #SelflessService #BeyondMaterialism #BlessedWork #EthicalBusiness #GenuineContribution #FaithDriven #HigherPurpose #MeaningfulImpact #TrueHappiness #SpiritualGuidance #ConsciousLiving #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Friday, June 28, 2024

Istighfar lah.... istighfar ...istighfar...

Ketika saya mendapat serangkaian berita yang membuat saya terdiam, merenung dan berpikir.

Betapa malunya saya, Istighfar.. istighfar...istighfar...


Dalam Sujud dan Istighfar

Ketika gelap mengintai dalam hati,
Bibir ini tak henti-henti beristighfar,
Mencari cahaya dalam relung jiwa,
Kenapa berani menanyakan, "Ya Allah, apa rencana-Mu padaku?"

Air wudhu mengalir lembut,
Membersihkan dosa yang mengerak,
Aku bersimpuh di hadapan-Mu,
Menangis memohon ampunan-Mu yang Maha Luas.

Dalam sepi malam, aku mengadu,
Hanya pada-Mu, Sang Pemilik Jiwa,
Mengangkat tangan penuh harap,
Tawakal dalam keheningan doa.

Mencari jawaban di setiap sujud,
Kupegang erat tali iman,
Berharap rencana-Mu penuh berkah,
Menghiasi hidup yang penuh liku.

Ketika hati mulai goyah,
Kukembali mengingat janji-Mu,
Takdir-Mu adalah yang terbaik,
Meskipun tak selalu kupahami.

Tangis ini adalah tanda rindu,
Pada kasih-Mu yang tak terbatas,
Ampunilah dosa-dosa yang menggunung,
Berikanlah cahaya dalam langkahku.

Dalam setiap nafas dan langkah,
Kuserahkan semuanya pada-Mu,
Tawakal menjadi sandaran hati,
Hingga kutemukan ketenangan abadi.

Mas Bojreng


Rencana Allah Itu Lebih Baik dari Rencanamu: Teruslah Berjuang dan Berdoa hingga Kau Menemukan yang Terbaik untukmu

Manusia seringkali merencanakan hidupnya dengan sangat detail, berharap bahwa segala sesuatu akan berjalan sesuai dengan keinginan dan harapan mereka. Namun, dalam kenyataannya, seringkali apa yang direncanakan tidak berjalan sesuai dengan harapan. Pada saat itulah, kita diingatkan bahwa rencana Allah selalu lebih baik dari rencana kita. Allah, dengan kebijaksanaan dan pengetahuan-Nya yang tak terbatas, mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya. Maka dari itu, teruslah berjuang dan berdoa, karena pada akhirnya, kau akan menyadari bahwa Allah memberikan yang terbaik untukmu.

Tawakal: Menyerahkan Diri kepada Allah

Tawakal adalah sikap menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah kita berusaha semaksimal mungkin. Ini adalah bentuk keimanan yang menunjukkan betapa kita percaya bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengatur segala sesuatu. Dengan tawakal, kita melepaskan kekhawatiran dan ketakutan, karena kita yakin bahwa apapun hasilnya, itulah yang terbaik dari Allah.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 286:

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."

Ayat ini mengajarkan kita bahwa Allah mengetahui batas kemampuan kita. Dia tidak akan memberi ujian yang kita tidak mampu menghadapinya. Jadi, dalam setiap perjuangan, saat kita merasa berat dan hampir menyerah, ingatlah bahwa Allah sudah mengukur kekuatan kita. Berdoa dan bertawakal kepada-Nya akan memberi kita ketenangan dan kekuatan untuk terus melangkah.

Jangan Fokus pada Apa yang Dikatakan Manusia tentang Dirimu

Seringkali, kita terlalu memikirkan apa yang orang lain katakan tentang diri kita. Pujian dan celaan manusia dapat mempengaruhi perasaan dan tindakan kita. Namun, jika kita terlalu fokus pada pendapat orang lain, kita bisa tersakiti dengan pahitnya celaan dan tertipu dengan manisnya pujian. Mengapa demikian?

Celaan dapat membuat kita merasa rendah diri dan kehilangan semangat, sedangkan pujian yang berlebihan bisa membuat kita sombong dan terlena. Keduanya dapat mengalihkan fokus kita dari tujuan sebenarnya, yaitu mencari ridha Allah SWT.

Fokuslah Memperbaiki Amalmu

Lebih penting daripada memikirkan apa yang orang lain katakan tentang kita adalah fokus pada memperbaiki amal kita. Ingatlah bahwa hisab atau perhitungan amal kita nanti adalah di sisi Allah, bukan di sisi manusia. Apa yang manusia katakan tentang kita tidak akan ada artinya di hadapan Allah. Yang terpenting adalah bagaimana amal perbuatan kita di hadapan-Nya.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mulk ayat 2:

"Dia yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya."

Ayat ini mengingatkan kita bahwa hidup ini adalah ujian untuk melihat siapa yang paling baik amalnya. Fokuslah pada perbaikan diri, meningkatkan kualitas ibadah, dan berbuat kebaikan. Dengan demikian, kita akan siap menghadapi hisab di hadapan Allah.

Teruslah Berjuang dan Berdoa

Dalam perjalanan hidup, kita akan menghadapi berbagai rintangan dan tantangan. Namun, jangan pernah menyerah. Teruslah berjuang dan berdoa. Doa adalah senjata orang beriman. Dengan doa, kita memohon kekuatan dan petunjuk dari Allah. Dengan doa, kita menyadari bahwa kita tidak sendiri dalam menghadapi kehidupan ini. Allah selalu bersama kita.

Rasulullah SAW bersabda:

"Doa adalah senjata orang beriman, tiang agama, dan cahaya langit dan bumi." (HR. Hakim)

Dengan berdoa, kita menguatkan hubungan kita dengan Allah. Kita menyampaikan segala keluh kesah dan harapan kita kepada-Nya. Dalam proses berdoa, kita juga diajarkan untuk bersabar dan tawakal. Karena tidak semua doa akan langsung dikabulkan. Ada kalanya Allah menunda atau menggantinya dengan yang lebih baik. Namun, percayalah, setiap doa yang kita panjatkan akan didengar dan dijawab oleh Allah dengan cara-Nya yang terbaik.

Allah Memberikan yang Terbaik untukmu

Pada akhirnya, kita akan menyadari bahwa apa yang Allah berikan adalah yang terbaik untuk kita. Mungkin tidak selalu sesuai dengan keinginan kita, namun pasti sesuai dengan kebutuhan kita. Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Oleh karena itu, tetaplah berjuang dan berdoa. Jangan pernah putus asa. Yakinlah bahwa Allah merencanakan sesuatu yang indah untuk hidup kita.

Dalam perjalanan hidup ini, kita perlu selalu mengingat bahwa rencana Allah pasti lebih baik dari rencana kita. Tetaplah berjuang, berdoa, dan bertawakal kepada-Nya. Jangan terlalu fokus pada apa yang dikatakan manusia tentang diri kita, karena yang terpenting adalah bagaimana amal perbuatan kita di hadapan Allah. Dengan demikian, kita akan menemukan kedamaian dan kebahagiaan sejati, karena kita tahu bahwa Allah memberikan yang terbaik untuk kita.

Berjalan di jalan yang telah ditunjukkan oleh Allah SWT dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah fondasi bagi setiap Muslim yang ingin meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan terbaik, menunjukkan kepada kita bagaimana menjalani hidup dengan penuh keimanan, ketakwaan, dan kebaikan. Dalam setiap langkahnya, beliau senantiasa menjaga hubungan yang erat dengan Allah, menjalankan ibadah dengan khusyuk, dan mempraktikkan akhlak mulia. Dengan mengikuti jejak beliau, kita akan mendapatkan petunjuk yang jelas dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan.

Ketika hati dan iman kita melemah, mengingat Allah dengan beristighfar adalah cara terbaik untuk kembali mendapatkan kekuatan. Istighfar membuka pintu rahmat dan ampunan Allah, membersihkan hati dari dosa-dosa yang mungkin menghalangi keberkahan. Dalam setiap kesulitan, tetaplah bertawakal kepada Allah, yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana-Nya yang penuh hikmah. Tawakal tidak berarti pasrah tanpa usaha, tetapi justru memotivasi kita untuk terus berusaha dengan sepenuh hati, sambil menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah.

Selain menjaga hubungan dengan Allah, kita juga harus tetap berusaha membantu mereka yang membutuhkan. Nabi Muhammad SAW selalu menekankan pentingnya berbagi dan membantu sesama, tanpa memandang latar belakang atau status sosial. Dengan membantu orang lain, kita tidak hanya meringankan beban mereka, tetapi juga mendapatkan keberkahan dan ketenangan dalam hidup kita sendiri. Teruslah berbuat kebaikan, kuatkan hati dan iman, serta percayalah bahwa dengan mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah, kita akan menemukan kebahagiaan dan ketenangan yang sejati.

