Saya dan pasar tradisional
Sejak saya kecil entah kenapa saya paling suka kalau ke pasar tradisional. Bukan hanya masalah habis itu bawa jajanan pulang ya..
Dulu paling sering diajakin ke pasar Sendiko di wonodri atau pasar Peterongan, sering kali juga ke pasar Johar Semarang... sekarang paling sering ke pasar Prembaen, kadang di pasar gang baru.
Buat saya pasar tradisional adalah suatu tempat yang menyenangkan yang tak pernah sepi, menceritakan ribuan kisah pada setiap sudutnya. Aku sering melangkahkan kaki ke sini, terpikat oleh keaslian yang hanya pasar tradisional ini miliki. Suara penjual menawarkan barang dagangannya, suara tawar menawar antara pembeli dan penjual, sampai suara anak-anak yang berlarian di antara kios sempit. Semua itu bersatu, menciptakan simfoni yang menenangkan bagi jiwa.
Memasuki kawasan pasar, aroma yang khas langsung menyambutku, perpaduan antara berbagai rempah, ikan segar, dan hirupan udara yang penuh dengan aroma masakan. Jalanan yang sedikit becek di beberapa tempat, sisa dari cucian sayuran dan ikan, tidak cukup untuk membuatku mundur. Setiap langkah yang kutapakkan di atas lantai berkerak itu, semakin menenggelamkanku dalam suasana autentik yang tak mungkin kutemukan di supermarket modern.
Di sini, setiap pertemuan adalah kehangatan yang berbalas sapa. Penjual dengan sengaja mengingat nama pelanggan setianya, memanggilku dengan ramah sembari menawarkan barang dagangannya. "Mbak, mau beli apa hari ini?, eh masnya ikutan sudah lama tidak kelihatan" tanya penjual daging langgananku. Wajah keriputnya merekah senyum, memperlihatkan baris gigi yang tulus, lupa dia kalau kami sudah tidak tinggal di Semarang.
Aku tidak pernah mencari barang bermerk atau dengan label harga yang mencekik. Bagiku, yang penting adalah barang tersebut halal, sesuai dengan yang aku suka, serta nyaman saat kupakai atau kugunakan.
Berpindah dari kios daging, istri saya biasa pindah ke yang menjual rempah-rempah. Dari jauh sudah tercium harum serai dan lengkuas yang menyebar ke seluruh penjuru pasar. Dinding kiosnya penuh dengan karung-karung berlabel nama rempah. Tak perlu etalase kaca atau pencahayaan yang diatur, aura alami rempah-rempah tersebut sudah lebih dari cukup untuk menarik perhatian.
Kenyamanan itu pula yang membuatku selalu kembali. Berbeda dengan supermarket yang rapi dan dingin, di pasar tradisional aku bisa merasakan ikatan sosial yang kuat. Aku bukan sekedar konsumen, tapi bagian dari komunitas yang berinteraksi, bercerita, dan sering kali berbagi tawa.
Proses belanja di pasar tradisional juga mengajarkan banyak hal, seperti menghargai pekerjaan keras. Setiap item yang kupegang adalah hasil dari jerih payah yang tidak mudah. Dari petani yang menanam, nelayan yang melaut hingga tangan-tangan yang terampil mengolahnya menjadi barang siap jual, semuanya adalah mata rantai kehidupan yang luar biasa.
Tidak jarang pula aku menemukan kejadian-kejadian kecil yang menyentuh, seperti saat seorang penjual dan pembeli yang tidak tahu satu sama lain, berbagi nasihat dan dukungan. Atau ketika melihat anak kecil yang membantu orang tuanya berjualan, belajar tentang nilai kerja keras dan kejujuran dari usia dini. Itu semua adalah pelajaran yang tidak ternilai.
Di akhir hari, kantong belanjaanku penuh, dan begitu pula hatiku. Aku meninggalkan pasar dengan langkah yang berat, tapi jiwa yang ringan.
Seringnya kalau saya melihat ibu ibu yang membawakan belanjaan akan saya panggil untuk membawakan barang belanjaan yang saya bawa, walaupun sebenarnya tidak diperlukan tapi ya itung itung bagi bagi rejeki.
Berbelanja di pasar tradisional memang bukan tentang kemewahan atau status, tapi tentang kembali ke akar, merasakan hidup yang sederhana dan penuh arti. Sebuah perjalanan melalui waktu, tempat aku bisa menemukan kebahagiaan dalam setiap tawar-menawar, dari bukti nyata keramahan yang belum luntur oleh zaman.
Mau menawar maupun tidak ya monggo sajalah tidak usah diperdebatkan karena itu adalah hasil dari kesepakatan antara penjual dan pembeli.
Sampai sekarang saya lebih suka kalau menemani belanja di pasar tradisional daripada kalau di pasar supermarket modern.
Walaupun becek, bau tapi aihh buat saya suatu suanana yang tidak akan tergantikan.
Catatan Mas Bojreng di pagi hari ini...
#catatanmasbojreng #masbojreng
No comments:
Post a Comment