Sisi mana yang diperlihatkan? Manusia dan Dualitas: Eksplorasi Sisi Terlihat dan Tersembunyi Diri
Seperti rembulan di malam hari, yang selalu menampakkan wajah yang terang namun selalu menyimpan sisi yang tak terlihat, begitu pula manusia dengan segala kerumitannya. Dalam konsep psikologi maupun dalam ajaran Islam, theme dualitas ini memiliki tempat yang cukup penting dan menjadi objek refleksi yang mendalam.
Sisi Manusia dalam Kacamata Psikologi
Saat membicarakan dualitas manusia, psikologi memberikan pemahaman yang luas mengenai kompleksitas jiwa manusia. Carl Gustav Jung, salah satu tokoh psikologi analitik, mengajukan konsep 'Persona' dan 'Shadow' yang menjadi bagian dari teorinya mengenai arketipe. 'Persona' adalah sisi diri yang kita presentasikan ke dunia luar, sebuah masker sosial yang telah disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku. Sedangkan 'Shadow' adalah aspek diri yang terdiri dari sifat-sifat yang tidak kita akui, dorongan-dorongan primitif, dan konflik-konflik internal yang seringkali kita sembunyikan, baik dari kesadaran sendiri maupun dari pengamatan orang lain.
Freud, pendiri psikoanalisis, dengan teori gunung esnya menunjukkan bahwa banyak dari motivasi kita tersimpan dalam alam bawah sadar. Hanya sebagian kecil saja dari pikiran dan perasaan kita yang mampu muncul ke permukaan kesadaran.
Dari sudut pandang psikologi humanistik, seperti yang dipaparkan oleh Abraham Maslow dan Carl Rogers, dua sisi diri manusia ini dapat menjadi dasar dari pengalaman 'self-actualization' dan pencapaian potensi tertinggi yang dimiliki oleh seorang individu. Mereka percaya bahwa kesejatian atau authenticity adalah kondisi di mana seseorang dapat mengekspresikan emosi dan pemikiran terdalamnya tanpa rasa takut atau malu.
Selain itu, dalam psikologi modern, konsep diri self yang adaptive muncul untuk menjelaskan bahwa sering kali kita menyesuaikan perilaku kita berdasarkan situasi sosial agar dapat diterima dan dipersepsikan positif oleh kelompok sosial kita.
Pemahaman Dualitas Manusia dalam Islam
Sementara itu, dalam dogma Islam, manusia dipandang memiliki dua aspek—yang materi dan yang spiritual, yang manifest dan yang tersembunyi. Dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang berbicara tentang pentingnya memperhatikan tidak hanya aspek lahiriah dari tindakan manusia, tetapi juga batin atau niat yang melandasinya.
Islam mengajarkan bahwa setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu kecenderungan alami untuk mengakui keberadaan dan kesatuan Tuhan, serta untuk bertingkah laku yang baik. Namun, lingkungan dan bebasnya manusia untuk memilih sering kali menimbulkan dua sisi: sisi yang tampak oleh manusia dan sisi yang hanya tampak oleh Allah, yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi.
Tazkiyatun-nafs, yang berarti penyucian jiwa, adalah konsep dalam Islam yang mengajarkan umatnya untuk terus-menerus membersihkan hati dari sifat-sifat tercela dan mengembangkan sifat-sifat terpuji. Ini adalah upaya terus-menerus untuk mengintegrasikan sisi dalam diri manusia yang terlihat dan yang tersembunyi agar keduanya senantiasa dalam kerangka yang sesuai dengan kehendak Ilahi. Jihad an-nafs, perjuangan melawan nafsu, dianggap sebagai upaya terbesar sesuai dengan ajaran Islam.
Tidak hanya berhenti di tingkat pemahaman, Islam mendidik umatnya untuk merealisasikan konsep ini dalam kehidupan dengan ibadah, muhasabah (introspeksi), dan amalan-amalan nyata lainnya yang secara tidak langsung menuntun seseorang untuk konsisten antara apa yang diperlihatkan dan apa yang disimpan dalam hati.
Integrasi dan Eksplorasi Sisi Tersembunyi
Menjelajahi dan mengintegrasikan kedua sisi ini bukan hanya penting bagi pertumbuhan spiritual, tetapi juga kesehatan psikologis. Psikologi dan Islam sama-sama mengakui bahwa pengekangan dari salah satu aspek akan menyebabkan ketidakseimbangan dan kemungkinan munculnya masalah baik dalam tingkat psikologis maupun dalam perilaku sosial.
Dalam praktiknya, mengenal dan memahami sisi yang tersembunyi, mengakui keberadaannya serta memberikan ruang untuk tumbuh dan diekspresikan dengan cara yang sehat adalah langkah pertama menuju keseimbangan. Apakah itu dalam konteks terapi, meditasi, muhasabah, atau ibadah—semuanya adalah sarana untuk membantu individu mencapai kesadaran dan integritas diri yang lebih dalam.
Oleh karenanya, keduanya—psikologi dan Islam—seolah memberikan peta dan kompas untuk manusia dalam memahami dan menavigasi medan yang rumit ini. Medalion dalam gambaran dua sisi manusia bukanlah untuk menunjukkan kontradiksi melainkan untuk memperlihatkan lengkapnya gambaran kehidupan manusia yang dinamis dan multifaset, serta kebutuhan untuk mendamaikan keduanya dalam satu kesatuan pribadi yang utuh.
Catatan Mas Bojreng di akhir pekan ini
#catatanmasbojreng #masbojreng
No comments:
Post a Comment