Marilah kita selalu memperbaiki diri, meningkatkan amal ibadah, dan terus berserah diri kepada Allah. Dengan begitu, kita akan siap menghadapi segala ujian dalam hidup dan menemukan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat. Yakinlah bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dan Dia tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang beriman dan bertawakal kepada-Nya.


Catatan Mas Bojreng di hari Jumat ini

#TrustInAllah #KeepFighting #KeepPraying #AllahKnowsBest #Tawakkul #FocusOnYourDeeds #IgnorePeople'sOpinions #SeekAllah'sApproval #StrengthInFaith #DivinePlan #PatienceAndTrust #AllahProvidesBest #Believer'sJourney #SpiritualStrength #FaithOverFear #HisabWithAllah #InnerPeace #SpiritualGrowth #FaithInAllah'sPlan #Allah'sWisdom #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Thursday, June 27, 2024

Sakit dan mati.. rahasia Illahi, sudah siapkah kita?

Ketika membaca di WA group ada yang berkomentar.. lho dia kan masih muda? Kok sudah meninggal ya, usia sedemikian mudanya kenapa sampai dirawat di ICU?

Suatu ucapan yang menurut saya tidak perlu dan patut diucapkan dalam suatu forum. Cukup direnungkan, dipikirkan dan didoakan.

Empati yang tidak ada menurut saya.

Membuat saya berpikir dan merenung pagi dini hari sambil mengamati langit yang sedemikian bersihnya seakan baru saja dicuci.

Pengingat Diri: Sakit dan Mati Tidak Mengenal Usia dan Keadaan

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, kita seringkali terjebak dalam rutinitas yang membuat kita melupakan hakikat kehidupan itu sendiri. Salah satu hakikat yang paling penting adalah bahwa sakit dan kematian adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan, dan keduanya tidak mengenal usia atau keadaan. Ini adalah kenyataan yang harus kita sadari dan renungkan sebagai pengingat diri dalam menjalani hari-hari kita.

Sakit dan Kematian dalam Perspektif Umum

Sakit dan kematian adalah dua hal yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Tidak peduli seberapa kuat atau sehatnya seseorang, pada suatu saat, kita semua akan merasakan sakit dan pada akhirnya menemui kematian. Sakit bisa datang kapan saja, tanpa memandang usia, jenis kelamin, status sosial, atau keadaan fisik seseorang. Begitu juga dengan kematian, ia bisa datang pada anak kecil, remaja, dewasa, hingga orang tua. Kematian tidak pernah pandang bulu, dan tidak ada satu pun manusia yang bisa lari darinya.

Pandangan Islam tentang Sakit dan Kematian

Dalam Islam, sakit dan kematian dipandang sebagai bagian dari qadha dan qadar Allah SWT. Ini berarti bahwa segala sesuatu, termasuk sakit dan kematian, terjadi atas kehendak dan ketetapan Allah. Sebagai seorang Muslim, kita diajarkan untuk menerima ketetapan ini dengan lapang dada dan bersabar. Sakit bukanlah sekadar musibah, tetapi juga ujian dan sarana untuk mendapatkan pahala jika kita mampu menjalaninya dengan sabar dan ikhlas.

Sakit sebagai Ujian dan Pembersih Dosa

Rasulullah SAW bersabda:

"Tidak ada seorang Muslim pun yang tertimpa kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan, dan kesusahan, bahkan duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapus dosa-dosanya karena hal tersebut." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa sakit dapat menjadi sarana pembersih dosa bagi seorang Muslim. Ketika seseorang sakit, dia diuji kesabarannya. Jika dia bersabar dan tetap bersyukur, maka sakitnya akan menghapuskan dosa-dosanya. Dalam konteks ini, sakit tidak hanya menjadi cobaan fisik tetapi juga ujian spiritual yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Tuhannya.

Kematian sebagai Kepastian Hidup

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya." (QS. Ali Imran: 185)

Ayat ini menegaskan bahwa kematian adalah kepastian bagi setiap makhluk hidup. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari kehidupan yang sesungguhnya, yaitu kehidupan akhirat. Dalam Islam, kehidupan dunia hanyalah sementara dan penuh dengan ujian, sedangkan kehidupan akhirat adalah tempat pembalasan yang kekal. Oleh karena itu, seorang Muslim diingatkan untuk selalu mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan meningkatkan amal ibadah dan kebaikan.

Hikmah di Balik Sakit dan Kematian

Sakit dan kematian, meskipun tampak menakutkan, mengandung banyak hikmah yang bisa kita ambil sebagai pelajaran hidup. Pertama, sakit mengajarkan kita tentang kelemahan dan ketidakberdayaan manusia. Sebagai makhluk yang lemah, kita harus selalu bergantung kepada Allah SWT dan memohon pertolongan-Nya. Kedua, sakit juga mengajarkan kita tentang pentingnya kesehatan dan mensyukuri nikmat yang Allah berikan. Ketika sehat, kita seringkali lupa bersyukur dan menggunakan waktu kita untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Namun, saat sakit, kita baru menyadari betapa berharganya kesehatan.

Kematian, di sisi lain, mengingatkan kita bahwa kehidupan di dunia ini sementara. Setiap detik yang kita miliki adalah kesempatan untuk berbuat kebaikan dan memperbanyak amal ibadah. Kematian juga mengingatkan kita untuk tidak terikat pada kehidupan duniawi dan materi. Karena pada akhirnya, kita akan meninggalkan semuanya dan hanya amal ibadah yang akan kita bawa.

Tanda Cinta dari Allah

Dalam Islam, sakit dan kematian juga bisa dipandang sebagai tanda cinta dari Allah SWT. Allah menguji hamba-Nya dengan berbagai cobaan termasuk sakit agar hamba tersebut lebih dekat kepada-Nya. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ketika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan mengujinya. Jika hamba tersebut sabar dan ikhlas, maka dia akan mendapatkan rahmat dan keberkahan dari Allah.

Menghadapi Sakit dan Kematian dengan Ikhlas

Sebagai Muslim, kita diajarkan untuk menghadapi sakit dan kematian dengan ikhlas dan tawakkal. Ikhlas berarti menerima segala ketetapan Allah dengan hati yang lapang, tanpa mengeluh atau merasa tertekan. Tawakkal berarti menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berusaha semaksimal mungkin. Kedua sikap ini akan memberikan ketenangan dan kekuatan bagi seorang Muslim dalam menghadapi berbagai ujian hidup, termasuk sakit dan kematian.

Mengambil Pelajaran dari Kehidupan Rasulullah SAW dan Para Sahabat

Kita bisa mengambil banyak pelajaran dari kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam menghadapi sakit dan kematian. Rasulullah SAW, meskipun sebagai utusan Allah yang paling mulia, juga mengalami sakit dan akhirnya meninggal dunia. Dalam menghadapi sakit, beliau selalu bersabar dan tetap beribadah kepada Allah SWT. Para sahabat juga menunjukkan ketabahan yang luar biasa dalam menghadapi berbagai cobaan termasuk sakit dan kematian. Mereka selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan menjalani hidup dengan penuh ketaqwaan.

Laa ba’sa thahuurun. InsyaaAllah. “ Tidak mengapa, semoga sakitmu ini membersihkanmu dari dosa-dosa, insyaallah”

La syaafiya illa anta syifa’an laa yughadiru saqaman. “Tiada yang dapat menyembuhkan penyakit kecuali Engkau (Ya Allah), dengan kesembuhan yang tidak menyisakan rasa nyeri”.

Sakit dan mati adalah dua hal yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Dalam Islam, keduanya dipandang sebagai bagian dari qadha dan qadar Allah SWT yang harus diterima dengan ikhlas dan tawakkal. Sakit dapat menjadi sarana pembersih dosa dan ujian kesabaran, sedangkan kematian adalah kepastian yang mengingatkan kita akan kehidupan akhirat. Sebagai Muslim, kita diajarkan untuk menghadapi sakit dan kematian dengan sabar, ikhlas, dan tetap berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Untuk laki laki
Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun
Allaahummaghfir lahu warham hu wa’aafi hii wa’fu anhu

Untuk perempuan
Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun
Allaahummaghfir laha warham ha wa’aafi ha wa’fu anha

Dengan memahami dan merenungkan hakikat ini, kita akan lebih siap dalam menghadapi berbagai ujian hidup. Kita juga akan lebih menghargai setiap detik kehidupan yang Allah berikan dan memanfaatkannya untuk berbuat kebaikan. Semoga kita semua senantiasa diberi kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi setiap ujian yang Allah berikan, dan semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung di dunia dan akhirat. Amin.

