Tuesday, August 6, 2024

Hati nurani berbicara... masih didengarkah?

Berbincang bincang dengan salah seorang sahabat saat ketemu di poliklinik. Sudah benarkah ucapan kita? Sudah benarkah tindakan kita? Sudah sesuai kah tindakan kita? Sudah sesuaikah terapi yang kita berikan? Sudah bertanya atau mendengarkan apa hati nurani kita? Tegakah kita?

Sebuah esai sebagai pengingat diri ini untuk selalu bertanya dan mendengarkan apa kata hati nurani kita.


Hati Nurani adalah Kompas Moral dalam Kehidupan

Hati nurani adalah salah satu anugerah paling berharga yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Ia adalah kompas moral yang membantu kita membedakan antara yang benar dan yang salah. Ketika kita mendengarkan suara hati nurani, kita mendapatkan panduan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika yang luhur. Namun, di zaman yang serba cepat dan penuh distraksi ini, banyak dari kita sering kali lupa atau bahkan mengabaikan suara hati nurani tersebut. Lalu, bagaimana seharusnya kita memperlakukan hati nurani ini? Apakah kita masih mendengarkannya, atau sudah mengabaikannya? Bagaimana kita bisa kembali kepada niat yang tulus, Lillahi ta'ala?

Hati Nurani Sebagai Kompas Moral

Hati nurani bisa diibaratkan sebagai kompas moral yang memandu kita dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengarahkan kita untuk hidup jujur, tidak berpura-pura, dan tidak mendua hati. Hati nurani adalah cerminan dari niat kita yang sejati, niat yang terarah kepada Allah semata, Lillahi ta'ala. Ketika kita mendengarkan hati nurani, kita berada dalam kondisi selaras antara kata dan perbuatan. Kita tidak hanya mengatakan hal-hal yang baik, tetapi juga melaksanakannya. Ini adalah bentuk integritas yang sejati, di mana tidak ada dualitas atau kepura-puraan dalam tindakan kita.

Mengabaikan Hati Nurani: Sebuah Permasalahan Modern

Dalam kehidupan modern, ada banyak hal yang dapat membuat kita mengabaikan hati nurani. Tuntutan pekerjaan, ambisi pribadi, tekanan sosial, dan godaan materi adalah beberapa faktor yang sering kali membuat kita lupa mendengarkan suara hati nurani. Kita lebih fokus pada apa yang orang lain pikirkan atau bagaimana cara mencapai kesuksesan duniawi, sehingga melupakan esensi dari niat kita yang sejati. Hal ini sering kali membawa kita pada tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral yang kita pegang.

Mengabaikan hati nurani bisa berakibat buruk. Ketika kita terbiasa mengabaikan hati nurani, kita cenderung melakukan hal-hal yang tidak jujur, manipulatif, atau bahkan merugikan orang lain. Kita mulai mencari pembenaran untuk tindakan-tindakan yang salah dan merasa tidak ada yang salah dengan itu. Lambat laun, hati nurani kita menjadi tumpul, dan kita kehilangan panduan moral yang seharusnya menjadi landasan dalam setiap keputusan kita.

Kembali ke Niat Lillahi ta'ala

Untuk kembali mendengarkan hati nurani, kita perlu mengingat kembali niat awal kita dalam setiap tindakan, yaitu Lillahi ta'ala, semata-mata karena Allah. Niat yang tulus adalah kunci untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan selaras dengan hati nurani. Dalam Islam, niat memiliki peran yang sangat penting. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya segala amal itu tergantung niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan niat yang benar, setiap tindakan yang kita lakukan akan menjadi ibadah dan mendapatkan ridha Allah.

Untuk mencapai niat yang tulus, kita perlu introspeksi diri dan merenungkan setiap tindakan yang kita lakukan. Apakah kita melakukannya karena ingin mendapatkan pujian dari orang lain, atau karena ingin menyenangkan Allah? Apakah kita berbuat baik karena memang ingin membantu orang lain, atau hanya untuk mencari keuntungan pribadi? Pertanyaan-pertanyaan ini membantu kita untuk selalu menjaga niat kita agar tetap lurus dan tidak terdistorsi oleh keinginan-keinginan duniawi.

