Saturday, August 17, 2024

Pada Akhirnya, Segala Sesuatu Harus Dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali terjebak dalam rutinitas dan aktivitas yang membuat kita lupa akan tujuan akhir hidup ini. Manusia kerap disibukkan dengan pekerjaan, hubungan sosial, dan berbagai urusan duniawi yang, tanpa kita sadari, dapat mengaburkan pemahaman kita tentang hakikat kehidupan. 

Namun, dalam ajaran Islam, kita diingatkan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan, ucapkan, pikirkan, dan bahkan bayangkan, akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, Sang Pencipta. Keyakinan ini bukan hanya sebuah doktrin teologis, melainkan sebuah prinsip yang seharusnya membentuk dan mempengaruhi setiap aspek dari kehidupan kita.


Pertanggungjawaban dalam Perkataan

Perkataan adalah salah satu aspek paling jelas dari interaksi manusia. Setiap hari, kita berbicara dengan orang lain, menyampaikan pendapat, memberikan nasehat, atau mungkin hanya berbasa-basi. Dalam al-Qur'an, Allah SWT mengingatkan kita akan pentingnya menjaga lisan. Firman-Nya dalam Surat Qaf ayat 18, “Tiada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” Ayat ini mengajarkan kita bahwa setiap kata yang keluar dari mulut kita akan dicatat dan akan diminta pertanggungjawabannya di hari kiamat.

Mengapa perkataan begitu penting? Karena perkataan dapat membawa kebaikan atau kerusakan, membangun atau meruntuhkan, memotivasi atau menyakiti. Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Mengingat bahwa setiap kata akan diperhitungkan, kita dituntut untuk senantiasa berpikir sebelum berbicara dan memastikan bahwa perkataan kita tidak menyakiti orang lain atau menimbulkan fitnah.

Pertanggungjawaban dalam Perbuatan

Selain perkataan, perbuatan kita juga akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Setiap tindakan, baik yang besar maupun yang kecil, akan diperhitungkan. Allah SWT berfirman dalam Surat al-Zalzalah ayat 7-8, “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (pula).” Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada perbuatan yang terlewat dari pengawasan Allah, sekecil apapun.

Dalam menjalani kehidupan, manusia kerap melakukan tindakan yang dapat berdampak positif atau negatif bagi diri sendiri dan orang lain. Tindakan-tindakan tersebut bisa berupa ibadah, seperti shalat dan puasa, atau kegiatan sehari-hari, seperti bekerja dan bersosialisasi. Dalam setiap tindakan, kita diajarkan untuk mengingat bahwa tujuan utama dari perbuatan kita adalah untuk meraih ridha Allah SWT. Oleh karena itu, setiap perbuatan harus dilakukan dengan niat yang tulus dan sesuai dengan syariat Islam.

Pertanggungjawaban dalam Asumsi dan Pikiran

Asumsi dan pikiran kita, meskipun tidak selalu terlihat oleh orang lain, juga merupakan bagian dari apa yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Dalam Islam, kita diajarkan untuk berpikir positif dan tidak berprasangka buruk terhadap sesama. Allah SWT berfirman dalam Surat al-Hujurat ayat 12, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa…”

Asumsi negatif atau prasangka buruk terhadap orang lain dapat menimbulkan fitnah dan perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk senantiasa menjaga pikiran kita dari hal-hal yang negatif dan berusaha untuk memahami orang lain dengan cara yang baik. Pikiran yang jernih dan hati yang bersih adalah kunci untuk membangun hubungan yang harmonis dan damai dalam masyarakat.

Pertanggungjawaban dalam Niat

Niat adalah inti dari setiap perbuatan dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya segala perbuatan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Niat yang tulus dan ikhlas kepada Allah SWT adalah fondasi dari segala tindakan yang dilakukan seorang muslim. Tanpa niat yang benar, perbuatan yang baik sekalipun dapat kehilangan nilai pahalanya di sisi Allah.

Dalam kehidupan ini, banyak orang yang melakukan perbuatan baik dengan niat yang kurang ikhlas, seperti ingin mendapatkan pujian dari orang lain atau mengharapkan keuntungan duniawi. Namun, dalam pandangan Islam, perbuatan yang dilakukan tanpa niat yang tulus tidak akan diterima oleh Allah. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk senantiasa memperbaiki niat kita dan memastikan bahwa setiap perbuatan kita dilakukan semata-mata untuk meraih ridha Allah SWT.

Saatnya pulang

Pada akhirnya, segala sesuatu yang kita lakukan dalam kehidupan ini akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Perkataan, perbuatan, asumsi, dan pikiran kita, semuanya akan dicatat dan diperhitungkan. Kesadaran akan hal ini seharusnya mendorong kita untuk senantiasa berhati-hati dalam setiap langkah yang kita ambil, selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik dan menjauhi hal-hal yang dapat mendatangkan murka Allah.

Melalui pemahaman ini, kita diingatkan untuk selalu introspeksi dan memperbaiki diri, sehingga kita dapat menjadi hamba yang lebih baik dan lebih dekat kepada Allah. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dalam setiap aspek kehidupan kita, dan menjadikan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bertakwa dan beramal shaleh. Aamiin.

Catatan Mas Bojreng

#AccountabilityToAllah #IslamicTeachings #MindfulLiving #RighteousDeeds #SpiritualReflection #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng


 

No comments:

Post a Comment

Dalam Lantun Surah Al-Kahfi

Terdengar lembut ayat berseri, Al-Kahfi lantun menyejuk diri. Bibirku ikut, lirih bernada, Mengalir damai ke relung jiwa. Kenangan datan...