Catatan Mas Bojreng ketika diingatkan perbincangan di WA group dan FB memories

#Reminder #LifeAndDeath #IllnessAndDeath #IslamicPerspective #FaithAndPatience #DivineDecree #TrialsAndTribulations #SpiritualGrowth #LifeLessons #Endurance #EternalLife #ProphetMuhammad #IslamicTeachings #AcceptanceAndTrust #Gratitude #Resilience #SpiritualJourney #IslamicWisdom #LifeAndMortality #FaithInAdversity #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Wednesday, June 26, 2024

Bayang-bayang Kesombongan di Cermin Jiwa

Terdengar alunan Surah Az Zumar dalam perjalanan dini hari ini.

Terdiam saya dalam sepi. Merenung dan mencerna. Berkaca diri.


Mendengarkan dan merenungkan QS. Az-Zumar pada saat sampai ayat 60, saya diingatkan akan pentingnya refleksi diri dalam kehidupan sehari-hari. Refleksi diri adalah proses introspeksi yang memungkinkan saya melihat kembali tindakan, sikap, dan niat saya dengan jujur.

Dalam upaya ini, saya harus bertanya kepada diri sendiri apakah ada sifat sombong atau kebohongan yang mungkin saya pelihara tanpa sadar. Dengan menyadari kelemahan dan kekurangan saya, harapannya saya dapat memperbaiki diri dan menghindari dosa yang bisa membawa kehinaan di dunia dan akhirat.

Pengingat diri ini sangat penting dalam menjaga keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Setiap hari, saya harus merenung dan menilai apakah tindakan saya sesuai dengan ajaran Islam. Menghadapi kesalahan dan dosa dengan kejujuran adalah langkah pertama menuju perbaikan. Ketika saya menyadari kesalahan, saya harus segera meminta maaf dan berusaha untuk tidak mengulanginya. Semoga saya diingatkan terus agar selalu bersikap rendah hati ini karena akan membantu saya tetap berada di jalan yang benar dan menjauhkan saya dari sikap sombong yang dibenci oleh Allah.

Selain itu, refleksi diri membantu saya memahami bahwa segala sesuatu yang saya miliki adalah karunia dari Allah. Dengan demikian, saya lebih mampu bersyukur dan menghargai setiap nikmat yang diberikan. Melalui refleksi diri, saya juga belajar untuk lebih menghormati dan menghargai orang lain tanpa memandang status atau kedudukan mereka.

Ini bukan hanya memperbaiki hubungan saya dengan sesama manusia, tetapi juga mendekatkan saya kepada Allah dan dengan harapan membawa saya atau bahkan kita  menuju kehidupan yang penuh berkah dan kebahagiaan sejati.

Renungan dari QS. Az-Zumar Ayat 60: Menjadi Manusia yang Rendah Hati dan Jujur

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam QS. Az-Zumar ayat 60:

وَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ تَرَى الَّذِيْنَ كَذَبُوْا عَلَى اللّٰهِ وُجُوْهُهُمْ مُّسْوَدَّةٌ    ۗ اَلَيْسَ فِيْ جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْمُتَكَبِّرِيْنَ

"Dan pada hari Kiamat engkau akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, wajahnya menghitam. Bukankah Neraka Jahanam itu tempat tinggal bagi orang yang menyombongkan diri?"

Ayat ini memberikan kita peringatan yang sangat jelas tentang akibat buruk dari perbuatan dusta dan kesombongan. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali manusia terjebak dalam perilaku yang menjauhkan mereka dari jalan yang benar, salah satunya adalah sifat sombong dan suka berdusta. Melalui tulisan ini, kita akan merenungkan makna ayat tersebut serta pentingnya menjadi manusia yang rendah hati dan jujur.

Menyikapi Kesombongan

Kesombongan adalah salah satu sifat yang paling dibenci dalam Islam. Dalam banyak ayat dan hadits, kesombongan dikaitkan dengan sikap yang menentang kehendak Allah dan merendahkan makhluk-Nya. Orang yang sombong merasa dirinya lebih baik dari orang lain, tidak mau menerima kebenaran, dan cenderung menganggap remeh perintah Allah. Firman Allah dalam QS. Az-Zumar ayat 60 dengan jelas menyebutkan bahwa orang-orang yang menyombongkan diri akan mendapati wajah mereka menghitam pada hari kiamat, sebuah tanda dari hukuman yang akan mereka terima di akhirat.

Akibat Berdusta Terhadap Allah

Berdusta, terutama berdusta terhadap Allah, adalah dosa besar yang berdampak buruk tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Berdusta terhadap Allah bisa berupa menyekutukan-Nya, mengingkari ayat-ayat-Nya, atau mengada-ada hal yang tidak benar tentang agama. Pada hari kiamat, wajah mereka yang berdusta akan menghitam, simbol dari kehinaan dan keburukan yang mereka bawa. Ini adalah peringatan agar kita senantiasa menjaga kejujuran dan menjauhi kebohongan dalam segala bentuknya.

Menjadi Manusia yang Rendah Hati

Rendah hati adalah lawan dari kesombongan. Menjadi rendah hati berarti menyadari bahwa segala yang kita miliki adalah pemberian dari Allah dan bahwa kita tidak lebih baik dari orang lain. Sikap rendah hati mengajarkan kita untuk selalu bersyukur, menghargai orang lain, dan tidak merasa lebih tinggi atau lebih mulia. Dalam kehidupan sehari-hari, rendah hati dapat diwujudkan dalam berbagai tindakan, seperti tidak pamer kekayaan, menghormati orang lain, dan tidak merasa diri paling benar.

Pentingnya Meminta Maaf dan Tidak Mengulangi Kesalahan

Kesalahan adalah hal yang wajar dalam kehidupan manusia. Yang membedakan orang bijak dan orang bodoh adalah bagaimana mereka menyikapi kesalahan tersebut. Al-Imam Al-Syafi'i berkata, "Orang berakal bila bersalah, minta maaf. Orang bodoh apabila bersalah, berfalsafah." Ini menunjukkan bahwa orang yang bijak akan segera mengakui kesalahannya dan meminta maaf, serta berusaha untuk tidak mengulanginya. Sebaliknya, orang yang bodoh cenderung mencari-cari alasan untuk membenarkan kesalahannya, bahkan mungkin menyalahkan orang lain.

Tanda-tanda Kesombongan dalam Kehidupan Sehari-hari

Kesombongan dapat muncul dalam berbagai bentuk, baik dalam sikap, ucapan, maupun tindakan. Beberapa tanda-tanda kesombongan yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

• Merasa Lebih Baik dari Orang Lain: Seseorang yang sombong sering kali merasa dirinya lebih pintar, lebih kaya, atau lebih sukses dari orang lain.

• Tidak Mau Mendengarkan Nasihat: Orang yang sombong cenderung menolak nasihat atau kritik dari orang lain, merasa dirinya selalu benar.

• Suka Pamer: Kesombongan juga sering muncul dalam bentuk suka memamerkan kekayaan, prestasi, atau kelebihan diri.

• Meremehkan Orang Lain: Menganggap remeh atau merendahkan orang lain, terutama mereka yang dianggap lebih rendah statusnya, adalah tanda kesombongan yang nyata.

Cara Menghindari Kesombongan

Menghindari kesombongan memerlukan kesadaran dan usaha yang terus-menerus. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:

• Selalu Bersyukur: Mengingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah pemberian dari Allah dan bisa diambil kapan saja.

• Menyadari Kelemahan Diri: Menyadari bahwa kita adalah manusia yang penuh dengan kekurangan dan kelemahan.

• Menghargai Orang Lain: Menghormati dan menghargai orang lain tanpa memandang status atau kedudukan mereka.

• Menerima Kritik dan Nasihat: Terbuka terhadap kritik dan nasihat dari orang lain sebagai bentuk introspeksi diri.

Keutamaan Menjaga Kejujuran

Kejujuran adalah salah satu nilai utama dalam Islam. Menjaga kejujuran berarti selalu berkata benar dan menghindari segala bentuk kebohongan. Kejujuran membawa berkah dalam kehidupan, meningkatkan kepercayaan orang lain, dan mendekatkan kita kepada Allah. Sebaliknya, kebohongan hanya akan membawa kehinaan dan penyesalan. Dalam kehidupan sehari-hari, menjaga kejujuran bisa dilakukan dengan cara:

• Tidak Berbohong: Baik dalam hal kecil maupun besar, selalu usahakan untuk berkata jujur.

• Menepati Janji: Menepati setiap janji yang telah dibuat, baik itu kepada Allah maupun kepada sesama manusia.