Mendengarkan Kembali Suara Hati Nurani

Mendengarkan hati nurani adalah sebuah proses yang memerlukan kesadaran dan ketenangan batin. Dalam kehidupan yang penuh kesibukan, kita sering kali tidak memberi waktu untuk mendengarkan suara hati nurani. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meluangkan waktu sejenak, berhenti dari segala aktivitas, dan merenung. Dalam kesunyian, kita bisa lebih mudah mendengarkan suara hati nurani yang mungkin selama ini terpendam oleh hiruk-pikuk dunia.

Selain itu, memperkuat hubungan dengan Allah melalui ibadah juga sangat penting. Shalat, dzikir, dan membaca Al-Qur'an adalah cara-cara untuk membersihkan hati dan memperkuat hati nurani. Dengan mendekatkan diri kepada Allah, kita akan lebih peka terhadap suara hati nurani dan lebih mudah membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Hati Nurani yang Murni: Kunci Kehidupan yang Bermakna

Hati nurani yang murni adalah kunci untuk menjalani kehidupan yang bermakna. Ia adalah cahaya yang membimbing kita di tengah kegelapan dunia. Ketika kita selalu mendengarkan hati nurani, kita akan hidup dalam kejujuran, integritas, dan keselarasan antara kata dan perbuatan. Kita tidak akan tergoda oleh hal-hal yang bersifat duniawi, karena kita tahu bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa didapatkan dengan mendapatkan ridha Allah.

Sebaliknya, jika kita mengabaikan hati nurani, kita akan hidup dalam kepura-puraan dan kebohongan. Kita mungkin akan meraih kesuksesan duniawi, tetapi pada akhirnya kita akan merasa kosong dan tidak bahagia. Karena itu, penting bagi kita untuk selalu menjaga hati nurani agar tetap murni dan tidak terkontaminasi oleh hal-hal yang negatif.

Hati nurani adalah salah satu anugerah.

Terdapat ayat didalam Al-Qur'an yang berbunyi

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَالْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18)

Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu introspeksi diri dan bertindak dengan niat yang tulus, serta menyadari bahwa Allah mengetahui segala perbuatan kita.

Hati nurani adalah salah satu anugerah terbesar yang diberikan Allah kepada manusia. Ia adalah kompas moral yang memandu kita dalam menjalani kehidupan. Namun, dalam kehidupan yang penuh dengan godaan dan distraksi, kita sering kali lupa atau bahkan mengabaikan suara hati nurani. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu mendengarkan hati nurani dan kembali ke niat yang tulus, Lillahi ta'ala. Dengan hati nurani yang murni, kita akan hidup dalam kejujuran, integritas, dan keselarasan antara kata dan perbuatan. Kita akan meraih kebahagiaan sejati dan ridha Allah, yang merupakan tujuan akhir dari kehidupan ini.

Pada akhirnya, setiap langkah dan keputusan yang kita ambil dalam hidup ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta, Allah SWT. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu introspeksi diri dan bertanya, sudahkah kita mendengarkan hati nurani kita? Hati nurani yang murni adalah hadiah berharga yang Allah berikan untuk membantu kita tetap berada di jalan yang benar. Ketika kita mengabaikannya, kita berisiko kehilangan arah dan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral yang kita yakini.

Mendengarkan hati nurani bukan hanya tentang mengikuti kata hati, tetapi juga tentang menyelaraskan niat dan perbuatan dengan ajaran-ajaran Allah. Saat kita terus-menerus introspeksi dan menjaga hati agar tetap bersih, kita tidak hanya mempersiapkan diri untuk kehidupan dunia, tetapi juga untuk kehidupan akhirat. Kita harus selalu ingat bahwa semua yang kita lakukan di dunia ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Oleh karena itu, mari kita jaga hati nurani kita, niatkan setiap tindakan kita hanya karena Allah, dan jalani hidup dengan kejujuran dan integritas.


Catatan dan pengingat diri Mas Bojreng.

#Conscience #MoralCompass #Integrity #Honesty #SelfReflection #SpiritualGrowth #IslamicValues #Intention #Lillahitaala #InnerPeace #TrueHappiness #Authenticity #myselfreminder #catatanmasbojreng #masbojreng 

No comments:

Post a Comment

Saat Diam Adalah Obat

Ada saatnya diam lebih bijak, Saat tak mampu menghapus gelisah. Empati bukan sekadar kata, Tanpanya luka bisa merambah jiwa. Jangan bica...