Pernah nggak kamu merasa hidup ini kayak lomba lari tanpa garis start yang jelas? Semua orang terlihat bergegas—kejar target, cari hasil, buru pencapaian—sementara kamu masih di tahap “belajar jalan”. Rasanya pengin langsung ngebut, tapi entah kenapa langkah selalu tersandung di hal-hal kecil: proses, waktu, dan kesabaran. Padahal mungkin, justru di situlah rahasianya disembunyikan—di fase lambat yang sering kita anggap sia-sia.
Kita sering lupa, bahwa tumbuh itu nggak pernah instan. Alam aja butuh musim buat menumbuhkan bunga, apalagi manusia. Tapi zaman sekarang, siapa yang sabar nunggu benih jadi pohon? Semua pengin langsung panen. Kita dibesarkan dalam budaya serba cepat: sukses kilat, viral semalam, hasil tanpa perjalanan. Tapi, apa jadinya kalau hidup benar-benar dijalani seperti itu?
You have to learn to crawl before you learn to walk.
Kamu harus belajar merangkak dulu sebelum bisa berjalan. Kedengarannya sederhana, tapi itu pelajaran hidup yang paling sering diabaikan. Banyak orang mau “berlari” sebelum tahu cara menyeimbangkan langkahnya sendiri. Mereka pengin sampai cepat, tanpa sadar setiap tahap yang dilewati dengan sabar justru membentuk karakter, mengasah mental, dan menanamkan keteguhan. Karena dalam hidup, yang penting bukan cuma sampai—tapi bagaimana kamu sampai.
“Belajar Merangkak Sebelum Berlari adalah Tentang Proses, Integritas, dan Godaan Jalan Pintas”
Kita hidup di zaman instan. Kopi tinggal seduh, makanan tinggal klik, karier tinggal follow akun motivator dan ikut seminar “sukses 30 hari”. Tapi, sayangnya, kehidupan nyata nggak bisa di-microwave seperti mie instan.
Ada pepatah kuno yang bilang, “You have to learn to crawl before you learn to walk.” Kamu harus belajar merangkak dulu sebelum bisa berjalan. Kedengarannya klise, tapi justru di situ letak kebijaksanaannya. Semua yang bernilai tinggi lahir dari proses—panjang, kadang lambat, sering bikin frustrasi, tapi di situlah pembentukan karakter terjadi.
Bayangkan kalau bayi langsung bisa lari tanpa belajar merangkak. Lucu? Tidak juga. Bahaya malah. Dia bisa jatuh, terluka, dan nggak tahu cara menjaga keseimbangannya. Sama seperti hidup: kalau kita lompat tahap, kita kehilangan pelajaran penting tentang kesabaran, ketekunan, dan rendah hati.
Tidak Ada Proses Instan yang Patut Dibanggakan
Kesuksesan tanpa proses itu seperti foto yang difilter berlebihan—tampak sempurna di luar, tapi kosong di dalam.
Zaman sekarang banyak yang tergoda “potong kompas”. Mau cepat kaya, asal viral, asal naik jabatan, asal dapet hasil. Bahkan, kadang sampai “menghalalkan segala cara”.
Padahal, kalau kamu pikir lebih dalam, keberhasilan sejati bukan cuma soal hasil akhirnya, tapi juga cara mencapainya. Orang yang menanam dengan cara curang mungkin panen duluan, tapi buahnya pahit.
Proses yang Benar, Idealisme, dan Integritas
Proses yang benar bukan cuma soal disiplin, tapi juga soal integritas. Idealisme bukan untuk gaya-gayaan, tapi untuk menjaga arah agar kita nggak kehilangan nilai di tengah jalan.
Dalam Islam, hal ini bukan cuma anjuran etika, tapi prinsip hidup. Allah berfirman:
“Dan katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin.’”
(QS. At-Taubah: 105)
Ayat ini sederhana tapi tajam. Allah nggak menilai hasil yang instan atau gemerlap, tapi melihat proses kerja kita—apakah dilakukan dengan jujur, sungguh-sungguh, dan berniat baik.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai apabila seseorang di antara kalian melakukan suatu pekerjaan, maka ia melakukannya dengan itqan (tepat, teliti, dan sebaik-baiknya).”
(HR. al-Baihaqi)
Itu artinya, Islam sangat menekankan proses yang benar. Tidak terburu-buru, tidak curang, dan tidak menipu.
Ketika Semua Serba Instan
Sekarang coba bayangkan dunia tanpa proses. Semua serba instan. Orang bisa jadi dokter tanpa belajar, jadi pemimpin tanpa pengalaman, jadi “influencer bijak” cuma karena punya wajah menarik dan pengikut banyak.
Hasilnya? Kacau.
Kita akan hidup di dunia yang penuh topeng dan kehampaan. Orang kehilangan makna kerja keras, kejujuran, bahkan kehilangan rasa bangga terhadap pencapaannya sendiri.
Tanpa proses, manusia kehilangan rasa syukur. Karena rasa syukur itu lahir dari perjalanan panjang—dari jatuh bangun, dari sabar menunggu, dari usaha yang konsisten.
“Tumbuh Dalam Kehendak-Nya”
Jangan tergesa memetik takdirmu,
sebab Allah menulis waktu dengan tinta kesabaran.
Setiap penantian adalah doa yang berwujud diam,
setiap luka adalah jalan pulang menuju pemahaman.
Biarlah engkau lambat, asal tidak lepas dari ridha-Nya,
karena kilat yang cepat pun sirna dalam sekejap.
Sedang yang meniti perlahan di bawah cahaya iman,
akan sampai, meski tak tahu kapan.
Akhir Kata Nikmati Prosesnya
Jadi kalau hari ini kamu merasa hidupmu “merangkak”, jangan malu. Itu bagian dari desain Ilahi. Setiap langkah kecil yang kamu ambil, meski lambat, sedang membangun pijakan untuk langkah besar berikutnya.
Dalam dunia yang serba cepat ini, justru melambat bisa jadi bentuk perlawanan paling elegan.
Karena yang terburu-buru ingin sampai, sering kali justru tersesat.
Tapi yang sabar meniti proses, insyaAllah sampai di tujuan dengan kepala tegak—dan hati tenang.
Pengingat diri Mas Bojreng
#EmbraceTheProcess #FaithInTheJourney #PatienceIsStrength #IntegrityOverInstant #GrowWithGrace
#poem #poetry #poetsofinstagram #poets #poet #poetrycommunity #catatanmasbojreng #masbojreng

No comments:
Post a Comment