• Mengakui Kesalahan: Tidak malu untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf.

Islam menekankan pentingnya rendah hati dan bersikap tawadhu (rendah diri). Memiliki pandangan bahwa diri kita selalu benar dan lebih baik dari orang lain adalah sikap sombong yang sangat dikecam dalam Islam. Kesombongan ini tidak hanya menghalangi kita dari menerima kebenaran dan nasihat dari orang lain, tetapi juga membuat kita rentan terhadap dosa-dosa lainnya, seperti meremehkan dan menghina sesama manusia.

Dalam ajaran Islam, Rasulullah SAW adalah contoh sempurna dari sifat rendah hati. Meskipun beliau adalah utusan Allah dan pemimpin umat, beliau selalu bersikap rendah hati dan tidak pernah merasa lebih baik dari orang lain. Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk mencontoh sikap beliau dalam kehidupan sehari-hari. Mengakui bahwa kita tidak sempurna dan selalu ada ruang untuk perbaikan adalah langkah penting dalam menghindari kesombongan. Hal ini juga tercermin dalam hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan meskipun sebesar biji sawi.

Selain itu, Islam mendorong kita untuk selalu melakukan muhasabah atau introspeksi diri. Dalam proses ini, kita diminta untuk menilai perbuatan kita, mengakui kesalahan, dan berusaha memperbaiki diri. Dengan muhasabah, kita dapat menghindari sikap merasa paling benar dan lebih fokus pada peningkatan kualitas diri dan ibadah kepada Allah. Dengan demikian, kita bisa menjalani hidup dengan lebih baik, menghargai orang lain, dan mendapatkan ridha Allah.

Firman Allah dalam QS. Az-Zumar ayat 60 adalah peringatan yang sangat jelas tentang akibat dari berdusta dan bersikap sombong. Kesombongan dan kebohongan adalah dua sifat yang sangat dibenci oleh Allah dan akan membawa pelakunya kepada kehinaan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, sebagai manusia yang beriman, kita harus senantiasa berusaha untuk menjadi pribadi yang rendah hati dan jujur, selalu meminta maaf ketika bersalah, dan berusaha untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Dengan demikian, kita bisa mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.

Catatan Mas Bojreng dini hari tadi

#Humility #Honesty #IslamicValues #AvoidArrogance #Truthfulness #Repentance #SeekForgiveness #BeGrateful #SelfAwareness #RespectOthers #AvoidLies #EmbraceHumility #QuranicWisdom #IslamicTeachings #InnerPeace #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Tuesday, June 25, 2024

Melodi Syukur di Tengah Keheningan Jiwa

"Lindungi dirimu dari pikiranmu sendiri. (Maulana Jalaludin Rumi)

"Tak ada penyakit yang membunuh tubuhmu, lebih dari kesedihan dan pikiran yang berlebihan (Habib Umar bin Hafidz)

Dua kalimat quotes ini saya baca tadi malam menjelang tidur.

Membuat saya merenung dan berpikir. Sudah bersyukur kah saya ini?

Merajut Kedamaian dalam Keheningan Jiwa: Hikmah Islam di Balik Kesedihan dan Syukur

Maulana Jalaludin Rumi, seorang penyair sufi terkenal, pernah mengatakan, "Lindungi dirimu dari pikiranmu sendiri." Kata-kata ini menekankan betapa pentingnya menjaga pikiran kita agar tidak terperangkap dalam jerat-jerat negatif yang dapat merusak. Senada dengan itu, Habib Umar bin Hafidz, seorang ulama terkemuka, menyatakan bahwa "Tak ada penyakit yang membunuh tubuhmu, lebih dari kesedihan dan pikiran yang berlebihan." Kedua kutipan ini menyiratkan bahwa kesehatan mental dan emosional kita adalah kunci untuk menjalani kehidupan yang sehat dan penuh berkah. Dalam Islam, menjaga keseimbangan pikiran dan hati serta selalu bersyukur atas segala rahmat yang telah diberikan oleh Allah SWT adalah ajaran fundamental yang dapat membantu kita menghindari kesedihan dan pikiran berlebihan.

Pentingnya Kesehatan Mental dalam Islam

Islam sangat menekankan pentingnya menjaga kesehatan mental dan emosional. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, "Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman..." (QS. Al-Isra: 82). Ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an berfungsi sebagai penyembuh bagi hati dan pikiran. Umat Islam diajarkan untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ketenangan dalam ibadah serta zikir.

Rasulullah SAW juga memberikan contoh tentang pentingnya menjaga kesehatan mental. Beliau sering berdoa, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, kekikiran dan sifat pengecut, dan beban hutang serta tekanan orang-orang." (HR. Bukhari). Doa ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW sangat memperhatikan kondisi mental dan emosionalnya, serta mengajarkan umatnya untuk melakukan hal yang sama.

Kesedihan dan Pikiran Berlebihan

Kesedihan adalah bagian dari kehidupan yang tak terelakkan. Namun, dalam Islam, ada batasan yang jelas antara kesedihan yang wajar dan kesedihan yang berlebihan. Allah SWT berfirman, "Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. Ali Imran: 139). Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk tidak terlarut dalam kesedihan yang dapat melemahkan iman dan semangat hidup.

Pikiran berlebihan atau overthinking juga merupakan masalah serius yang dapat mengganggu kesehatan mental. Islam mengajarkan untuk tawakkal, yaitu berserah diri kepada Allah setelah berusaha semaksimal mungkin. Rasulullah SAW bersabda, "Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung: pagi hari burung tersebut lapar, lalu sore hari ia kenyang." (HR. Tirmidzi). Hadis ini mengajarkan umat Islam untuk tidak terlalu khawatir tentang masa depan, karena Allah adalah sebaik-baiknya penjamin rezeki.

Rasa Syukur

Rasa syukur merupakan salah satu kunci utama dalam mengatasi kesedihan dan pikiran berlebihan. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7). Dengan bersyukur, seseorang akan lebih fokus pada hal-hal positif dalam hidupnya, sehingga dapat mengurangi rasa kesedihan dan pikiran berlebihan.

Rasulullah SAW juga selalu menunjukkan sikap syukur dalam setiap keadaan. Beliau bersabda, "Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik baginya. Dan itu tidaklah terjadi kecuali bagi orang yang beriman. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu juga baik baginya." (HR. Muslim). Hadis ini mengajarkan bahwa sikap syukur dan sabar adalah dua hal yang harus dimiliki oleh setiap Muslim dalam menghadapi berbagai keadaan.

Praktik Mengelola Pikiran dan Emosi dalam Islam

• Shalat dan Zikir: Shalat lima waktu adalah kewajiban yang dapat mendatangkan ketenangan jiwa. Selain itu, zikir, atau mengingat Allah, adalah cara efektif untuk mengelola stres dan pikiran negatif. Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang berzikir kepada Allah di antara orang-orang yang lalai adalah seperti pohon hijau di antara pepohonan yang kering." (HR. Bukhari).

• Membaca Al-Qur'an: Al-Qur'an adalah sumber kedamaian bagi hati. Membacanya secara rutin dapat membantu mengurangi kecemasan dan memberikan panduan hidup yang lebih baik. Allah SWT berfirman, "Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28).

• Doa dan Tawakkal: Berdoa kepada Allah dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya adalah cara yang efektif untuk mengurangi beban pikiran. Rasulullah SAW bersabda, "Doa adalah senjata orang beriman dan tiang agama, serta cahaya langit dan bumi." (HR. Hakim).

• Mencari Dukungan Sosial: Islam menganjurkan untuk saling mendukung dan menguatkan dalam kebaikan. Mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-teman dapat membantu mengurangi kesedihan dan beban pikiran. Rasulullah SAW bersabda, "Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah seperti tubuh; apabila satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan ikut merasakan sakitnya dengan tidak bisa tidur dan demam." (HR. Bukhari dan Muslim).

• Berbuat Kebaikan: Melakukan amal kebaikan dapat membantu meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi stres. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR. Ahmad).


Jadi kata-kata bijak dari Maulana Jalaludin Rumi dan Habib Umar bin Hafidz mengingatkan kita akan pentingnya menjaga pikiran dan hati dari kesedihan dan pikiran berlebihan. Islam memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana mengelola emosi dan pikiran melalui ibadah, rasa syukur, dan dukungan sosial. Dengan mengikuti ajaran-ajaran ini, umat Islam dapat mencapai keseimbangan mental dan emosional yang sehat, serta menikmati hidup yang penuh berkah dan rahmat. Ingatlah selalu untuk bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan, karena dengan bersyukur, kita akan mendapatkan lebih banyak kebaikan dari Allah SWT.

Catatan dan pengingat diri Mas Bojreng

#ProtectYourself #PositiveThinking #IslamicWisdom #MentalHealth #EmotionalWellbeing #Gratitude #JalaludinRumi #HabibUmarBinHafidz #IslamicTeachings #FaithAndWellness #QuranicGuidance #ProphetMuhammad #Mindfulness #SpiritualHealth #OvercomingSadness #Tawakkal #PowerOfPrayer #CommunitySupport #ActsOfKindness #InnerPeace #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Monday, June 24, 2024

"Merasa Jenius dan Curang? Selamat Datang di Jalan Pintas Menuju Kegagalan!"

Mendapatkan pengingat diri di hari libur kemarin.

Dalam perjalanan tiba tiba mendengat kata kata
Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka
(Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah;Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka).

Jadi mendapatkan nasehat apa yang tidak boleh dilakukan adalah merasa paling pandai dan berbuat curang. Merasa paling pandai membawa kesombongan intelektual yang menutup pintu terhadap pembelajaran baru dan membuat seseorang rentan terhadap kesalahan. Ini menghalangi kolaborasi dan inovasi karena pandangan orang lain diabaikan. Berbuat curang mungkin memberikan keuntungan sesaat, tetapi pada akhirnya akan membawa celaka. Kecurangan merusak integritas, menghancurkan reputasi, dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat dalam berbagai aspek kehidupan.


Sebaliknya, yang harus dilakukan adalah menjaga kerendahan hati dan selalu berperilaku jujur. Kerendahan hati memungkinkan pembelajaran berkelanjutan dan membuka diri terhadap perspektif lain, yang sangat penting dalam dunia yang terus berubah. Sikap ini mendukung kerjasama dan inovasi. Kejujuran membangun kepercayaan dan integritas, yang merupakan fondasi untuk hubungan yang sehat dan sukses jangka panjang. Dengan menjaga integritas dan selalu berkata benar, seseorang tidak hanya meraih reputasi baik tetapi juga menciptakan dasar yang kuat untuk keberhasilan pribadi dan profesional.

Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka sebagai Nasihat.

Pepatah Jawa "Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka" memberikan nasihat yang mendalam tentang etika dan kebijaksanaan hidup. Terjemahan bebas dari pepatah ini adalah "Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah; Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka." Melalui nasihat ini, masyarakat Jawa menyampaikan pentingnya menjaga kerendahan hati dan kejujuran dalam setiap aspek kehidupan. Dalam tulisan ini, kita akan menganalisis dua aspek utama dari pepatah ini: kebijaksanaan dalam mengelola rasa pandai dan etika dalam berperilaku jujur.

Kebijaksanaan dalam Mengelola Rasa Pandai

Kesombongan Intelektual: Sebuah Perangkap

Merasa paling pandai sering kali mengarah pada kesombongan intelektual, yang merupakan salah satu perangkap berbahaya dalam perjalanan hidup seseorang. Ketika seseorang merasa dirinya paling pandai, ada kecenderungan untuk meremehkan pendapat orang lain dan mengabaikan kemungkinan bahwa dirinya bisa saja salah. Kesombongan ini menutup pintu untuk belajar lebih lanjut dan membuat seseorang rentan terhadap kesalahan. Dalam konteks ini, pepatah "Aja Kuminter Mundak Keblinger" menjadi peringatan yang relevan agar kita selalu rendah hati dan terbuka terhadap pengetahuan baru serta pendapat orang lain.

Pembelajaran Berkelanjutan

Kerendahan hati dalam intelektualitas membuka peluang untuk pembelajaran berkelanjutan. Dengan tidak merasa paling pandai, seseorang akan lebih cenderung mendengarkan, belajar, dan bertumbuh. Sikap ini bukan hanya menguntungkan diri sendiri tetapi juga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk kolaborasi dan inovasi. Dalam dunia yang terus berubah dengan cepat, kemampuan untuk terus belajar dan beradaptasi adalah kunci sukses. Oleh karena itu, menjaga sikap rendah hati dan selalu merasa bahwa masih banyak yang harus dipelajari adalah prinsip yang bijaksana.

Mencari Kebenaran, Bukan Pembenaran

Sering kali, orang yang merasa paling pandai mencari pembenaran untuk pandangan mereka daripada kebenaran yang sesungguhnya. Ini bisa mengarah pada pengambilan keputusan yang keliru dan berbahaya. Dengan menyadari keterbatasan pengetahuan kita sendiri dan membuka diri untuk pandangan lain, kita lebih mampu menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Pepatah ini mengingatkan kita untuk tidak terjebak dalam ego intelektual dan selalu mencari kebenaran secara objektif.

Etika dalam Berperilaku Jujur

Bahaya dari Kecurangan

Kecurangan mungkin tampak sebagai jalan pintas untuk mencapai tujuan, tetapi pada kenyataannya, ia membawa risiko besar yang dapat merusak reputasi dan kepercayaan. Pepatah "Aja Cidra Mundak Cilaka" menegaskan bahwa kecurangan akan membawa celaka. Ketika seseorang berbuat curang, ia mungkin meraih keuntungan sesaat, tetapi pada akhirnya akan menghadapi konsekuensi negatif, baik secara hukum, sosial, maupun moral. Kecurangan merusak integritas dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat, baik di tempat kerja, dalam hubungan pribadi, maupun dalam masyarakat secara luas.

Kejujuran sebagai Landasan Kepercayaan

Kejujuran adalah landasan dari kepercayaan. Dalam hubungan antar individu maupun organisasi, kepercayaan adalah komponen vital yang memungkinkan kerjasama dan harmoni. Tanpa kejujuran, kepercayaan akan terkikis dan hubungan akan terganggu. Dalam jangka panjang, kejujuran membangun reputasi yang baik dan menciptakan fondasi yang kuat untuk keberhasilan dan kebahagiaan. Oleh karena itu, mempraktikkan kejujuran adalah investasi yang sangat berharga dalam kehidupan pribadi dan profesional.

Implementasi Kejujuran dalam Kehidupan Sehari-hari

Mengimplementasikan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari berarti selalu berusaha untuk berkata benar, menepati janji, dan bertindak dengan integritas. Ini mungkin tampak sulit, terutama ketika ada tekanan untuk berbuat curang demi keuntungan sesaat. Namun, dengan memahami bahwa kecurangan akan membawa celaka, seseorang dapat lebih termotivasi untuk menjaga integritas. Kejujuran juga berarti mengakui kesalahan dan belajar darinya, bukannya menyalahkan orang lain atau mencoba menutup-nutupi.

Perspektif Filosofis

Secara filosofis, pepatah "Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka" mencerminkan pandangan hidup yang mendalam. Ini menyoroti pentingnya kesadaran diri dan refleksi dalam menjalani hidup. Kesadaran akan keterbatasan pengetahuan kita sendiri dan potensi konsekuensi dari tindakan kita adalah inti dari kebijaksanaan. Dalam tradisi Jawa, kebijaksanaan sering kali dikaitkan dengan harmoni dan keseimbangan, baik dalam diri sendiri maupun dalam interaksi dengan orang lain. Pepatah ini mengajarkan bahwa untuk mencapai harmoni, seseorang harus mengendalikan ego dan menjaga kejujuran.

Perspektif Praktis

Secara praktis, pepatah ini memberikan panduan konkret untuk menghadapi tantangan sehari-hari. Dalam dunia kerja, misalnya, merasa paling pandai bisa menghalangi kerja tim dan inovasi. Sebaliknya, kerendahan hati membuka peluang untuk kolaborasi dan pembelajaran. Demikian juga, berbuat curang mungkin memberikan keuntungan jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang akan merusak karier dan hubungan profesional. Mempraktikkan kejujuran dan integritas membangun reputasi yang baik dan kepercayaan dari kolega dan atasan.
Dalam Islam, prinsip-prinsip yang terkandung dalam pepatah "Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka" sangat sejalan dengan ajaran agama. Islam menekankan pentingnya kerendahan hati dan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur'an dan Hadis.

Kerendahan Hati (Tawadhu')

Dalam Islam, merasa paling pandai atau sombong (kibr) sangat dilarang. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, "Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri" (QS. Luqman: 18). Rasulullah SAW juga bersabda, "Barangsiapa merendahkan diri karena Allah, maka Allah akan meninggikannya" (HR. Muslim). Kerendahan hati membuka hati untuk terus belajar dan menerima nasihat, yang merupakan kunci untuk mencapai kebijaksanaan sejati dalam pandangan Islam.

Kejujuran (Sidq)

Kejujuran adalah nilai fundamental dalam Islam. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah perkataan yang benar" (QS. Al-Ahzab: 70). Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya kejujuran dengan bersabda, "Hendaklah kalian bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang senantiasa bersikap jujur hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur" (HR. Bukhari dan Muslim). Kejujuran membangun kepercayaan dan reputasi yang baik, baik di dunia maupun di akhirat.

Jadi ya saya mendapatkan nasehat yang cukup bagus di akhir pekan kemarin. Sebagai pengingat diri saya.

Pepatah "Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka" mencerminkan ajaran Islam tentang pentingnya kerendahan hati dan kejujuran. Dalam Islam, merasa paling pandai dan berbuat curang adalah perilaku yang harus dihindari karena bertentangan dengan prinsip tawadhu' dan sidq. Sebaliknya, menjaga kerendahan hati dan kejujuran adalah tindakan yang sangat dianjurkan dan membawa berkah, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, seseorang tidak hanya menjalani kehidupan yang bermartabat tetapi juga mendapatkan ridha Allah SWT.

Pepatah "Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka" menawarkan nasihat yang sangat relevan dalam konteks modern. Dengan menghindari sikap merasa paling pandai dan berbuat curang, kita dapat menjalani hidup yang lebih bijaksana dan etis. Kerendahan hati dalam intelektualitas memungkinkan pembelajaran berkelanjutan dan penemuan kebenaran, sementara kejujuran membangun kepercayaan dan integritas. Dalam era informasi dan perubahan yang cepat ini, nasihat dari pepatah Jawa ini memberikan panduan berharga untuk mencapai kesejahteraan dan harmoni dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Menjalani hidup dengan prinsip-prinsip ini akan membantu kita untuk tidak hanya menghindari kesalahan dan bahaya, tetapi juga untuk mencapai kesuksesan yang berkelanjutan dan bermakna.

Catatan dan pengingat diri Mas Bojreng

#Wisdom #Humility #Integrity #Honesty #Truth #Ethics #Learning #Collaboration #Trust #Philosophy #PracticalAdvice #Success #Reputation #Respect #SelfAwareness #PersonalGrowth #ProfessionalDevelopment #JavaneseProverbs #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Sunday, June 23, 2024

Apapun dilakukan demi kemewahan

Ketika melihat suatu kebiasaan bergaya hidup mewah atau life stylenya sudah penuh gaya yang akhirnya berusaha mengada adakan yang tidak ada. Dan kemudian akan berusaha menghalalkan segala cara untuk pemenuhan kebutuhan hidup mewah. Dan akhirnya berdalih dan beralasan demi mencari pembenaran dengan segala macam cara yang bisa dilakukan.


Ini perbincangan kemarin dengan salah seorang sahabat disambi makan bersama. Tentang bagaimana cara mencari nafkah dalam keseharian dalam rangka menutupi gaya hidup mewah.


Gaya Hidup Mewah bagaimana mempengaruh Kehidupan Sehari-hari

Gaya hidup atau lifestyle adalah cara seseorang hidup, termasuk kebiasaan, sikap, dan pilihan-pilihan yang mereka buat setiap hari. Salah satu jenis gaya hidup yang sering menjadi sorotan adalah gaya hidup mewah. Gaya hidup ini diidentifikasi dengan konsumsi barang-barang mahal, tempat tinggal yang eksklusif, dan aktivitas-aktivitas yang menunjukkan status sosial yang tinggi. Namun, di balik kilau kemewahan tersebut, terdapat dampak yang signifikan pada kehidupan sehari-hari dan risiko untuk terjerumus ke dalam tindakan yang tidak etis atau bahkan haram.

Gaya Hidup Mewah dan Pengaruhnya

1. Pengeluaran Berlebih dan Hutang

Gaya hidup mewah sering kali membutuhkan dana yang besar. Membeli pakaian bermerek, mobil mewah, atau tinggal di apartemen eksklusif tentu bukanlah hal yang murah. Akibatnya, banyak orang yang memaksakan diri untuk memenuhi standar tersebut dengan cara berhutang. Kondisi ini bisa menimbulkan stres finansial dan berakhir pada kebangkrutan jika tidak dikelola dengan baik.

2. Tekanan Sosial dan Perbandingan Diri

Media sosial memainkan peran besar dalam membentuk persepsi gaya hidup mewah. Unggahan-unggahan tentang liburan mewah, restoran mahal, atau barang-barang branded membuat banyak orang merasa harus mengikuti tren tersebut. Tekanan untuk tampil sesuai standar yang dipromosikan oleh media sosial bisa membuat seseorang merasa kurang puas dengan hidupnya, bahkan jika sebenarnya mereka sudah memiliki kehidupan yang nyaman.

3. Prioritas yang Berubah

Ketika fokus seseorang bergeser pada pemenuhan gaya hidup mewah, prioritas hidup mereka pun berubah. Nilai-nilai seperti kebersamaan keluarga, kepedulian terhadap sesama, dan pengembangan diri bisa tergeser oleh keinginan untuk terus memperbarui gaya hidup yang dianggap 'berkelas'. Hal ini dapat menyebabkan hubungan sosial yang rapuh dan kurangnya keterikatan emosional dengan orang-orang di sekitar.

Resiko Melakukan Hal-Hal yang Haram

Untuk memenuhi tuntutan gaya hidup mewah, beberapa orang mungkin tergoda untuk melakukan hal-hal yang melanggar norma atau hukum. Berikut adalah beberapa tindakan yang sering terjadi:

1. Korupsi dan Penipuan

Dalam upaya untuk mendapatkan uang dengan cepat, beberapa individu memilih jalan pintas dengan melakukan korupsi atau penipuan. Hal ini sering terjadi dalam dunia kerja, di mana seseorang mungkin menyalahgunakan posisi atau wewenangnya untuk mengalirkan dana perusahaan ke rekening pribadi. Penipuan juga bisa terjadi dalam bentuk lain seperti skema piramida atau investasi bodong.

2. Kriminalitas

Gaya hidup mewah yang berlebihan bisa mendorong seseorang ke arah kriminalitas. Pencurian, perampokan, atau bahkan perdagangan narkoba adalah beberapa bentuk kejahatan yang dilakukan demi memperoleh uang dengan cepat. Tekanan untuk selalu terlihat glamor di depan teman atau kolega bisa membuat seseorang mengambil keputusan yang sangat buruk.

3. Eksploitasi dan Penyalahgunaan

Di beberapa kasus, orang mungkin melakukan eksploitasi terhadap orang lain untuk mendapatkan keuntungan finansial. Misalnya, dalam bisnis, seorang atasan bisa saja memanfaatkan karyawannya secara berlebihan tanpa memberikan kompensasi yang layak. Penyalahgunaan wewenang dan ketidakadilan dalam hubungan kerja dapat menjadi salah satu cara untuk mendukung gaya hidup mewah.

4. Kompromi Etika dan Moral

Ketika gaya hidup mewah menjadi tujuan utama, seseorang mungkin mengabaikan etika dan moral dalam keputusan sehari-harinya. Ini bisa berarti menerima suap, melakukan manipulasi data, atau bahkan berbohong dalam lingkungan profesional dan pribadi. Akibatnya, integritas pribadi dan reputasi bisa hancur, meskipun secara materi mereka terlihat sukses.

Menghindari Perangkap Gaya Hidup Mewah

Meskipun daya tarik gaya hidup mewah sangat kuat, penting untuk menjaga keseimbangan dan menghindari terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:

1. Kesadaran Diri dan Evaluasi Prioritas

Penting untuk selalu sadar akan prioritas hidup yang sebenarnya. Evaluasi kembali apa yang benar-benar penting bagi kebahagiaan dan kepuasan diri. Apakah kebahagiaan benar-benar tergantung pada barang-barang mewah atau justru pada hubungan yang kuat dan pencapaian pribadi?

2. Mengelola Keuangan dengan Bijak

Belajar mengelola keuangan dengan bijak adalah kunci untuk menghindari stres finansial. Buatlah anggaran yang realistis dan hindari berhutang hanya untuk memenuhi gaya hidup mewah. Menabung dan berinvestasi secara bijak bisa menjadi langkah yang lebih sehat untuk masa depan finansial.

3. Menghargai Hal-Hal Sederhana

Seringkali, kebahagiaan sejati datang dari hal-hal sederhana seperti waktu berkualitas bersama keluarga, hobi yang menyenangkan, atau sekadar menikmati alam. Menghargai dan mensyukuri hal-hal sederhana dapat membantu menjaga perspektif yang sehat tentang kehidupan.

4. Menetapkan Batasan pada Penggunaan Media Sosial

Mengatur waktu dan eksposur pada media sosial bisa membantu mengurangi tekanan untuk mengikuti gaya hidup mewah. Ingatlah bahwa apa yang ditampilkan di media sosial sering kali hanyalah sebagian kecil dari kehidupan seseorang dan tidak selalu mencerminkan kenyataan.

5. Mengembangkan Diri

Alih-alih fokus pada penampilan luar, lebih baik mengembangkan diri dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan karakter. Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan pribadi bisa memberikan kepuasan yang lebih dalam jangka panjang.

Gaya hidup atau "lifestyle" merupakan cara seseorang menjalani kehidupannya, mencakup kebiasaan, aktivitas, serta nilai-nilai yang dianut. Di era modern ini, gaya hidup mewah sering kali menjadi simbol status sosial dan kesuksesan. Namun, penting untuk mempertimbangkan bagaimana gaya hidup mewah dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari seseorang, terutama dari sudut pandang agama Islam.

Definisi dan Dampak Gaya Hidup Mewah

Gaya hidup mewah biasanya dikaitkan dengan konsumsi barang-barang mahal, penggunaan layanan eksklusif, dan kebiasaan menghabiskan uang dalam jumlah besar. Meski tampak menggiurkan, gaya hidup ini membawa dampak yang signifikan, baik positif maupun negatif, pada kehidupan sehari-hari.

Dampak Positif:

• Kepuasan Material: Barang mewah dapat memberikan rasa puas dan senang secara material.

• Prestise Sosial: Orang yang memiliki gaya hidup mewah sering mendapatkan pengakuan dan penghormatan dari masyarakat.

• Akses Lebih Baik: Gaya hidup mewah sering memberikan akses ke layanan terbaik, seperti pendidikan, kesehatan, dan hiburan.

Dampak Negatif:

• Stres Finansial: Membiayai gaya hidup mewah dapat menyebabkan tekanan finansial yang besar, bahkan utang.

• Hilangnya Nilai Keagamaan: Terlalu fokus pada materi dapat mengalihkan seseorang dari nilai-nilai spiritual dan keagamaan.

• Perilaku Konsumtif: Kebiasaan mengonsumsi secara berlebihan bisa mengarah pada ketidakpuasan dan ketidakstabilan emosional.

Islam dan Gaya Hidup Mewah

Dalam Islam, keseimbangan dalam kehidupan sangat ditekankan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi..." (QS. Al-Qasas: 77)

Ayat ini menunjukkan bahwa umat Islam diajarkan untuk mencari kebahagiaan di akhirat, tetapi tidak melupakan kenikmatan duniawi secara proporsional. Gaya hidup mewah yang melampaui batas dapat mengganggu keseimbangan ini.

Islam menekankan pentingnya hidup sederhana dan menghindari pemborosan. Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan..." (QS. Al-Isra: 27)

Hadis Nabi Muhammad SAW juga memperingatkan umatnya untuk tidak terjebak dalam kemewahan yang berlebihan. Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Berhati-hatilah terhadap kemewahan, karena hamba-hamba Allah tidak diperintahkan untuk bersikap mewah." (HR. Ahmad)

Kedua ajaran ini jelas menunjukkan bahwa Islam mendorong umatnya untuk hidup sederhana dan menjauh dari pemborosan yang tidak perlu.

Contoh Teladan Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat

Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya memberikan contoh hidup sederhana dan tidak terikat pada kemewahan. Nabi Muhammad SAW hidup dalam kesederhanaan, meskipun beliau memiliki kesempatan untuk hidup mewah. Rumahnya sederhana, dan beliau sering tidur di atas tikar yang kasar. Makanan yang dikonsumsi pun sederhana, sering kali hanya roti dan kurma.

Para sahabat juga mencontohkan hidup sederhana. Abu Bakar Ash-Shiddiq, meskipun menjadi khalifah, tetap hidup sederhana dan menghabiskan sebagian besar hartanya untuk kepentingan umat. Umar bin Khattab dikenal karena kesederhanaannya meski sebagai pemimpin besar, bahkan baju yang dikenakannya sering kali penuh tambalan.

Pengaruh Negatif Gaya Hidup Mewah yang Berlebihan

• Mengabaikan Nilai-nilai Spiritual: Gaya hidup mewah yang berlebihan sering kali mengalihkan perhatian dari ibadah dan nilai-nilai keagamaan. Fokus pada materialisme dapat menyebabkan kelalaian dalam menjalankan kewajiban agama.

• Ketidakadilan Sosial: Ketika seseorang menghabiskan secara berlebihan untuk kepentingan pribadi, hal ini dapat menciptakan ketidakadilan sosial. Sumber daya yang seharusnya bisa digunakan untuk membantu yang membutuhkan malah dihabiskan untuk kesenangan pribadi.

• Tindakan Melanggar: Untuk memenuhi gaya hidup mewah, beberapa orang mungkin tergoda untuk melakukan hal-hal yang dilarang atau haram, seperti berhutang berlebihan, korupsi, atau menipu. Allah SWT berfirman:

"Janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil..." (QS. Al-Baqarah: 188)

Gaya hidup mewah memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan sehari-hari, baik positif maupun negatif. Namun, dalam perspektif Islam, penting untuk menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat. Hidup sederhana dan menghindari pemborosan merupakan ajaran penting dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Dengan mengikuti teladan ini, umat Islam dapat menjalani hidup yang lebih bermakna dan penuh berkah, terhindar dari perilaku yang melanggar dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan dunia dan akhirat.

Gaya hidup mewah memiliki daya tarik yang kuat dan bisa memberikan kesenangan jangka pendek. Namun, pengaruh negatifnya pada kehidupan sehari-hari dan risiko melakukan hal-hal yang haram atau tidak etis tidak bisa diabaikan. Penting untuk tetap bijaksana, mengelola keuangan dengan baik, dan menjaga prioritas yang sehat dalam hidup. Dengan begitu, kita bisa menikmati kehidupan yang lebih bermakna dan berkelanjutan tanpa harus terjebak dalam kilau kemewahan yang palsu.

Jika harta kekayaan dan ketinggian status sosial adalah tolak ukur kesuksesanmu, mungkin perlu diperiksa kembali siapa panutanmu sebenarnya. Rasulullah SAW adalah teladan bagi umat Islam yang menekankan pentingnya akhlak mulia, kejujuran, dan keikhlasan dalam menjalani kehidupan. Beliau menjalani hidup dengan kesederhanaan dan lebih mengutamakan kebahagiaan batin dan kedekatan dengan Allah daripada kemewahan dunia. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa nilai sejati dari seorang manusia tidak terletak pada harta atau status sosial, melainkan pada takwa dan amal baik.

Sebaliknya, Fir'aun dan Qorun adalah contoh dalam sejarah yang menggambarkan kesalahan dalam mengejar kekayaan dan kekuasaan sebagai tujuan hidup utama. Fir'aun dikenal sebagai penguasa yang sombong dan menindas rakyatnya, sementara Qorun adalah contoh manusia yang tamak dan tidak bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah. Kedua tokoh ini mendapatkan hukuman yang berat atas kesombongan dan keangkuhan mereka. Oleh karena itu, jika kekayaan dan status sosial menjadi tolok ukur kesuksesanmu, mungkin kamu sedang menjadikan mereka sebagai panutan, bukan Rasulullah SAW. Perlu diingat bahwa kesuksesan sejati dalam pandangan Islam adalah mencapai ridha Allah dan menjalani hidup sesuai dengan ajaran-Nya.

Catatan Mas Bojreng


#LuxuryLifestyle #DailyLife #Influence #SocialPressure #FinancialStress #Ethics #PersonalGrowth #Happiness #SimpleLiving #Balance #MindfulLiving #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Saturday, June 22, 2024

Terlalu pusing mikirin Dunia, sampai tidak Sadar kalau kita Sedang antri untuk Meninggalkannya.

Setiap hari, kita mendengar berita tentang kematian orang lain, dan suatu hari nanti, orang lain akan mendengar berita tentang kematian kita.


Saatnya Kembali


Di senyap malam, renungi sepi,
Maut datang pasti, tiada yang lari,
Dunia hanyalah persinggahan semu,
Akhirat abadi, rumah yang menunggu.

Kehidupan ini, bak bayang semata,
Hari berganti, waktu berlalu cepat,
Segala nikmat dunia, hanyalah fana,
Persiapkan bekal, janganlah terlambat.

Setiap napas, adalah anugerah-Nya,
Perjalanan hidup, menuju perjumpaan,
Di hadapan-Nya kelak, kita berdiri,
Mempertanggungjawabkan setiap langkah kaki.

Ingatlah selalu, dunia bukanlah tujuan,
Namun persiapan, untuk akhirat yang kekal,
Bersihkan hati, sucikan amal,
Agar nanti, selamat dari siksa dan sesal.

Kembali kepada Allah, jiwa yang tenang,
Dengan iman kuat, hati yang lapang,
Semoga husnul khatimah, menjadi akhir kita,
Di Jannah-Nya, abadi selamanya.

............ oleh mas bojreng......

Hari ini malaikat maut melangkahimu untuk mencabut nyawa orang lain, besok ia melangkahi orang lain untuk menjemput nyawamu. Ungkapan ini mengingatkan kita akan kefanaan hidup dan kepastian kematian. Oleh karena itu, Islam mengajarkan pentingnya bersiap-siap untuk menghadapi kematian dengan baik.

Kematian adalah kenyataan yang tak terhindarkan dan merupakan bagian dari rukun iman dalam Islam. Setiap Muslim diwajibkan untuk percaya pada qada dan qadar, termasuk kematian yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan." (QS. Al-Ankabut: 57)

Ayat ini menegaskan bahwa setiap makhluk hidup akan mengalami kematian, dan setelah kematian, kita akan kembali kepada Allah SWT untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan kita selama di dunia.

Islam memandang hidup sebagai suatu ujian yang harus dijalani dengan penuh kesadaran akan akhirat. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim:

"Orang yang paling cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat mati dan yang paling banyak persiapannya untuk menghadapi kehidupan setelah mati. Itulah orang yang paling cerdas." (HR. Ibnu Majah)

Hadits ini mengajarkan bahwa mengingat kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan, melainkan sebuah cara untuk menyadarkan kita agar senantiasa mempersiapkan diri dengan amal sholeh dan menjauhi perbuatan maksiat.

Persiapan Menghadapi Kematian

Mengingat kematian seharusnya mendorong kita untuk senantiasa mempersiapkan diri. Persiapan ini mencakup berbagai aspek kehidupan:

• Menjaga Sholat dan Ibadah: Sholat adalah tiang agama dan ibadah utama dalam Islam. Menjaga sholat lima waktu dengan khusyu’ dan tepat waktu merupakan bentuk persiapan spiritual yang utama. Sholat tidak hanya sebagai kewajiban tetapi juga sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan memohon ampunan-Nya.

• Bersedekah dan Beramal Sholeh: Sedekah dan amal sholeh adalah investasi kita di akhirat. Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." Dengan bersedekah dan melakukan berbagai amal kebaikan, kita menanam kebaikan yang pahalanya akan terus mengalir bahkan setelah kita meninggal.

• Menuntut Ilmu: Ilmu yang bermanfaat adalah salah satu amal yang pahalanya akan terus mengalir. Dengan menuntut ilmu, kita dapat memperbaiki diri, mengajarkan kebaikan kepada orang lain, dan memberikan manfaat bagi umat.

• Memperbanyak Istighfar dan Taubat: Manusia tidak luput dari dosa. Oleh karena itu, memperbanyak istighfar dan taubat adalah cara untuk membersihkan diri dari dosa-dosa yang telah dilakukan. Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat bagi hamba-Nya yang benar-benar bertaubat.

Kehidupan hanya antara adzan dan sholat

Dalam tradisi Islam, ketika seorang bayi lahir, adzan dikumandangkan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya. Ini melambangkan bahwa hidup seseorang dimulai dengan panggilan untuk beribadah kepada Allah. Sebaliknya, ketika seseorang meninggal, jenazahnya disholati oleh orang-orang yang masih hidup, sebagai doa dan penghormatan terakhir sebelum ia dikuburkan.

Ini menunjukkan bahwa hidup di dunia ini sangat singkat, hanya sekejap antara adzan dan sholat. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkannya sebaik mungkin untuk beribadah dan berbuat kebaikan. Hidup yang singkat ini harus diisi dengan amal yang bisa menjadi bekal di akhirat nanti.

Pandangan Islam tentang Kematian

Islam memandang kematian sebagai pintu menuju kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan akhirat. Dunia hanyalah tempat persinggahan sementara, tempat untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya. Dalam Al-Qur'an disebutkan:

"Kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang memperdaya." (QS. Ali Imran: 185)

Kematian adalah akhir dari perjalanan di dunia dan awal dari perjalanan di akhirat. Setelah kematian, kita akan memasuki alam barzakh hingga tiba hari kiamat, di mana semua amal perbuatan kita akan dihitung dan kita akan dibalas sesuai dengan apa yang kita kerjakan.

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:

"Perbanyaklah mengingat penghancur segala kelezatan, yaitu kematian." (HR. Tirmidzi)

Hadits ini mengingatkan kita bahwa kematian akan menghancurkan segala kelezatan duniawi yang seringkali membuat kita lalai dari mengingat Allah dan akhirat. Dengan mengingat kematian, kita akan lebih bijaksana dalam menjalani hidup dan lebih berhati-hati dalam setiap tindakan yang kita lakukan.

Sikap Terhadap Kematian

Islam mengajarkan sikap yang seimbang dalam menghadapi kematian. Di satu sisi, kita harus selalu mengingat kematian sebagai pengingat untuk terus berbuat baik. Di sisi lain, kita juga tidak boleh hidup dalam ketakutan yang berlebihan terhadap kematian hingga menghambat aktivitas sehari-hari.

Kematian harus menjadi motivasi untuk lebih giat dalam beribadah dan berbuat baik, bukan menjadi sumber ketakutan yang membuat kita putus asa. Dalam menghadapi kematian, seorang Muslim seharusnya memiliki sikap husnuzan (berbaik sangka) kepada Allah, percaya bahwa Allah akan memberikan balasan yang terbaik bagi hamba-Nya yang beriman dan beramal sholeh.

Hari ini malaikat maut melangkahimu untuk mencabut nyawa orang lain, besok ia melangkahi orang lain untuk menjemput nyawamu. Ungkapan ini mengajarkan kita untuk selalu siap menghadapi kematian. Islam menuntun kita untuk memanfaatkan hidup yang singkat ini dengan sebaik-baiknya, dengan beribadah kepada Allah, melakukan amal sholeh, menuntut ilmu, dan memperbanyak istighfar serta taubat.

Kehidupan dunia ini seringkali diibaratkan sebagai "mampir ngombe," sebuah pepatah Jawa yang berarti hanya berhenti sejenak untuk minum. Ungkapan ini mencerminkan betapa singkat dan sementaranya keberadaan kita di dunia ini. Dalam pandangan Islam, kehidupan dunia hanyalah persinggahan sementara sebelum menuju kehidupan yang abadi di akhirat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an bahwa kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan kesenangan yang menipu, sedangkan kehidupan akhirat adalah yang sebenarnya dan lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Ankabut: 64). Oleh karena itu, kita diingatkan untuk tidak terjebak dalam keindahan dan kenikmatan duniawi yang sementara, melainkan fokus untuk mempersiapkan bekal menuju akhirat dengan memperbanyak amal sholeh dan ibadah.

Pepatah "mampir ngombe" mengajarkan kita untuk selalu sadar akan kefanaan hidup dan pentingnya memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Hidup yang hanya sebentar ini harus diisi dengan hal-hal yang bermanfaat dan bermakna. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Ahmad). Dengan demikian, setiap Muslim diharapkan untuk senantiasa memperbaiki diri, menuntut ilmu, membantu sesama, dan selalu mengingat Allah dalam setiap langkah kehidupan. Dengan cara ini, kita dapat menjalani hidup yang singkat ini dengan penuh berkah dan persiapan yang matang untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya di akhirat nanti.

Dengan mengingat kematian, kita akan lebih termotivasi untuk menjalani hidup dengan lebih baik dan lebih bermakna. Karena pada akhirnya, kehidupan dunia ini hanyalah sementara, dan kehidupan yang abadi adalah di akhirat. Bersiaplah selalu, karena kematian adalah suatu kepastian yang bisa datang kapan saja tanpa diduga. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang senantiasa siap menghadapi kematian dengan husnul khatimah (akhir yang baik).

Kadang masih sering menjumpai dan ditanya .. kenapa sih saya sering ngomongin tentang kematian? Karena itu sebagai pengingat diri saya sendiri. Bahwa semua nya akan dipertanggungjawabkan ke Allah SWT.

Kenapa Allah masih hidupkan aku hari ini?
Jawaban Imam Ghazali; "Karena dosaku terlalu banyak dan Allah masih izinkan aku untuk bertaubat. "

Catatan dan pengingat diri Mas Bojreng

#DeathReminder #LifeIsShort #IslamicPerspective #PrepareForDeath #AdhanAndPrayer #LifeAndDeath #IslamicTeachings #SpiritualPreparation #GoodDeeds #RememberDeath #FaithAndActions #EternalLife #HusnulKhatimah #IslamicLife #LifeAfterDeath #IslamicWisdom #QuranAndHadith #MementoMori #FaithJourney #IslamicBeliefs #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

Titip Hati pada Allah

Sebagian hati kutinggal di sana, di sisi ranjang dan napas renta. Tak terucap kata, hanya diam yang bercerita, tapi ada kewajiban yang ta...